Kudus, Elang Murianews – Hampir sebulan penuh Pemkab Kudus menggelar berbagai ragam acara dalam rangka memperingati hari jadi Kudus yang ke-475, yang jatuh pada hari Senin ( 23/9/2024). Dan puncak acara ditandai dengan penampilan grup band papan atas Wali di pintu gerbang pendopo kabupaten Selasa malam. Dengan personil Farhan Zainal Mustaqin (vocal), Aan Kurnia (gitar), Nunu ( gitaris bas), Hamzah Shopie (kibor) dan Ihsan Bustomi (drum).
Namun di balik hingar bingarnya acara, Pemkab nampaknya “lupa” bila kondisi persampahan di Kota Kretek sudah dalam tahap darurat. Sehingga momentum hari jadi ini tidak diagendakan dalam bentuk gerakan masal “perang “ melawan sampah. Misalnya dengan menggelar “resik-resik” kutho/desa/kali/sungai
Darurat sampah, karena ketika melihat setiap hari hampir semua tepi kanan kiri ruas jalan, parit, selokan , sungai dijadikan tempat pembuangan sampah oleh sebagian besar warga Kota Kretek. Hal ini diduga perilaku hidup “tidak sehat” warga. Padahal salah satu kunci untuk mengatasi sampah terletak pada warga Kudus sendiri , yaitu membiasakan diri memilah-milah sampah sejak dari rumah masing-masing, Kasus sampah, juga dipicu dengan kasus Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo Kecamatan Jekulo, yang tidak kunjung selesai.
TPA Tanjungerjo dibangun pada tahun 1991 di atas lahan seluas 5,6 hektar dan memiliki enam zona. Tetapi pada pada tahun 2013 tinggal dua zona. Bahkan zona untuk pembuangan limbah (lindi) juga ikut tertimbun. Hal ini juga diperparah ketika sebagian areal itu (sekitar satu hektar) dimanfaatkan untuk pembangunan Taman TPA. Meski akhirnya sekitar hampir dua tahun terakhir taman itu diratakan dengan tanah, agar daya tampung TPA bertambah
Sebenarnya Kepala UPT TPA Tanjungrejo Bambang Purnomo sudah menyatakan sejak 2021/2022 ,TPA Tanjungrejo dalam kondisi overload- kelebihan- tidak mampu menampung. Sehingga gus mengajukan permohonan untuk perluasan TPA tapi tidak pernah dipedulikan. Termasuk alat berat , seperti bulldozer, excavator dan loader.
Ketiga alat berat tersebut sangat berperan untuk menangani sistem Controlled Landfill yang ditrapkan di TPA Tanjungerjo. Yaitu pengelolaan sampah yang memakai alat berat untuk meratakan dan memadatkan sampah. Setelah dipadatkan, sampah tersebut kemudian akan dilapisi dengan tanah minimal sekali seminggu. Tujuan pelapisan ini adalah mengurangi bau, menekan perkembangbiakan lalat, serta meminimalkan keluarnya gas metana. Controlled landfill juga punya saluran drainase yang berfungsi mengendalikan aliran air hujan dan saluran untuk air lindi. Tahun anggaran 2023, Dinas PKPLH Kudus memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp 6 miliar untuk perluasan TPA Tanjungrejo. Namun Kepala Dinas PKPLH Halil menolak, dengan alasan lebih membutuhkan anggaran untuk pembelian alat berat.
Akibatnya menurut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Djati Solekah, dana yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) itu dikembalikan kas daerah sebagai sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa). Kemudian dikucurkan lagi melalui APBD Perubahan 2024, dengan keperuntukan pengadaan alat berat. Entah sudah terealisir atau belum, yang pasti saat ini bertepatan dengan peringatan hari jadi Kudus ke 475, persampahan di Kudus dalam kondisi darurat.
Persoalan sampah di Kudus sebenarnya sudah mulai diurai ketika Bupati Kudus dijabat Moch Tamzil (2003- 2008) menghadirkan mesin pembakar sampah yang ditempatkan di selatan Pasar Baru dan pembuatan pupuk granul di TPA Tanjungrejo. Mesin pembakar tidak pernah diperbaruhi/diganti hingga akhirnya dongkrok. Sedang pupuk granul yang sudah mulai produksi berhenti di tengah jalan karena tidak didukung aturannyang jelas/peraturan daerah. Saat Bupati Kudus berganti ke tangan Musthofa (dua kali periode 2008-2013, dan 2013-2018) nyaris tidak ada kegiatan penanganan sampah. Kecuali pembangunan pembangunan TPA Tanjungrejo yang menelan biaya besar dan controversial.
Lalu saat beralih ke tangan Tamzil- Hartopo (2018-2023) terjadi Operasi Tangkap Tangan terhadap Tamzil , maka dilajutkan Hartopo, penanganan sampah mulai bergulir lagi. Antara lain ditandai dengan sejumlah perda tentang Bank Sampah. Adanya bantuan bangunan dan mesin pemproses sampah organik dari pemerintah pusat, yang ternyata tidak berjalan dengan baik. Lalu muncul PT Djarum yang mengoperasikan mesin pengolahan sampah organik berkapasitas minimal 20 ton/hari pada April 2023. Perusahaan rokok skala besar ini juga akan membantu mesin pembakar sampah yang akan direalisir dalam beberapa bulan mendatang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 23 Mei 2018, mencanangkan Target Indonesia Bersih Sampah 2025 melalui pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025."Pemerintah daerah harus menyusun Dokumen JAKSTRADA (Kebijakan Strategi Daerah) sebagai dokumen yang menggambarkan target capaian dan upaya pengelolaan sampah secara kuantitatif yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam program pengelolaan sampah secara terintegrasi mulai dari sumber sampai ke tempat pemrosesan akhir (TPA) dan dilaksanakan oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah", tegas Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati , pada acara Pendampingan Penyusunan Pedoman JAKSTRADA pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.(sup).