Semakin Amburadul, Penanganan Sampah di Kudus

elangmur - Rabu, 26 Juni 2024 | 20:47 WIB

Post View : 176

Pemulung- di TPA Tanjungrejo sebelum dinyatakan kelebihan beban. foto dokumentasi sup

Kudus, Elang Murianews- Baru sekitar tiga bulan terakhir, sudah dua kali terjadi “gegeran” di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo Jekulo Kudus.  Kali pertama menurut pihak Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup(PKPLH) dipicu melonjaknya jumlah sampah sehubungan hari raya idul fitri serta  rusaknya alat berat. Kali kedua yang terjadi dua-tiga hari terakhir. Muncul lagi antrean panjang armada angkutan sampah, gegara alat berat tidak berfungsi.

                Ketua DPRD Masan yang memantau langsung ke TPA yang berjarak hanya sekitar 12 kilometer timur pusat pemerintahan , menuding kinerja Kepala PKPLH “elek” (jelek). Pemkab tak becus  dan sebaiknya diserahkan ke pihak tiga.

Ketua DPRD Kudus- Masan, saat meninjau TPA Tanjungrejo Jekulo Kudus, Selasa 25/6/2024. foto istimewa.

                Aklis warga Desa Gondosari Gebog sependapat jika pengelolaan sampah di Kota Kretek diserahkan ke pihak swasta. “Selama ditangani pemerintah yang penuh lika liku birokrasi tidak akan pernah persoalan sampah terselesaikan dengan tuntas. Begitu pula siapapun yang menjabat Kepala PKPLH dan  TPA Tanjungerjo. Apalagi pejabat yang bersangkutan latar pendidikan hingga jenjang kariernya bertolak belakang dengan persampahan,” tegasnya, Rabu (26/6/2024).

                Dan ini berkaitan erat dengan penolakan Kepala PKPLH Kudus Halil, terhadap anggaran tahun 2023 sebesar Rp 6 miliar untuk perluasan TPA Tanjungrejo. Dengan alasan yang dibutuhkan pengadaan alat berat. Sebab dengan armada alat berat yang memadai Halil menjamin”umur” TPA Tanjungrejo bisa diperpanjang paling tidak lima tahun ke depan.

                Akibat penolakan tersebut, menurut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Djati Solekah, dana itu dikembalikan ke kas daerah sebagai Silpa.” Sumber dana Rp 6 miliar Kegiatan Pengadaan Tanah untuk perluasan TPA Tanjungrejo pada Dinas PKPLH yang telah dianggarkan dalam APBD Kudus 2023 bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Karena  gagal dilaksanakan maka sampai dengan akhir tahun 2023 sisa anggarannya menjadi Silpa. Dengan beberapa  sisa kegiatan DBHCHT lainnya yang belum maksimal/tidak terserap, seluruhnya sebesar Rp 21miliar  masih dalam kas daerah Dan akan dipergunakan dalam Perubahan APBD tahun anggaran 2024 sesuai peruntukan Penggunaan DBHCHT (berdasarkan / sesuai dg PMK yg mengatur Penggunaan Dana DBHCHT).” tuturnya. Sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 77 tahun 2020 : selisih lebih realisasi penerimaan  dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.

Bupati Kudus- Hasan Chabibie di TPATanjungrejo April 2024. Foto istimewa.

                Silpa sebesar Rp 6 miliar tersebut menurut pejabat (Pj) Bupati Kudus, Hasan Chabibie diproyeksikan untuk membeli sejumlah peralatan untuk dioperasikan di TPA Tanjungrejo. Namun jauh sebelum APBD Perubahan 2024 disahkan,  sudah terjadi  “gegeran” di TPA Tanjungrejo. Pada umumnya APBD Perubahan disahkan pada September- Oktober. “Sebenarnya jika dana Rp 6 miliar 2023 itu dipergunakan sesuai keperuntukan /pendaan tanah/perluasan TPA mungkin akan menjadi berbeda persoalannya. Dan kemudian baru dianggarkan lagi untuk pengadaan alat berat,” ujar Masan.

Perhitungan tidak tepat

                Ketika anggaran ditolak kondisi riil TPA Tanjungrejo sebenarnya sudah dalam kondisi overload- kelebihan- tidak mampu menampung. Dan kondisi tersebut sudah diungkapkan Kepala UPT TPA Tanjungrejo Bambang Purnomo sejak 2021/2022.  Sekaligus mengajukan permohonan untuk perluasan TPA tapi tidak pernah dipedulikan. Termasuk alat berat , seperti  bulldozer, excavator dan loader.

