Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Selayaknya anggota DPRD Kudus memiliki nurani dalam menentukan fasilitas dan tunjangan yang diinginkan. Bukan karena “aji mumpung” dan keserakahan. Hal itu akan terkuak jika pimpinan DPRD dan Pemkab Kudus, menyepakati besaran tunjangan perumahan , paling lambat Kamis 18 September 2025. Sesuai tenggang waktu yang diberikan Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, pada rapat tertutup dengan para bupati /wakil bupati, PDIPwalikota/wakil walikota se Jawa Tengah di Semarang Kamis pekan lalu (11/9/2025). Menurut catatan Elmu, Tunjangan perumahan bagi Ketua DPRD Kabupaten Kudus sangat besar yaitu Rp 37 juta/bulan , hanya terpaut sekitar Rp 13 juta dibanding yang diterima anggota DPR RI Rp 50 juta/bulan. Sedang Wakil Ketua menerima Rp 29 juta dan masing masing anggota Rp 22 juta. Masih ditambah tunjangan transportasi Rp 23 juta (Ketua), Rp 17,4 juta (Wakil Ketua), dan masing masing anggota Rp 13, 8 juta/bulan.
Kedua tunjangan tersebut berdasarkan PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2023 TENT ANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG HAK KEUANGAN DAN ADMINISTRATIF PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Peraturan tersebut ditanda-tangani Bupati Kudus Hartopo dan mulai berlaku sejak 6 Januari 2023. Sedang tunjangan perumahan anggota DPRD Kudus 2014 menurut Koordinator Milisi Penyelamat Uang Rakyat (M-PUR) Kudus, Slamet Machmudi adalah : Rp 5,5 juta/bulan untuk Ketua, Rp 5 juta/bulan untuk Wakil Ketua dan anggota masing-masing Rp 4,5 juta/bulan. Sedang dalam pembahasan APBD 2015 telah disetujui, untuk Ketua Rp 10 juta, Wakil Ketua Rp 9 juta dan anggota masing-masing Rp 8 juta/bulan.
Selain mengkritisi tunjangan perumahan , Slamet Machmudi yang akrab dipanggil Mamik, juga mempertanyakan , rumah dinas/negara untuk ketua-wakil ketua DPRD yang belum pernah ditempati sejak Gedung DPRD Kudus dibangun 1995. Bahkan menurut pengamatan Elmu, selain belum pernah ditempati, tiga unit rumah negara tersebut malah dialih-fungsikan untuk kegiatan fraksi Gerinda dan fraksi PDIP. Ditandai dengan atribut partai. Sedang satu rumah negara lainnya dalam kondisi “bebas atribut partai”. Namun menurut seorang penjaga semua rumah negara memang untuk kegiatan anggota partai politik
Padahal sebenarnya pada tahun anggaran 2021, telah dibangun sebuah gedung berlantai 4 (empat) dengan biaya Rp 13 miliar, dengan alasan untuk memberikan ruang yang memadai bagi semua anggota fraksi. Sebab ruang lama dianggap sempit dan sebelumnya jumlah fraksi hanya tiga (PDIP, Golkar, PPP). Kemudian “berkembanng” menjadi 7 (tujuh ) fraksi, yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, Demokrat dan Partai Amanat Nasional. Sebenarnya pembangunan gedung fraksi tersebut sempat ditentang sejumlah anggota partai, karena dianggap pemborosan dan mengada-ada. Tetapi tidak digubris. Dan memang gedung berlantai empat ini nyaris sepi dari kegiatan para anggota fraksi. (sup).