Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Keberadaan Situs Sumur Gentong (SSG) saat ini bagai terhenti ditengah jalan. Sebab, hasil penelitian yang dilakukan peneliti sejarah Kerajaan Demak Bintoro dan Walisanga, Ahmad Kastono Abdullah Hasan atau yang lebih akrab disapa Aka Hasan diabaikan oleh Pelaksan Tugas Kepala Desa Ngloram Kulon Kecamatan Jati Kabupaten Kudus,maupun Camat Jati. Hal itu juga diperkuat ketika Elmu menesuluri SSG dan berdialog dengan perangkat desa Ngloram Kulon. Mereka umumnya tahu tentang SSG dan membenarkan jika setiap tahun . Khususnya pada tahun 2024 dan 2025 digelar kirab SSG.
Namun samasekali tidak menahu makam Adipati Loram,Raden Muhammad Amiruddin Hasan bin Raden Fatah, anak kedua dari istri kedua Raden Fatah. Termasuk isteri Amiruddin yang bernama Raden Ayu Dewi Sujinah (anak pertama dari Ki Demang Loram) dan tiga orang anaknya. “ Sudah saya temukan dan sudah pernah saya beritahukan pada Camat Jati (waktu saya meneliti di Loram), dan kemudian disampaikan pada PJ Lurah Loram Kulon sewaktu mereka ke rumah saya di Demak, namun PJ Lurah Loram Kulon tidak berani mengkomunikasikan dengan warga karena statusnya masih PJ (PLT),” tutur Aka Hasan, Rabu ( 17/9/2025). “ Dan saya pun sudah memberitahu bahwa
Adipati Loram meninggal dunia akibat terjadi perang saudara antara Tajug (Hindu) dan Loram (Islam) yang peristiwanya terjadi di bulan Dzul Hijjah 930 Hijriah atau sekitar bulan Oktober 1524 Masehi. Adipati Loram dan istrinya serta ke-tiga anaknya meninggal dunia di hari ketiga penyerangan Tajug (sebelum menjadi Kudus) ke Loram “ tambahnya. Lalu, ujar Aka Hasan , Saya hanyalah seorang peneliti sejarah, bila mereka sudah saya beritau dan tidak mau menindak lanjuti, nggih mboten nopo-nopo.Bukan hak saya untuk melakukan yang lebih dari sekedar memberitahukan. Masalah dipercaya dan tidak dipercaya itu masalah yang berbeda, karena masing-masing pihak memiliki kemampuan dan keilmuan yg berbeda pula,” tegasnya..
Di mana sebenarnya makam Raden Amiruddin Hasan, Raden Ayu Dewi Sujinah dan tiga orang anak-anaknya ?
Berada di sekitar makam Syekh Abdurrahman Tuan Sang Sang, tepi perempatan jalan- pojok tiur jalan/halaman Masjid Wali Loram Kulon. “ Sudah beralih fungsi pak.Menjadi lahan milik masyarakat setempat. Batu nisannya sudah tidak ada.Tapi Sukma yang tertinggal dalam jasad masih terlihat jelas karena bersinar “ jawab Aka Hasan. “Mungkin jenengan bisa menghubungi tokoh yang ahli metafisika di Kudus yang levelnya di atas 19 dimungkinkan mampu melacaknya.Kalau levelnya di bawah 19, nyuwun pangapunten mangke ketemunya bukan Sukma Adipati Loram, melainkan Jin Banaspati yang menemuinya. Sebab di lokasi itu dijaga Jin Banaspati yg jumlahnya ada tiga” tambahnya.