                Sebab ketiga alat berat tersebut sangat berperan untuk menangani sistem Controlled Landfill yang ditrapkan di TPA Tanjungerjo. Yaitu pengelolaan sampah yang memakai alat berat untuk meratakan dan memadatkan sampah. Setelah dipadatkan, sampah tersebut kemudian akan dilapisi dengan tanah minimal sekali seminggu. Tujuan pelapisan ini adalah mengurangi bau, menekan perkembangbiakan lalat, serta meminimalkan keluarnya gas metana. Controlled landfill juga punya saluran drainase yang berfungsi mengendalikan aliran air hujan dan saluran untuk air lindi.

            Namun kenyataan di lapangan berbeda. Ketiga alat berat tersebut  sudah uzur, sehingga sering mogok/rusak. Akibatnya hasilnya tidak maksimal. Kecuali itu, TPA Tanjungerjo yang dibangun pada tahun  1991 di atas lahan seluas 5,6 hektar dan memiliki enam zona.  Tetapi pada pada tahun 2013 tinggal dua zona. Bahkan zona untuk pembuangan limbah (lindi) juga ikut tertimbun. Hal ini juga diperparah ketika sebagian  areal itu (sekitar satu hektar) dimanfaatkan untuk pembangunan Taman TPA. Meski akhirnya  sekitar hampir dua tahun terakhir taman itu diratakan dengan tanah, agar daya tampung TPA bertambah.

             Daya tampung dan pasokan  sampah TPA Tanjungrejo selalu berubah-rubah angkanya.Namun jika merujuk pada data dari Dinas KPLH , Sampah yang dipilah, dikumpulkan,diangkut, diolah, diproses akhir di TPA/TPST/SPA mencapai 121.865,69 ton dan disediakan anggaran Rp 5.861.199.900,- (Rp 5,8 miliar) (data dari rencana kerja perangkat daerah Kabupaten Kudus 2023).

              Persoalan sampah di Kudus sebenarnya sudah mulai diurai ketika Bupati Kudus dijabat Moch Tamzil (2003- 2008) menghadirkan mesin pembakar sampah yang ditempatkan di selatan Pasar Baru dan pembuatan pupuk granul di TPA Tanjungrejo. Mesin pembakar tidak pernah diperbaruhi/diganti hingga akhirnya dongkrok. Sedang pupuk granul yang sudah mulai produksi berhenti di tengah jalan karena tidak didukung aturannyang jelas/peraturan daerah.

        Saat Bupati Kudus berganti ke tangan Musthofa (dua kali periode 2008-2013, dan 2013-2018) nyaris tidak ada kegiatan penanganan sampah. Kecuali pembangunan pembangunan TPA Tanjungrejo yang menelan biaya besar dan controversial.

          Lalu saat beralih ke tangan Tamzil- Hartopo (2018-2023) terjadi Operasi Tangkap Tangan terhadap Tamzil , maka dilajutkan Hartopo, penanganan sampah mulai bergulir lagi. Antara lain ditandai dengan sejumlah perda tentang Bank Sampah. Adanya bantuan  bangunan dan mesin pemproses sampah organik dari pemerintah pusat, yang ternyata tidak berjalan dengan baik. Lalu muncul PT Djarum yang mengoperasikan  mesin pengolahan sampah organik berkapasitas minimal 20 ton/hari pada  April 2023. Perusahaan rokok skala besar ini juga akan membantu mesin pembakar sampah yang akan direalisir dalam beberapa bulan mendatang.

                Namun bila dirunut salah satu akar permasalahan sampah mampu terkurangi secara signifikan dengan proses awal  dari warga untuk memilah milah sampah belum dilakukan dengan baik ( memasyarakat) , maka  sulit teratasi.

           Apalagi  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 23 Mei 2018, mencanangkan Target Indonesia Bersih Sampah 2025 melalui pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025 "Pemerintah daerah harus menyusun Dokumen JAKSTRADA (Kebijakan Strategi Daerah) sebagai dokumen yang menggambarkan target capaian dan upaya pengelolaan sampah secara kuantitatif yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam program pengelolaan sampah secara terintegrasi mulai dari sumber sampai ke tempat pemrosesan akhir (TPA) dan dilaksanakan oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah", tegas Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati ,  pada acara Pendampingan Penyusunan Pedoman JAKSTRADA pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.(sup).

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single