Kudus, Elang Murianews (Elmu)– Sebagian besar masyarakat di Desa Loram Kulon Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus sampai sekarang masih mempertahankan salah satu tradisi uniknya, yang diwariskan Sultan Hadirin pada abad 15, yaitu sega kepel ( nasi kepel/ sak kepel).
Tradisi sega kepel tersebut merupakan salah satu bentuk ucapan terima kasih, atau ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, dalam berbagai berbagai jenis kegiatan. Dari resepsi pernikahan, khitanan, membuat rumah, sembuh dari penyakit dan masih banyak kegiatan lainnya. “ Sega kepel tersebut diserahkan kepada pengurus Masjid Wali Desa Loram Kulon. Kemudian didoakan dan diberikan kepada pengurus masjid, atau kepada warga yang tengah kebetulan tengah berada di lingkungan masjid atau kepada siapapun yang mau,” tutur Sekretaris Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Kudus , mantan Wakil Ketua Tim Inventarisasi Benda Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Diparbud) Kudus, Sancaka Dwi Supani,
Sega kepel itu sendiri, terdiri nasi putih yang dibungkus dengan daun pisang. Jumlahnya tujuh bungkus dan masing-masing bungkus isinya sekepalan tangan manusia (pembuatnya). Lalu ditambah dengan tujuh bungkus lauk bothok. Bothok itu sendiri bisa dengan bahan baku tahu, tempe, bandeng, ayam, ikan atau apapun bahannya yang bisa dimasak menjadi bothok.
Alif Sahrofi, salah satu pengurus Masjid Wali yang ditemu terpisah menyatakan, hampir setiap hari selalu ada warga yang menyerahkan sega kepel. Bahkan jika bersamaan dengan “musim hajatan”, jumlah sega kepel yang diserahkan mencapai puluhan “unit”. Saat berada di masjid setempat, sudah ada empat warga yang telah menyerahkan sega kepel. Dua diantaranya masih belum dimakan dan masih dibungkus dengan kain.
Atas ijin pengurus masjid, satu bungkus diantaranya dibuka Bothoknya dari bahan tahu yang dimasak bersama bungkusnya dari daun pisang. Sedang bungkus nasi putihnya juga dari daun pisang yang segar dan dibagian atasnya memakai “pengunci” dari karet gelang.” Bila tidak habis dimakan para jamaah, maka merbot masjid membagikan kepada warga di seputar masjid.” tutur Alif.
Selain tradisi sega kepel, tradisi unik lainnya yang juga masih diuri-uri warga Desa Loram Kulon, adalah kirab pengantin mengelilingi Masjid Wali sebanyak tiga kali. Lalu masih ada tradisi lainnya yang berlangsung setahun sekali, yang disebut ampyang muludan dan dilaksanakan setiap kali memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.(sup).