Cilacap, Elang Murianews (Elmu) – Sekretaris Desa (Sekdes) Kalisabok Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap Toifatun Nuriyah( TN)diduga diberhentikan sementara selama enam bulan oleh Kepala Desa (Kades) Ripan tanpa dilandasi dasar hukum yang jelas. Terutama dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 67 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
Dalam pasal 5 disebutkan ayat (1) Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat, ayat (2) Perangkat Desa berhenti karena a) meninggal dunia, b) permintaan sendiri dan c). diberhentikan, ayat (3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun, dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa dan melanggar larangan sebagai perangkat desa..
TN yang diangkat secara resmi menjadi Sekdes Kalisabok per 1 Februari 2017 ini, diberhentikan sementara melalui surat keputusan (SK)Kades Kalisabuk, nomor 3/ 2025. Tentang pemberhentian sementara saudara TN dari jabatannya sebagai Sekretaris Desa Kalisabok Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap, yang ditanda-tangani Ripan per 28 April 2025.
SK tersebut muncul atas pertimbangan surat camat kesugihan nomor 400.10.2/192/55 tanggal 11 Maret 2025 dan tindak lanjut dari konsultasi Camat Kesugihan sesuai surat camat nomor 400.10.2.2/276/ 55 tanggal 23 April 2025. Lalu mengingat undang undang nomor 13 tahun 1950 tentang pembentukan daerah daerah kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Tengah, undang undang nomor 6 tahun 2014, yang beberapa kali dirubah dan terakhir melalui undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Undang undang nomor 6/2014, yang kemudian dirubah menjadi undang undang nomor 3/2024.
Undang undang nomor 23 /2014 tentang pemerintah daerah, yang kemudian dirubah menjadi undang undang nomor 2 /2022 tentang cipta kerja dan menjadi undang undang nomor 23 tahun 2023. Peraturan pelakanaan undang undang nomor 6/2014 tentang desa. Dan peraturan daerah Kabupaten Cilacap nomor 4/ 2016 tentang pemberhentian perangkat desa.
Namun Kepala Desa Kalisabuk, Ripan, justru tidak mempertimbangkan dan mengingat Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 67 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa..
Jika mengacu pada peraturan tersebut, maka TN yang secara resmi menduduki jabatan sebagai Sekdes Kalisabuk sejak 1 Februari 2017 hingga sekarang (Rabu 15 Oktober 2025) atau setidaknya sejak diberhentikan sementara 28 April 2025, samasekali tidak/belum pernah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 67 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Khususnya pasal 5 ayat 1,2,3.
Menurut laman Ombudman RI 17 Februari 2023 yang berjudul Menyoal pemberhentian perangkat desa antara lain menyebutkan tentang penyebab pemberhentian perangkat desa. Diantaranya, mandulnya Rekomendasi Camat. Senjata kepala desa untuk memberhentikan perangkat desa yaitu telah mendapat rekomendasi /peranan camat. Semestinya, dalam memberikan rekomendasi, camat harus melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap permohonan kepala desa. Camat adalah penyaring utamanya. Namun acapkali kepala desa kongkalikong dengan camat, akhirnya surat sakti (rekomendasi) dengan gampang diperoleh kepala desa. Akhirnya banyak perangkat desa yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan (PTUN) Medan dan dimenangkan karena dasar pemberhentian perangakat desa tidak memenuhi syarat karena melanggar peraturan perundang-undangan.
Selain itu juga diungkapkan, secara bertingkat kepala desa harus berkoordinasi dengan Kecamatan, lalu kecamatan harus berkomunikasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tingkat kabupaten/kota, kemudian Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi dan terakhir Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi dapat berkoordinasi dengan Kementerian Desa.
Realita yang terjadi, lingkaran koordinasi ini untuk pemberhentian perangkat desa terputus. Akhirnya setelah muncul persoalan perangkat desa barulah melibatkan semua pihak. Lalu apa yang bisa dilakukan agar tidak terulang Kembali?
Apabila kepala desa terbukti melakukan pelanggaran dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa pasal 30 disebutkan Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Ayat (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. Untuk memutus mata rantai pemberhentian perangkat desa maka penerapan sanksi harus tegas oleh Kepala Daerah kepada Camat dan kepala desa sebagai pihak yang terlibat dalam pemberhentian kepala desa.(Sup)