Koni Kudus, Jangan Tergantung APBD

elangmur - Sabtu, 30 November 2024 | 18:01 WIB

Post View : 207

Sulistiyanto- Ketua Umum Koni Kudus , Foto sup (15/8/2024)

Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Komite Olahraga Nasional Indonesia (Koni) Kabupaten Kudus  seharusnya bersikap  tidak menggantungkan dana hibah dari pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat, Namun lebih kreatif mencari sumber dana lain atau pihak ke-3  yang tentu saja tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku.  Ketergantungan dana  tersebut, dipastikan berdampak  buruk terhadap perkembangan hingga prestasi para atlet-cabang olahraga.  Apalagi  sistem- proses pengajuan hingga realisasi  dana hibah itu diwarnai politik transaksional.   

                   Hal itu ditegaskan mantan anggota DPRD Kudus, Sururi Mujib, yang kini menjabat sebagai Direktur Lembaga Kajian Strategis Kudus (LKISS) dan mantan Ketua Koni Kudus Antoni Alfin yang dihubungi secara terpisah Sabtu ( 30/11/2024). Guna menanggapi dana hibah Koni Kudus  2025 sebesar Rp 1 miliar.          

Sururi Mujib- mantan anggota DPRD Kudus, Direktur Lembaga Kajian Strategis Kudus. Foto : istimewa

               Menurut Sururi, dana hibah ibaratnya sekedar “sak pawehe, sak karepe dhewe” (ala kadar, semaunya) dari pihak pemberi (Pemkab). Ini ditengari dengan realisasi dana yang jauh lebih kecil dibanding yang diusulkan Koni. “ Ironisnya lagi proses dan pelaksanaan  dana hibah kental dengan nuansa politik  transaksional. Saya menangkap kesan , pihak Koni tidak mengawal , tidak  berkomunikasi secara intens dengan  Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) selaku pengguna anggaran. Juga kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah , penjabat bupati  dan Badan anggaran (Banggar) DPRD. Padahal untuk mendapatkan dana hibah , kuncinya di tangan mereka,” tegasnya.

              Ia menambahkan, jika Koni Kudus dalam hal ini sang ketuanya Sulistiyanto kerap berkomunikasi, ia yakin Koni akan memperoleh dana hibah paling tidak separo dari yang diusulkan. Dana yang diusulkan Rp 13,7 miliar, tetapi yang disetujui hanya Rp 1 miliar.

               Dari kalangan  pengurus Koni sendiri membenarkan, jika Sulistiyanto bersikukuh tidak mau “bermain mata” dengan pihak–pihak yang terkait dengan dana hibah.  “ Kami akui itu sikap yang baik, profesional dan  sesuai semangat olahraga yang menjujung tinggi norma sportivitas. Tetapi dia/kami belum memiliki modal mandiri. Kami kalah dengan politik transaksional. Seandainya mau lentur sedikit saja, pasti tidak seburuk ini jadinya,” tutur salah satu pengurus Koni yang  meminta untuk tidak disebutkan irdentitasnya.

                 Politik transaksional merupakan suatu sistem politik yang egoistis karena mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan tanpa menghiraukan beban penderitaan rakyat.Politik Transaksional bisa   berupa uang atau barang.

                Sedang kondisi Koni senidiri lemah. Dalam  anggaran dasar  dan rumah tagganya  (AD-ART) Koni Pusat  tahun 2020 pasal 38 menyebutkan sumber keuangan organisasi berasal dari : 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah; 2. Iuran dari Anggota; 3. Sumbangan-sumbangan lain yang tidak mengikat. 4. Usaha-usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta perundang-undangan pemerintah yang berlaku . “ Koni bisa merapat ke perusahaan besar-menengah di Kudus, untuk merayu perusahaan agar  bersedia menjadi “bapak  asuhnya” atau menjadi sponsor. Memang tidak mudah. Tapi bisa ditembus dengan mengetengahkan profesionalisme, keterbukaan dan kejujuran,” saran Sururi  dan Antoni.

                Sejumlah perusahaan di Kudus, seperti PT Djarum telah berpartisipasi aktif di cabang olahraga bulutangkis, sepakbola wanita, panahan, bridge, sekolah sepakbola (SSB). Lalu PT Sukun lewat tenis meja, bolavoli, sepakbola perserikatan. Dan yang terkini, Pura Group Kudus membangunkan lapangan tembak bertaraf nasional beserta fasilitasnya.  Sedang perbankan pemerintah dan swasta belum tersentuh.(Sup).

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single