
Kudus, Elang Murianews – Pasar Desa Tokiyo Jepang, berada di wilayah Desa Jepang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Menempati tanah seluas 3.700 meter persegi. Dibangun secara bertahap mulai menjelang tahun 2021. Dengan biaya Rp 3,5 miliar yang berasal dari pemerintah desa (Pemdes) Rp 1,5 miliar dan bantuan pemerinah kabupaten/ Dinas Perdagangan Rp 2 miliar. Terdiri 11 kios ukuran 3 x 6 meter , 29 kios ukuran 3 x 4 meter, 100 los ukuran 3 x 3 meter dan 50 los ukuran 2 x 2 meter. Atau mampu menampung lebih dari 300 pedagang Berbentuk empat persegi panjang, Dengan jalan keliling cukup lebar dan halaman parkir lumayan luas.

Inilah yang sesungguhnya disebut pasar desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 42 tahun 2007 tentang pengelolaan pasar desa adalah : pasar tradisional yang berkedudukan di desa dan dikelola serta dikembangkan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Ini merupakan pasar desa pertama dan menjadi pasar desa percontohan di Kabupaten Kudus “Semua proses pembangunan, maupun menyangkut sewa, retribusi dan sebagainya bersifat terbuka. Tidak ada yang ditutup-tutupi “ tegas Kepala Desa (Kades) Jepang, Indarto, di ruang kerjanya Senin lalu (13/5/2024).

Dengan telah selesainya pembangunan jalan keliling, parkir dan tambahan bangunan di bagian tengah atas, menjadikan pasar desa Jepang tampak megah dan bersih. Bahkan tidak hanya dibuka pada pagi-siang-sore hari saja. Namun juga malam hari.
Hal tersebut tidak hanya menunjukkan bukti nyata terjadinya perputaran perekonomian warga desa setempat dan sekitarnya. Tetapi juga memberikan kontribusi bagi pemasukan pendapatan asli desa (PAD) terbesar, yaitu lebih dari Rp 1, 2 miliar per tahun.
Dengan tambahan PAD yang cukup signifikan tersebut berimbas positif terhadap proses pembangunan ke depan. Sekaligus juga ikut menambah daya gedor dari dana desa yang diberikan pemerintah pusat dengan jumlah yang lumayan besar. Ini terlihat dari Anggaran Pembangunan Belanja Desa (APBDes) yang terus meningkat sejak tiga tahun terakhir.
Arti sebuah nama
Menurut website pemdes , disebut/diberi nama Desa Jepang dilatar belakangi sejarah kehadiran Aryo Penangsang yang bergelar Adipati Jipang dan berada di wilayah Kabupaten Blora. Adipati ini dikenal sebagai salah satu murid terkasih Sunan Kudus.
Oleh karenan itu sang adipati cukup sering diundang atau sowan menimba ilmu ke Sunan Kudus. Namun karena jarak Blora- Kudus cukup jauh, maka sebelum pertemuan berlangsung, Arya Penangsang butuh persinggahan di sebuah desa yang terletak sekitar tujuh kilometer dari pusat kota Kudus. Dan Sunan Kudus pun membangun sebuah masjid sebagai tempat bersembahyang dan sekaligus tempat peristirahatan sang murid. Desa yang semula berada di kawasan rawa dan belum bernama akhirnya diberi nama Desa Jepang. Sedang nama Jepang selama ini dikenal sebagai salah satu negara di Asia Timur.
Selain nama Jepang, nama lain yang juga menarik bagi masyarakat umum dan baru dimunculkan adalah Pasar Desa Tokiyo Jepang. Sedang Tokyo adalah nama dari ibukota Jepang.
Dan menyinggung nama, maka teringat salah satu kalimat paling populer di dunia yang dicuplik dari teks drama masterpiece Shakespeare, berjudul "Romeo and Juliet". Yaitu : "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet,"( “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.”
Namun sebagian besar orang selama ini memaknainya salah , karena hanya membaca teks dan mengabaikan konteks utuh dari seluruh rangkaian kalimat di mana kalimat"apalah arti sebuah nama" itu dirangkaikan.
Padahal pemberian nama selama ini memiliki makna, harapan hingga doa. Dan bahkan ada yang berpendapat terkait hukum dunia akhirat. Sedang pemberian nama Pasar Desa Tokiyo Jepang adalah terkait dengan nama desa dan nama ibukota Jepang. .Terkait pula dengan kearifan lokal hingga kemajuan ekonomi,industri dan budaya.(sup)