Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Mulai berdatangan peziarah asal Singapura dan Malaysia ke komplek Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (M3SK) . Namun mereka mengeluh, karena kamar mandi- WC/toilet yang ada di komplek terminal wisata Bakalan Krapyak jorok- tidak memenuhi standar. Begitu pula fasilitas angkutan terbatas (sebagian besar) hanya ojek motor. Dan penginapannya juga dianggap kumuh. “ Di satu sisi kita bergembira dengan hadirnya peziarah dari negara lain. Tetapi di sisi lain secara tidak langsung kita dipermalukan dengan kondisi fasilitas dan layanan yang tidak/belum memenuhi standar kualitas,” tutur Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) terminal Bakalan Krapyak, Kaliwungu Kudus, Abdul Wakhid di kantornya, Selasa (21/10/2025).
Menurut pengamatan Elmu, dari sisi jumlah, fasilitas kamar mandi – wc/toilet komplek terminal Bakalan Krapyak dan seputar komplek M3SK cukup memadai. Hanya saja ukurannya relatif- sempit dan “barangnya” tidak termasuk “berkelas”. Toiletnya masih “pruduk” lama, yaitu toilet duduk. Warn keramiknya pada umummnya sudah pudar. Bentuk bangunannya amat sederhana. Begitu- pula kondisi penginapan yang ada di seputar terminal Bakalan Krapyak sebagian besar malah tidak beroperasi lagi.-
Abdul Wakhid tidak menjelaskan secara rinci tentang jumlah peziarah asal Singapura dan Malaysia tersebut .Selain itu apakah hanya berziarah ke M3SK, atau juga berziarah ke Makam Sunan Muria di Desa Colo Kecamatan Dawe. Atau juga terpantau mengunjungi obyek wisata yang ada di Kudus. “ Ada juga yang berdatangan dari Kalimantan. Jadi peziarah M3SK tidak hanya terbatas dari seputar Jawa Tengah, tetapi berdatangan pula dari berbagai daerah di Indonesia,” tambahnya.
Abdul Wakhid yang baru bertugas per Agustus 2025 ini, juga sempat menyimpulkan, jika sebagian besar peziarah yang “melewati “ terminal wisata Bakalan Krapyak adalah kalangan menengah ke bawah. Sehingga tidak begitu memedulikan terhadap kondisi kamar mandi-wc, transportasi (ojek) maupun penginapan. “Mereka “sangunya “ (uang saku) juga ala kadarnya. Bahkan untuk lebih ngirit , banyak diantara peziarah, yang membawa bekal dari rumah. Lalu disantap saat tiba di Bakalan Krapyak,” tuturnya.
Meski demikian, selaku kepala UPTD Bakalan Krapyak , ia sangat mendukung jika kondisi kamar mandi-wc, transportasi hingga penginapan lebih ditingkatkan – lebih berkualitas. Termasuk “wajah “ dan fasilitas lainnya , sehingga mampu mendongkrak lebih banyak peziarah hingga wisatawan.
Masih menurut Abdul Wakhid, jumlah peziarah memang tidak bisa berlangsung /berkunjung rutin sepanjang tahun atau selama 12 bulan. Sebab, terhalang dengan kondisi adat- seperti pada setiap bulan puasa, setiap bulan bulan “baik” untuk aneka macam perhelatan hingga musim panen. “Mungkin hanya sekitar 6(enam bulan) yang rutin dikujungi peziarah/wisatawan dalam jumlah cukup signifikan, Selebihnya menurun. Bahkan khusus pada setiap bulan puasa, tidak ada lagi peziarah yang berkunjung ke M3SK maupun Sunan Muria,”.
Peziarah pada umumnya menumpang bus antar kota/antar provinsi secara rombongan. Setiap bus rata-rata berkapasitas 40 penumpang dan dikenakan retribusi Rp 25.000,- . Semula hanya dipungut Rp 10.000,- Dan dibanding dengan kabupaten/kota lain retribusi tersebut tergolong “murah”.(sup)