
Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Balai Jagong Kudus yang dibangun 18 Mei 2016, sekarang per 11 Mei 2025, atau hampir sembilan tahun lamanya, mulai dirundung masalah. Dan yang baru “heboh” ketika wakil Bupati Kudus, Bellinda Birton melihat langsung aneka jenis sampah – terutama di sisi pojok selatan.
Padahal di lokasi itu terpasang dua papan nama dengan tulisan menyolok : Dilarang Membuang Sampah di Sembarang Tempat, sesuai Perda nomor 4 Tahun 2017 Pasal 24. Juga dikutip pasal 10, 12,13, 14,18,20, 21,23,25 dan 38. Dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan. Atau dipidana denda paling banyak Rp 50 juta. Sebuah bukti sebagian masyarakat-warga samasekali tidak mengindahkan Perda yang telah “berumur” sekitar delapan tahun terakhir. “Nanti kita tempatkan bak sampah besar (kontiner) di lokasi ini,” tutur Bellinda memberi solusi.

Pembangunan Balai Jagong menurut Bupati Kudus ke-28 (periode 2008-2013, 2013-2018) Musthofa : sebenarnya lebih ditujukan sebagai tempat pentas seni, diskusi antara seniman versus budayawan dan berbagai bentuk kegiatan lainnya.
Balai Jagong bentuknya mirip sebuah taman besar, karena banyak ditemukan aneka jenis tanaman dan bunga. Di sisi barat dan sisi timur, ditemukan bangunan terbuka yang dilengkapi tempat duduk. Sedang di sisi selatan ditandai beberapa buah pilar berwarna merah.
Sedang di bagian tengah, terlihat sebuah bundaran yang berlantai rumput hijau yang dikelilingi aneka jenis tanaman dan bunga. Lalu nampak pula jalan-jalan beraspal.Bahkan dibuatkan jalan tembus dari sisi timur – tembus ke Pasar Baru.

Dibangun pula sejumlah fasilitas olahraga, sejumlah kios di sisi utara- berhimpitan dengan tembok selatan Stadion Wergu Wetan dan tentu saja lampu penerangan. Itu semuanya menjadikan Balai Jagong seluas enam hektar ini, menjadi tempat baru warga Kota Kretek untuk berolahraga, berwisata, berkuliner, atau sekedar melepas lelah.
Langkah mundur.
Tumbuh dan berkembangnya Balai Jagong, mulai meredup sejak munculnya pagebluk Covid-19 hingga kasus mesum, kekerasan, Serta padamnya 115-150 lampu penerangan- lampu listrik tenaga surya yang dibangun pada tahun 2018 dengan biaya sekitar Rp 6 miliar, sehingga nyaris semua mati-padam pada tahun 2023.
Kemudian sekitar awal Maret 2024, Balai Jagong kembali terang benderang .Bahkan di sejumlah sudut ditambah lampu highmast. Yaitu rangkaian lampu sorot yang menggunakan tiang lampu dengan ketinggian lebih dari 15 meter. Dengan total biaya sekitar Rp 1,9 miliar “Benar semua lampu yang menggunakan tenaga surya dan telah mati selama hampir setahun penuh bakal diganti dengan “tenaga” konvensional. Di sudut sudut sisi selatan dilengkapi dengan lampu highmast” ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kudus, Catur Sulistiyanto, Jumat malam (19/4/2024).
Penggantian tenaga surya kembali menjadi tenaga konvensional ini dianggap sebagai langkah mundur. Sebab, Listrik tenaga surya memiliki sejumlah kelebihan. Antara lain merupakan sumber daya yang melimpah dan terbarukan. Ramah lingkungan, karena tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca dan mandiri energi.
Lebih murah dalam jangka panjang, meskipun biaya instalasi Penerangan Jalan Umum (PJU) panel surya lebih mahal daripada PJU listrik, tetapi dalam jangka panjang biaya operasionalnya jauh lebih murah karena tidak memerlukan biaya untuk membeli listrik dari sumber eksternal. Selain itu juga Tidak memerlukan kabel listrik.
Berdasarkan studi Deep Decarbonization of Indonesia’s Energy System yang dikeluarkan oleh IESR, Indonesia mampu untuk mencapai target Persetujuan Paris netral karbon pada 2050. Dekade ini menjadi penting, karena Indonesia harus segera mencapai puncak emisi di sektor energi pada tahun 2030 dan mendorong bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan mencapai 45 persen. Energi surya menjadi salah satu pilihan jenis energi terbarukan yang terus didorong penggunaannya di Indonesia
Menurut laporan Indonesia Solar Energy Outlook 2023 yang dikeluarkan IESR, tenaga surya memainkan peran penting dalam dekarbonisasi mendalam di Indonesia pada tahun 2060 atau lebih cepat pada 2050, setidaknya 88 persen dari kapasitas daya terpasang akan berasal dari tenaga surya pada 2050. Sayangnya, penggunaan tenaga surya di Indonesia baru mencapai 0,2 GWp dari kapasitas terpasang dan hanya menghasilkan kurang dari 1 persen dari total pembangkit listrik pada akhir tahun 2021.
