Kudus, Elang Murianews(Elmu)- Meski terdapat 123,78 hektar tanaman pinus di kawasan Gunung Muria, namun sebagian besar masyarakat di Kabupaten Kudus, Jepara dan Pati tidak tahu sosok tanaman ini. Padahal getah pohon pinus mampu menghasilkan prodok olahan yang dikenal gondorukem atau Gum Rosin.
Bahkan Indonesia tercatat sebagai penghasil gondorukem dan terpentin terbesar ketiga di dunia . Hasil produksinya diekspor antara lain ke Jerman, Belgium, Pakistan, Jepang, Uni Emirat Arab, Turki dan India sebagai bahan baku untuk industri farmasi, adhesive, kosmetik dan
Menurut Kepala Resort Polisi Hutan (KRPH) Ternadi, Nur Hamid,Gondorukem digunakan sebagai bahan baku dalam industri kertas, keramik, plastik, cat, batik, tinta cetak Politur, farmasi dan kosmetik. Sedangkan Terpentin dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri kosmetik, minyak cat, campuran bahan pelarut, antiseptik, kamper dan farmasi. “Selain getahnya tanaman Pinus dimanfaatkan kayunya untuk mebel, pulp, korek api serta sumpit,” tuturnya Rabu (24/7/2024).
SOP
Sedang untuk menghasilkan getah pinus, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Direktorat Usaha Jasa Lingkungan dan hasil hutan bukan kayu hutan produksi, mengeluarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) nomor sop 1 /Jasling/UHHBK/HPL 2/1/2020 tentang sistem evaluasi penyadapan getah pinus pda pemegang izin dn kerjasama kesatuan pemangkuan hutan.
SOP itu menyasar pada sistem penyadapan koakan atau quarre. Dan direkomendasikan pohon pinus yang disadap dengan sistem ini berumur 11- 34 tahun. Lebih dari 34 tahun pohon pinus ditebang untuk dimanfaatkan kayunya. Kemudian diganti dengan tanaman baru.
Penyadapan yang menggunakan “senjata tajam” pethel ini, diawali pada batang pohon setinggi sekitar 20 centimeter dari permukaan tanah. Dengan ukuran kuakan 10x6x 2,5 centimeter. Koakan dilakukan setiap lima hari sekali, sehiggga dalam setahun tinggi koakan mencapai 36 centimeter.
Sedang arah sadapan selalu ke timur, agar mampu menghasilkan getah lebih banyak. Sebab titik sadapan memperoleh pasokan sinar matahari lebih cepat/dini, lebih lama dan menjadikan getah tidak mudah menggumpal. Penyadapan (pengambilan getah) seperti ini sebaiknya dilakukan lima hari sekali, sebab satu pohon pinus bakal menghasilkan getah hingga 9,38 gram/hari.
Lalu menurut Nur Hamid, sistem koakan dengan pethel dilakukan tiga hari sekali . Dan pada hari ke- 12 dilakukan pemanenan “ Dari hasil panen per pohon kemudian dikumpulkan di tempat penimbunan getah. Selanjutnya dikirim ke Pabrik Gondorukem dan Terpentin di Sopuran Wonosobo. Sedangkan setiap pekerja penyadapan diberikan upah Rp 5.000,- per satu kilogram getah. Kami memiliki 86 pekerja,” tambahnya.
Dikutip dari laman Perum Perhutani, bisnis gondorukem dan terpentin mampu menyumbang 30 persen pendapatan tahunan Perhutani. Perhutani mampu memproduksi gondorukem 55.000 ton dari delapan pabriknya. Dan 20 persen diantaranya diserap pasar domestik, sementara 80 persen diekspor ke Asia, Eropa, Amerika Serikat dan Australia.
Pinus tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan seluruh Jawa. Di Sumatera pinus ditanam sejak tahun 1921 dan di Jawa baru pada tahun 1931. Di Jawa pengelolaannya sebagian besar ditangani Perum Perhutani Unit I Jateng, Unit II Jatim dan Unit III Jabar. Dengan luas tanaman sekitar 572312 hektar dan paling luas di Jabar, yaitu 229.689 hektar. Pinus termasuk jenis kayu terbesar yang ditangani Perhiutani , setelah kayu jati.
Indonesia memiliki satu spesies pinus asli yang berasal dari daerah Sumatera, tepatnya di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan. Spesies pinus ini dikenal dengan nama Sumatran Pine atau Pinus merkusii Jungh. et de Vriese.. Selain itu, beberapa negara lain di Asia, seperti India, Filipina, Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam juga membudidayakan jenis Pinus merkusii dari Indonesia.( sup)