Monyet Taman Krida Kudus

elangmur - Selasa, 20 Agustus 2024 | 22:18 WIB

Post View : 219

Tidur pulas- seekor monyet lainnya di komplek Taman Krida Wisata. Foto Sup.

Kudus, Elang Murianews (Elmu) –Dua ekor monyet yang berada di satu kandang, sudah “bertempat tinggal” selama empat tahun terakhir di komplek Taman Krida Wisata (TKW) Wergu Wetan Kudus. Namun pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) setempat nampaknya lupa memasang papan nama.

          Padahal papan nama itu sebenarnya cukup penting. Malah mungkin menjadi keharusan, karena TKW yang menyatu dengan Kantor Disbudpar telah ditetapkan sebagai salah satu tempat wisata lokal. Dan tidak semua pengunjung paham tentang perbedaaan kera apakah sama dengan monyet. Bahkan pada umumnya berpendapat kera itu sama dengan monyet.

Tidur pulas- seekor monyet lainnya di komplek Taman Krida Wisata. Foto Sup.

         Padahal Menurut Wild Welfare-organisasi global yang berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan bagi satwa liar di penangkaran : keduanya berbeda dan yang paling mudah untuk membedakan adalah : kera itu tidak berekor . Sedang monyet berekor.

         Sedang bentuk tubuh dan rangka tulang kera lebih mendekati bentuk dan rangka manusia, dibandingkan monyet. Umumnya, ukuran tubuh kera lebih besar dan lebih berat dari pada monyet dengan sendi bahu yang membantu mereka berayun di antara dahan pohon.

          Sementara itu, bentuk tubuh monyet lebih menyerupai kebanyakan mamalia lainnya, lebih kecil dari kera dengan dada yang tidak selebar kera. Struktur tulang mereka pun lebih menyerupai mamalia berukuran sedang, seperti anjing

Tatapan mata kosong - seekor monyet di Taman Krida Wisata per 15 Agustus 2020. Foto sup

          Kedua spesies ini tergolong dalam ordo Primata, yang mencakup lebih dari 500 spesies. Hal ini menjadikannya ordo paling beragam ketiga di dunia setelah ordo hewan pengerat dan kelelawar. Mamalia dalam ordo Primata dapat diidentifikasi dari beberapa karakteristik, yakni memiliki kemampuan dan perkembangan fungsi kognitif tingkat lanjut karena otak mereka yang besar, mampu menggenggam tangan dan kaki, pandangan lurus ke depan dengan sudut pandang sempit, memiliki plasenta, dan beberapa karakteristik lainnya. Jutaan tahun lalu, nenek moyang dari ordo primate berevolusi hingga memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, menghasilkan begitu banyak cabang spesies dalam ordo ini.

          Dilema- Menurut Evansus Renandi Manalu dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam ( KSDA) Sumatera Utara, 20 Mei 2024 : Monyet ekor panjang, memang menjadi ancaman. Dibeberapa daerah di Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini tingkat interaksi negatif manusia dengan satwa ini cukup tinggi dan intens.

          Bukan hanya monyet liar yang sering menggangu dan menyerang warga, tetapi monyet-monyet yang dipelihara sejak kecil pun, ketika sudah dewasa berubah perilakunya menjadi beringas, ganas dan menyerang si pemiliknya termasuk warga disekitarnya. Serangan monyet-monyet yang turun ke permukiman warga disinyalir akibat kondisi habitatnya yang sudah mulai hilang serta sudah tidak tersedianya kecukupan sumber pakan.

         Selain itu, penyerangan juga dikarenakan adanya kebiasaan manusia memberikan makanan, khususnya yang sering terjadi di area wisata, kawasan rural sampai kawasan urban, sehingga monyet menganggap manusia sebagai sumber pakan mereka. Intinya, pada dasarnya penyerangan yang dilakukan oleh satwa liar merupakan suatu reaksi yang mereka lakukan dari adanya beberapa faktor, seperti : hilangnya habitat dan kebiasaan yang dilakukan.

           Interaksi negatif antara manusia dengan monyet ekor panjang menjadi salah satu faktor penyebab penurunan jumlah populasi spesies ini. Penurunan jumlah populasi monyet ekor panjang di alam juga dipengaruhi adanya perdagangan illegal melalui platform media sosial. Monyet yang dijual merupakan tangkapan liar.

         Sayangnya, di Indonesia status satwa liar ini tidak dilindungi dan masih berstatus Appendix II, yakni belum terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya regulasi pemanfaatan yang berkelanjutan.

         Status tidak dilindungi menyebabkan masih banyak warga yang memelihara monyet ekor panjang. Tidak sedikit pula monyet-monyet ini dipelihara tanpa mempedulikan kesejahteraannya. Disamping itu, karena statusnya tidak dilindungi, maka tidak ada aturan hukum yang jelas dan mengikat untuk melindungi spesies ini, sehingga hal ini juga menjadi faktor penyebab penurunan populasinya.

          Padahal berdasarkan data Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN), monyet ekor panjang kini berstatus terancam punah (endangered). Dalam kurun waktu 42 tahun terakhir, populasi monyet ekor panjang menyusut hingga 40 persen.

         Dilema ini tentunya perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak untuk dicarikan solusinya. Meskipun belum termasuk dalam kategori endangered, sebagaimana yang dideklarsikan IUCN, tapi setidaknya ada upaya penanganan dan penyelamatan terhadap satwa liar ini agar tidak punah. Perlu langkah-langkah nyata dalam mengatasi interaksi negatif dengan masyarakat dan mengupayakan mengembalikannya ke habitat alami dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan habitatnya dari kerusakan. Bagaimanapun keberadaan monyet ekor panjang ini perlu tetap dipertahankan karena perannya dalam ekosistem lingkungan juga sangat penting dan ikut menentukan.(Sup).

 

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single