Videotron
Selain mengalami kemunduran di bidang energi listrik, Balai Jagong juga “mundur” dalam pengoperasian videotron. Videotron adalah layar besar yang menggunakan teknologi LED (Light Emitting Diode) untuk menampilkan konten visual seperti video, gambar, dan teks. Namun sudah cukup lama videotron yang terpasang di timur perempatan Balai Jagong tidak berfungsi.
Kemudian, tempat olahraga panjat tebing juga nyaris tidak dilirik para atlet, karena tidak memenuhi standar. Atlet memilih berlatih di komplek SMA l, atau di desa Jati Wetan. Baru jika terpaksa sejumlah atlet berlatih di Balai Jagong.
Dan secara umum, nyaris pula tidak adanya perawatan rutin terhadap bunga, pohon, tempat duduk, rumput, hingga sampah. Termasuk perawatan fasilitas umum- seperti WC- kamar mandi. Balai Jagong yang dijadikan tempat pembuangan sampah, sudah terjadi beberapa tahun terakhir.
Padahal dengan tumbuh subur aneka jenis pohon dan bunga, tidak hanya indah dipandang, tetapi Balai Jagong telah menjadi ruang terbuka hijau (RTH). RTH berperan sebagai paru-paru kota, menjaga kualitas udara, membantu mengatur suhu, serta sebagai habitat bagi satwa (meski masih sangat sedikit satwa bernyanyi-berkicau-berkembang biak. Akibat tidak adanya gerakan pelepasan aneka burung berkicau di Balai Jagong).RTH juga bermanfaat dari segi lingkungan, sosial, ekonomi, dan estetika. Selain itu, RTH juga menjadi tempat rekreasi, interaksi sosial, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
CCTV
Sedang manfaat hingga fungsi RTH Balai Jagong , menjadi “kisruh” ketika dijadikan arena pembuangan sampah, hingga berbagai tindak-gerak yang bersifat negatif. Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH), Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Pendidikan Pemuda Olahraga (Disdikpora), Dinas Perdagangan (Disdag) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), terkesan kuat tidak memiliki manajemen untuk menangani secara bersamaan atau sendiri-sendiri.
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tersebut, bertindak ketika ada “kasus”. Seperti munculnya gerakan Jumat bersih pada Jumat ( 9/5/2025). Sekedar bersih-bersih. Meski tidak bersih 100 persen, karena masih banyak sampah berceceran di Balai Jagong. Terutama di kanan kiri jalan tembus – sisi selatan.
Sikap “aras-arasen- ogah-ogahan- ketidak pedulian OPD tersebut, kemungkinan besar bakal teratasi dengan pemasangan CCTV dalam jumlah banyak di Balai Jagong. Sebab Closed Circuit Television (CCTV) atau sistem kamera pengawasan dan perekam video. Sebagai alat untuk memantau, merekam, aneka jenis kegiatan, pergerakan, yang terhubung ke perangkat perekam berupa Digital Video Recorder atau Network Video Recorder.
Teknologi canggih ini bekerja non stop selama 24 jam. Tak kenal istirahat. Tak kenal lelah. Tak kenal kompromi. Tak kenal hujan dan banjir. Tak kenal korupsi, kolusi, nepotisme dan tanpa bayaran satu senpun. Tetapi menunjukkan kinerja yang jujur,nyata dan terbuka. Sekaligus mampu mengalahkan oknum OPD, yang bekerja rutin lima hari dan paling banter per hari bekerja selama 7-8 jam. Itupun belum dikurangi dengan obrolan ngalor ngidul, makan dan sebagainya.
Kamera pengawas bukan lagi “barang mewah/harga mahal”, tapi sudah menjadi kebutuhan bagi yang mengerti, paham tentang nilai lebihnya. Mumpung ada Bupati Kudus Samani Intakoris- Wakil Bupati Bellinda , yang baru dilantik per 20 Februari. 2025 dan senang blusukan , mendengar- melihat sarana kominikasi Wadul Bupati-Wakil Bupati dan menghadiri berbagai acara seremonial. Semoga “kasus” Balai Jagong bisa terselesaikan tuntas dan tidak pernah terulang lagi ( Sup)