Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Dalam dua minggu terakhir Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Kudus yang diketuai Bupati Kudus, Samani Intakoris berbaur langsung dengan , dinas/instansi, perusahaan, mahasiswa , hingga komunitas lingkungan,untuk resik- resik Sungai Gelis dan Sungai Tumpang.
Kegiatan serupa juga pernah dilakukan pimpinan daerah, dinas /instansi terkait yang terdahulu dan semua itu patut dihargai. Namun layak pula dipertanyakan, karena kegiatan itu tidak “garis lurus”. Melainkan bengkak bengkok memanjang tak bertitik. Akibatnya, bersih- bersih sungai selama ini nyaris tidak efektif - tidak menyelesaikan banyak “kasus” yang melanda sungai ini. Dan diduga (maaf) sekedar “tebar pesona”.
Sebab, yang “diresiki” hanya di lingkup yang sangat kecil. Padahal misalnya ,Sungai Gelis yang berhulu di kawasan Gunung Rahtawu Desa Rahtawu Kecamatan Gebog . Bermuara di bangunan pelimpah ( spillway) Dukuh Goleng Desa Pasuruhan Lor Kecamatan Jati Kudus dan panjangnya sekitar 33,05 kilometer.
Dari panjang sungai tersebut, sebagian besar tidak bertanggul. Baru sekitar delapan kilometer yang telah dinormalisir, yaitu dari seputaran jembatan sebelah barat SMA Taman Siswa Desa Demaan- hingga seputar Jembatan Kencing. Sungai ini tercatat memiliki 13 anak sungai.
Ketika menelusuri sepanjang 8 kilometer yang telah dinormalisasi sejak sekitar 3-5 tahun terakhir, pada Selasa – Rabu ( 17- 19 Juni 2025), pendangkalan alur sungai yang menonjol. Di banyak titik ditemukan, lahan lahan lapang di kanan kiri dalam tembok beton bertulang, sehingga alur sungai menyempit. Kemudian di sepanjang tembok pengaman kanan kiri, terlihat banyak sekali pralon maupun bis beton dari ukuran kecil, menengah dan besar. Fungsinya sebagai sarana pembuangan limbah rumah tangga hingga limbah industri rumah tangga.
Selain itu ditemukan banyak titik timbunan sampah dan ceceran sampah . Kemudian tanaman bambu yang dibiarkan tumbuh liar. Padahal bila ditanam secara teratur, dipangkas secara periodik, menjadi penguat tanggul alami . Sedang jumlah rumah penduduk – terutama dinding belakang- baik yang bertembok bata maupun anyaman bambu atau kayu, yang melewati tanggul sungai , relatif sedikit.
Terbagi empat titik
Lalu ketika membaca hasil tulisan yang tertuang dalam jurnal teknik lingkungan Universitas Diponegoro Semarang (2017), Sungai Gelis terbagi menjadi empat segmen. Yaitu (1) Rahtawu- Jembatan Desa Jurang sepanjang 16 kilometer, (2) Jembatan Desa Jurang – Bendung Kedung Gupit Desa Panjang (6 kilometer), (3) Bendung Kedung Gupit – Jembatan Ploso (3 kilometer) dan Jembatan Ploso – Jembatan Jati Kulon (Kencing) (4 kilometer).
Dari ke empat segmen tersebut, maka yang nyaris aman dari pencemaran lingkungan adalah Rahtawu- Jurang dan Jurang- Bendung Klumpit. Sedang Kedung Gupit- Jembatan Ploso serta Jembatan Ploso – Jembatan Kencing, lingkungannya sudah tercemar.
Lalu itu merunut pada penjelasan Subiyanto, staf Pengendalian dan Pendayagunaan Balai Pekerjaan umum sumber daya air dan penataan ruang Sungai Serang, Lusi, Juwana (Seluna) Kudus, saat sosialiasi Perda nomor 9 tahun 2013 tentang Perubahan atas peraturan daerah Provinsi Jateng nomor 11 tahun 2004 tentang Garis Sempadan di Balai Desa Rahtawu, Selasa (21/8/2018). “.” Ada 23 bangunan di tepi sungai di Rahtawu yang jelas melanggar aturan. Seperti batu cat, itu semestinya juga tidak boleh,” tuturnya.
Sebagian besar bangunan berupa obyek atau sarana prasarana wisata. Dan Desa Rahtawu baru ditetapkan sebagai desa rintisan wisata melalui surat keputusan bupati Kudus Hartopo per 2 Juli 2020 dengan nomor 556/121/2020. Meski sebagian warga sudah “bergerak dan menabrak “ peraturan perundangan sejak sekitar 2013.
Sedang Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali – Juwana, Muhammad Adek Rizaldi, dalam pengumunan tertulis bernomor 02/PENG/Ao/2023 tertanggal 16 Januari 2023 tentang Larangan pemanfaatan ruang bantaran sungai dan sempadan sungai antara lain : BBWS Pemali Juwana tidak pernah memberikan kewenangan kepada siapapun dan pihak manapun dalam bentuk ijin dalam hal pemanfaatan ruang bantaran dan sempadan sungai yang tidak sesuai peruntukannya,”
Ini sebagai wujud pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan, antara lain melalui konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air, sesai Undang Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, dalam pasal 25, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya kondisi tata air daerah aliran sungai, melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan/atau prasarananya, hingga kegiatan yang mengakibatkan terganggunya upaya pengawetan air dan mengakibatkan pencemaran air."
Namun sampai dengan Sabtu , 21 Juni 2025 atau selama enam tahun lebih, tidak ada satupun bangunan yang melanggar tersebut ditindak, ditertibkan, apalagi digusur. Bahkan dengan semakin melonjaknya jumlah wisatawan yang berdatangan ke Desa Rahtawu, pihak-pihak yang bersangkutan sengaja terus mengulur-ulur waktu dan ada dugaan “ dipeti eskan”.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali – Juwana yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap sungai hingga waduk nyaris tidak berdaya menghadapi banyak kasus yang terjadi di wilayah kerjanya, Oleh karena itu, langkah Bupati Kudus, Samani untuk ikut resik resik sungai, secara tidak langsung, atau langsung meringan beban BBWS Pemali Juwana. Apalagi resik resik sungai tersebut secara bertahap dibudayakan.
Misalnya, setiap hari Jumat atau hari libur ( hari Minggu) ada gerakan gotong royong bersih-bersih sungai yang terkoodinir secara rapi. Agar gerakan ini tidak kandas di tengah jalan, karena salah satu penyebabnya bosan. Maka bisa dicegah dengan adanya lomba berhadiah.
Pengalaman saat studi banding ke Malaysia, di negeri jiran ( negara tetangga dekat) ini memiliki “armada”/ satuan kerja yang bertugas khusus setiap hari jam kerja membersihkan sungai dan selokan. De ngan demikian pada umumnya sungai –sungai yang berada di Malaysia, terlihat bersih dari sampah. Dan jernih airnya karena terbebas dari limbah cair. (Sup).