Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Meski telah muncul “transplanter”- atau mesin penanam padi yang memiliki banyak keunggulan , tetapi sebagian besar petani di Kudus dan sekitarnya masih tetap mengandalkan tukang “tandur”- ditata mundu. Tukang atau tenaga kerja khusus menanam padi yang umumnya dilakukan kaum perempuan. Dengan cara “jengking” menunduk.Satu persatu bibit tanaman padi dibenamkan dalam tanah berlumpur dan genangan air setinggi 10-15 centimeter.Serta dilakukan dengan cara mundur. Agar bibit tanaman tidak terinjak, rusak, bahkan bisa mati. Bertolak belakang dengan mesin yang bergerak maju. Mereka dalam bekerja selalu mengenakan celana panjang, baju/kaus lengan panjang dan caping- tutup kepala.
Agar penanaman teratur sesuai jarak yang telah telah ditentukan, tukang tandur membekali tali panjang atau sebilah bambu yang berfungsi sebagai penggaris. Namun banyak pula yang samasekali tidak menggunakan alat bantu. Hanya mengandalkan naluri- kebiasaan dan hasil akhirnya juga tidak jauh berbeda dengan yang menggunakan alat bantu.
Tukang tandur selalu bekerjasama dengan tukang ndaut. Ndaut adalah bahasa Jawa yang artinya mencabuti bibit padi siap tanam dari tempat penyemaian kemudian ditanam di persawahan terdekat..Itu dilakukan tenaga kerja laki-laki.
Dan itu tidak mudah serta harus ektra hati-hati. “Tarik-cabut bibit padi dari bagian paling bawah sedikit demi sedikit. Pukulkan bagian akar bibit ke kaki untuk mengurangi tanah yang menempel di bagian akar. Dan Ingat, jangan terlalu keras agar akar tidak putus. Kemudian setelah terkumpul dalam genggaman tangan diikat dengan tali raffia untuk memudahkan pengangkutan,” ujar Ngasiran, tukang ndaut yang ditemui di persawahan Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo, Selasa (13/5/2025).
Sebagai imbalan atas kinerja tukang tandur dan tukang ndaut, pemilik sawah pada umumnya mentrapkan model borongan. Yaitu setiap bau/bahu ( asal kata bouw –bahasa Belanda) atau 7000 meter persegi ( satu hektar = 10.000 meter persegi) dikenakan biaya Rp 2,5 juta. Uang sebanyak itu dibagi sesuai dengan jumlah “penandur dan pendaut”, yang berkisar 18-20 orang- sebagian besar diantara tukang tandur. Mereka diberikan tambahan makanan ringan dan yang laki-laki ditambah rokok.
Mereka umumnya berasal dari Demak dalam bentuk “paket” . Sedang dari Kudus sendiri jarang yang melakukan, karena lebih tertarik bekerja sebagai buruh rokok. Dan profesi tandur –ndaut ini entah kapan mampu bertahan. Sebab hampir semua lini sudah tergusur digantikan tenaga mesin. Seperti tukang panen padi yang semula dengan ani-ani, lalu dengan sabit. Tukang tandur dan ndaut terbilang sebagai profesi langka.(sup)