Sumur Gentong
Sumur Gentong terletak di RT 05/RW 05 Desa Loram Wetan Kecamatan Jati Kabupaten Kudus Jawa Tengah ditemukan dan dibangun pada tahun 1508 oleh Syeh Subakir. Atau sekitar 517 tahun yang lalu. Atau lebih “tua” dibanding hari “lahir” Kota Kudus tahun 1549. Syeh Subakir lahir di Demak pada 1458, meninggal pada usia 109 tahun. Dimakamkan di Tidar Magelang .Dikenal sebagai ahli lingkungan. Khususnya dalam mendeteksi sumber air. Juga jago dalam “menaklukkan” tempat tempat angker
Sedang lokasi sumur gentong tersebut, merupakan titik nol- pusat Kabupaten/Kadipaten Loram dengan Bupati Amirudin Hasan- putra kedua dari isteri kedua Sultan Patah. Bupati Amirudin sempat memerintah pada periode 1508- 1524. Ia dan tiga putranya secara bersamaan meninggal akibat perang “saudara”, antara warga Loram dengan warga di seputar Rahtawu. Lalu bekas Kadipaten Loram berada di lokasi Situs Gentong . Luasnya sekitar dua hektar dan Situs Sumur Gentong persis di tengah-tengahnya. Adapun rumah pribadi Adipati Loram disebelah utara atau timur Masjid Wali Loram Kulon.
Menurut data yang dihimpun dari Buku Inventarisasi Benda Cagar Budaya Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kabupaten Kudus, 2007, Sumur Gentong didata per 17 April 2006 dan ditemukan Rodi (sudah meninggal) pada tahun 1989. Terbuat dari tanah liat bersusun empat dan berbetuk seperti gentong. Berdiameter 60 centimeter, tinggi 56 centimeter dengan luas bangunan 64 meter persegi. Di sekitar sumur gentong juga ditemukan uang logam kuno buatan tahun 1717 dan uang mas bertuliskan Zeelandia1738. Dan berdasarkan penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta dab BP 3 Prambanan 3 Oktober 1989 dinyatakan sebagai benda cagar budaya(BCB). Dan menurut juru kunci Abdul Kodir, air sumur gentong tersebut mampu sebagai sarana untukb menyembuhkan orang lumpuh maupun untuk jenis pengobatan lain.
Dibangun ulang-
Sedang menurut Subarkah, yang ditemui di lokasi sumur gentong tepi jalan raya desa setempat, Selasa (9/7/2024) , BCB tersebut dibangun ulang secara bertahap sejak tahun 2018. “ Saya mengganti srumbung atau badan sumur juga berbahan tanah liat yang kami pesan khusus dari Bayat Klaten. Terdiri empat srumbung dengan total panjang 4, 2 meter. Sebab pada kedalaman 4,2 meter air sudah muncul cukup besar,” tuturnya sembari memperlihatkan srumbung itu.
Sedang untuk mempermudah pengambilan air menggunakan mesin. Dan diseputar sumur dijumpai tendon air, sejumlah gentong, sejumlah kendi, gelas plastik dan dua buah corong plastik. Setiap pengunjung bisa meminum air sumur gentong melalui kendi kendi tersebut. Sedang bagi yang berniat untuk mandi, disediakan dua kamar mandi. Saat Elang Murianews meminum satu gelas air dari salah satu kendi, rasa airnya netral- seperti pada air sumur atau air dalam kemasan yang diproduksi pabrik. Samasekali tidak berbau.
Padahal menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber, wilayah Desa Loram Wetan dan sekitarnnya. Atau seputar wilayah Kecamatan Jati, Undaan, Mejobo semula merupakan pesisir laut Jawa. Sehingga kandungan air pada umumnya garam dan rasanya asin. “ Air Sumur Gentong selama ini tawar dan tidak pernah “asat” /mengering” tambah Subarkah.
Selain seluruh srumbung sudah diganti, juga telah dibangun semacam rumah kecil. Diantaranya difungsikan untuk menerima para tamu yang umumnya berdatangan pada malam hari. Tidak hanya warga desa setempat, tapi juga warga seputar desa/kecamatan dan bahkan dari luar kabupaten. Sumur gentong tidak hanya dijumpai di Desa Loram Wetan, tapi juga ditemukan di komplek masjid Sunan Muria, Masjid Wali Desa Jepang dan masjid Nganguk Wali. (sup).