Kudus,Elang Murianews(Elmu)- Terhitung sejak Kamis (18/7/’2024) Pengurus Daerah Perkumpulan Asosiasi Museum Indonesia Provinsi Jawa Tengah Wilayah II wilayah Kabupaten Pati, Kudus, Jepara, Demak Blora, Rembang dan Grobogan ( Pakujembaran) memiliki kantor sekretariat. Terletak di kawasan perusahaan jenang, museum jenang dan Gusjigang Jalan Sunan Muria 33. Asosiasi Museun Indonesia Daerah (Amida) Pakujembaran ini diketuai Sancaka Dwi Supani, yang cukup lama bergelut di bidang sejarah, budaya dan arkeologi.Dan dikukung penuh dari Setyo Budi Wibowo, anggota DPRD I Jateng , serta Muhammad Hilmy “bos” perusahaan jenang Mubarok/33 selaku pembina
Selain peresmian kantor sekretariat, juga digelar Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah . Dan diselingi penampilan tari tentang kisah Situs Patiayam Desa Terban Kecamatan Jekulo Kudus. Dilakukan lima penari remaja putri dari sanggar tari Bugenvil pimpinan Etik. Dan diakhiri kunjungan ke museum jenang yang didirikan sekitar enam tahun lalu.
Museum yang digagas Helmy, generasi kedua perusahaan jenang 33, dalam tempo cukup singkat mampu menarik banyak minat. Tidak hanya dari kalangan warga Kudus, tetapi juga berdatangan dari hampir semua kota/kabupaten di Jawa . Penataan ruangan, diorama, miniatur Menara, rumah kapal, proses produksi jenang, hingga ruang untuk belanja khususnya hasil produksi perusahaan jenang Mubaroq, berhasil menyedot puluhan hingga ratusan pengunjung.
Sementara museum Situs Patiayam yang berada sekitar 10 kilometer timur Museum Jenang juga tidak kalah menarik. Situs ini berada di Bukit Patiayam merupakan bagian dari Gunung Muria. Luasnya mencapai 2.902,2 hektar, yang tersebar di wilayah Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus ( 1.573,5 hektar) dan di wilayah Kecamatan Margorejo, Gembong, Tlogowungu Kabupaten Pati, 1.328,7 hektar Merupakan kawasan milik Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pati
Secara morfologi menurut Yahdi Zaim dari Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan kubah ( dome) dengan puncak ketinggian 350 meter di atas permukaan laut. Batuannya berumur sekitar 1 juta hingga 700.000 tahun atau pada masa plestosen yang mengandung fosil vertebrata dan manusia purba ( homo erectus)
Yahdi Zaim dalam penelitiannnya di tahun 1979, menemukan sebuah gigi prageraham bawah dan tujuh buah pecahan tengkorak manusia. Selain itu ditemukan pula sejumlah besar tulang belulang binatang purba. Antara lain Stegodon trigono chepalus (sejenis gajah purba), Elephas sp (juga jenis gajah), Cervus zwaani dan Cervus lydekkeri martin ( sejenis kera), Rhinoceros sondaicus ( sejenis badak), Susbrachygnatus dubvis (babi), Felis sp (harimau), Bos bubalus palaeokerabau ( sejenis kerbau), Bos banteng palaeo sondaicus ( sejenis banteng) dan Cocrodillus sp ( buaya).
Setelah itu Tim Pusat Penelitian dan Penggalian Benda Purbakala Jogja, April 1981, menemukan dua fosil gading gajah berukuran panjang 2,5 meter, berdiameter 15 centimeter di Bukit Patiayam wilayah Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati.
Akhir November 1982, Sukarmin, warga Desa Terban Kecamatan Jekulo (Kudus) juga menemukan dua fosil gading gajah di Gunung Nangka (bagian dari Bukit Patiayam), berukuran 3,17 meter dan 1,44 meter. Sampai sekarang masih disimpan di Museum Ronggowarsito Semarang.
Sedang Kepala Seksi Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Kudus, Sutikno pada saat yang hampir bersamaan juga menemukan fosil gading gajah di petak 22 Gunung Slumprit (bagian dari Bukit Patiayam).
Setelah hampir 23 tahun tidak ada penelitian dan penggalian dari lembaga resmi, pada tanggal 16-17 November 2005, Tim Balai Arkeologi (Balar) Jogja, yang terdiri dari Harry Widianto, Muhamad Hidayat dan Baskoro Daru Tjahjono“turun gunung” ke Bukit Patiayam yang kemudian dikenal sebagai Situs Patiayam.
Situs artinya, lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya (BCB), termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya. Situs Patiayam secara resmi baru ditetapkan sebagai BCB pada 22 September 2005, berdasarkan surat keputusan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah nomor 988/102.SP/BP3/P.IX/2005
Tim menemukan fragmen-fragmen fosil vertebrata (menurut kamus umum bahasa Indonesia, artinya binatang bertulang belakang)) yang diendapkan dalam lapisan tufa konglomeratan.
Selama dua hari terjun ke lapangan, Tim Balar menyimpulkan, fosil-fosil yang ditemukan di Situs Patiayam menunjukkan rentang waktu 1 juta hingga 500.000 tahun lalu. “Mereka, manusia dan binatangnya hidup di daerah kaki Gunung Muria, pada suatu lingkungan purba yang sangat intensif dikenai aktvitas volkanik Gunung Muria. Suatu persoalan yang belum terjawab adalah bagaimanakan bentuk budaya dari manusia purba (homo erectus), karena hingga saat ini belum ditemukan hasil budayanya,” ujar Harry Widianto.
Sabtu, 25 Februari 2006, dalam rangka memperingati hari ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia dan Hari Pers Nasional , PWI Pokja Kudus bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kudus dan Puslitbang Arkeologi Nasional Jakarta menggelar seminar bertajug Pengembangan Sumberdaya Arkeologi Situs Patiayam
Pembicaranya, antara lain : Dr Yahdi Zaim yang mengetengahkan “Patiayam Dalam Konteks Lingkungan Purba di Pulau Jawa pada kala Plestosen”, Dr Harry Widianto ( Kehidupan Manusia , Fauna dan Plora pada kala Plestosen), Dr Tony Djubianto dari Puslitbang Arkeologi ( Standar Penelitian Minimal dalam Penyelenggaraan Penelitian Arkeologi) dan Direktur Purbakala Dr Soeroso mengetengahkan Kebijakan Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya Arkeologi).
Seusai seminar, Tim Balar Jogja, bersama Puslitbang Arkeologi Nasional dan Geologi ITB Bandung diterjunkan ke Situs Patiayam, sejak 24 April – 5 Mei 2006, dan hasilnya dipaparkan juru bicara tim Harry Widianto di hadapan Bupati Kudus, M Tamzil.
Menurut Harry Widianto, distribusi temuan lebih teridentifikasi pada bagian selatan jelajah Gunung Slumprit dan sekitarnya yang merupakan daerah paling padat temuan.Formasi Slumprit merupakan satuan batuan utama pengandung fosil yang berumur antara 500.000 – satu juta tahun lalu.(sup)