Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Pemkab Kudus- dalam hal ini Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) ingkar janji memberikan gas bagi sebagian warga seputar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Tanjungrejo Kecamatan Jekulo. Sekaligus melakukan pelanggaran terhadap pencemaran udara, karena munculnya gas metana dari TPA yang tidak dikelola sebagaimana mestinya.
Gas metana (CH4) adalah gas tanpa bau, tanpa warna dan bersifat mudah terbakar. Pada kadar yang tinggi, gas ini dapat mengurangi kadar oksigen di atmosfer bumi. Metana dapat mengurangi kadar oksigen hingga 19.5% bahkan dengan kadar yang lebih tinggi lagi, gas metana dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan jika tercampur di udara. Menciptakan pencemaran udara yang dapat mengakibatkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah serta terjadinya pemanasan global.
Sebenarnya ketika TPA Tanjungrejo dibangun pada tahun 1991, secara bertahap dilengkapi dengan proses pengadaan gas. Sebagai salah satu upaya untuk memanfaatkan gas metana untuk kebutuhuan rumah tangga penduduk.
Namun gagal direalisir. Dan bahkan bangunan gas metana beserta fasilitasnya yang berada beberapa meter selatan pos penimbangan sampah ini diterlantarkan begitu saja. Terlebih ketika Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tanjungrejo dipimpin Eko Warsito, segenap peralatan ditimbun dengan tanah. Termasuk blower di lokasi instalasi pengolahan air limbah yang terletak di sisi barat TPA.Blower digunakan untuk menaikkan atau memperbesar tekanan udara atau gas yang akan dialirkan dalam suatu ruangan tertentu. Juga sebagai penghisap udara/gas.
Sementara di samping bangunan gas metana, terlihat sebuat parit kecil memanjang ke arah selatan. Berisi genangan air warna hitam pekat (air lindi). Seharusnya dari tujuh tuntutan penduduk dan pemerintah desa Tanjungrejo sebagai syarat dibukanya kembali TPA per Minggu 26 Januari 2025, ditambah satu tuntutan lagi pemanfaatan gas metana untuk sebagian warga yang tinggal di seputar TPA.
Dan nampaknya, gas metana yang merupakan salah satu sumber petaka dari TPA Tanjungerjo tidak diketahui warga, karena tidak berbau, tanpa warna dan tidak terdeteksi mata. Bentuk “pengelabuan” yang nyaris sempurna.(Sup)