Kudus,Elang Murianews (Elmu) – Salah seorang warga Desa Gondosari Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, “diancam” akan “dibawa” ke ranah ketentuan peraturan perundangan yang berlaku lewat surat Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Djati Sholichah. Jika warga tersebut tidak membayar hasil penebangan pohon sebanyak Rp 37.290.000,- paling lambat Senin ( 30/9/2024). Meski sejatinya, warga ini sudah mengantungi izin dan sudah membayar kepada oknum Dinas Perumahan , Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup. (PKPLH)
Djati yang dihubungi via Whatsapp (WA) Jumat ( 27/9/2024) hanya mengirimkan copi surat dinas per 24 September yang ditujukan kepada Aklis Edy Santoso, serta sebagian Peraturan Bupati (Perbub) Kudus 18/2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Pohon Pada Ruang Terbuka Publik. Namun dalam Perbub yang terdiri 32 pasal tersebut, tidak ada satu pun pasal yang menyebutkan besaran uang pengganti, jual beli kayu/pohon dan sanksi yang hanya terbatas sanksi admistratif.
Perbub yang ditanda-tangani Bupati Kudus Hartopo ini nampaknya memang kurang lengkap. Terutama menyangkut “kepemilikan” pohon/kayu yang ditanam sebagai turus jalan dan di rung terbuka publik. Sebab di Kudus, berdasarkan pengamatan Elmu, ada sebagian ruas jalan yang sejak penanaman, perawatan hingga perimbasan pohon dilakukan sejumlah perusahaan swasta. Dan secara umum, Dinas Perumahan , Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PKPLH ) diduga keras tidak mengindahkan Perbub itu sendiri. Bahkan melakukan tindakan yang “berbau” uang yang jumlahnya puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Kepala Dinas PKPLH Kudus, Halil maupun kepala bidang dan kepala seksi yang beberapa kali dihubungi via WA hingga didatangi di kantor PKPLH di Desa Jati Wetan Kecamatan Jati tidak pernah mau merespon.
Isi Perbub
Perbub 18/2021 itu diterbitkan atas pertimbangan : pohon mempunyai peranan dan manfaat yang sangat penting bagi lingkungan hidup dan masyarakat, sehingga keberadaannya perlu dilindungi serta dikelola, khususnya pada ruang terbuka hijau publik; Ruang Terbuka Hijau Publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Meliputi taman kota, hutan kota, sabuk hijau/jalur hijau (green belt area), turus jalan, ruang terbuka hijau di sekitar sungai, pemakaman dan rel kereta api.
Perimbasan atau penebangan pohon dilakukan ketika : mengganggu jaringan utilitas daerah; . Mengganggu atau membahayakan bagi keselamatan/kepentingan umum; Akan didirikan suatu bangunan atau akan dipergunakan untuk keperluan akses jalan; Dan atau kondisi pohon sudah rusak dan tidak bisa diselamatkan, Keadaan terpaksa yang mengharuskan pohon segera dirimbas,, atau ditebang, karena pohon tumbang atau miring akibat kejadian alam,
Lalu dalam pasal 25 disebutkan : kewajiban penggantian pohon ketika ditebang berdiameter sampai dengan 10 cm (sepuluh centimeter), maka jumlah penggantinya sebanyak 10 (sepuluh) pohon dengan ketinggian paling kurang 200 centimeter; Pohon yang ditebang berdiameter lebih dari 10 centimeter sampai dengan 20 cm centimeter, jumlah penggantinya sebanyak 20 (dua puluh) pohon dengan ketinggian paling kurang 200 cm (dua ratus centimeter);
Pohon yang ditebang dengan diameter lebih dari 20 cm (dua puluh centimeter) sampai dengan 30 cm (tiga puluh centimeter), jumlah penggantinya sebanyak 30 (tiga puluh)pohon dengan ketinggian paling kurang 200 cm (dua ratus centimeter); Pohon yang ditebang dengan diameter lebih dari 30 cm [tiga puluh centimeter) sampai dengan 40 cm (empat puluh centimeter], maka jumlah penggantian seb_anyak 40 (empat puluh) Pohon dengan ketinggian paling kurang 200 cm (dua ratus centimeter);
Dan setiap orang, badan atau instansi yang melakukan kegiatan perimbasan atau penebangan pohon di ruang terbuka hijau publik harus memperoleh izin dari Bupati. Bupati mendelegasikan kewenangan izin kepada Kepala Dinas PKPLH. Izin itu sendiri paling tidak memuat nama pemohon izin, jenis, jumlah, lokasi, dan diameter pohon yang akan dilakukan perimbasan atau penebangan.(Rikha/ Sup)