Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Puncak kemarahan warga Desa Tanjungrejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus terkait tidak becusnya pemerintah kabupaten-utamanya Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) dalam menangani Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungerjo dilampiaskan dengan unjukrasa Kamis pagi ( 16 Januari 2025). Lalu diakhiri penutupan TPA, dengan cara mengunci pintu besi di sisi utara yang berhadapan dengan kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT). Bahkan dibentangkan spanduk dan malah diberi tambahan tanah urug. Dengan tujuan truk truk pengangkut sampah tidak bisa lagi ke luar masuk TPA lagi. Begitu pula depan pintu di sisi selatan diuruk tanah. Pintu ini sudah cukul lama tidak difungsikan dan lorongnya malah juga dipakai tempat penampungan sampah yang telah dipilah di dalam TPA. Itu milik pemungut sampah.
Namun Kamis siang sekitar pukul 15.00 WIB, saat Elmu kedua kalinya datang ke TPA, pintu besi sudah terbuka lebar. Urukan tanah sudah diratakan. Lalu terlihat sebuah mobil plat merah diparkir di depan kantor UPT. Kemudian tampak sebuah mobil warna putih, sebuah alat berat yang nampaknya baru diperbaiki dan sebuah alat berat lainnya tengah dioperasikan. “Hanya (untuk) memasukan alat berat Sampah dari luar tetap tidak kita ijinkan masuk,” ujar Kepala Desa Tanjungrejo, Christian Rahadiyanto, ketika dikonformasi hal ini lewat Whatsapp (WA) Kamis malam.
Dan sebelumnya Christian saat ikut orasi yang dihadiri ratusan warga yang berada di dalam TPA maupun di tepi jalan seputar pintu gerbang menyatakan “ Saya selaku kepala desa ikut bertanggung jawab terhadap unjukrasa dan penutupan TPA ini. Tidak ada negoisasi. Harus tutup. Siapapun yang akan membuka penutupan/penyegelan harus seijin kepala desa. Kami juga menolak adanya perluasan TPA di Desa Tanjungrejo” tegasnya..
Menurut Christian sudah seringkali dan berjalan beberapa tahun, “kasus” TPA Tanjungrejo yang dibangun pada tahun 1991 ia telah melaporkan secara lesan dan tertulis kepada pimpinan daerah, dinas/instansi terkait. Para pejabat juga sering menggelar rapat koordisasi. “Tetapi tidak ada bukti konkrit penanganannya. Bahkan terakhir kali pada pertengahan tahun 2024 saya sudah menjadwalkan untuk bertemu dan berdialog langsung dengan Penjabat Bupati Kudus, Hasan Chabibie tidak digubris. Chabibie sudah lengser dan digantikan penjabat Bupati Kudus , Herda Helmijaya Senin, 13 Januari 2025.
Sedang Koordinator Forum Ketua Rukun Warga (RW) Desa Tanjungrejo, Abdul Padi menyatakan , aksi penutupan TPA dilatar-belakangi tidak becusnya Pemkab /Dinas PKPLH dalam menangani TPA. Akibatnya .“Warga RW 4, 9 dan 10 banyak yang menjadi korban. Dari gatal gatal, diare, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) sehingga harus berobat ke Puskesmas. Sumur, sungai, lahan sudah tercemari limbah. Lalu masih diperparah dengan bau busuk yang menyebar ke mana-mana,” ujarnya berapi-rapi.
Bahkan sempat ada sejumlah warga yang dijanjikan memperoleh pasokan gas untuk kebutuhan rumah tangga. “Mereka sempat didaftar. Nyatanya proyek biogas ini sampai sekarang tidak pernah terwujut. Penuh janji janji kosong. Penderitaan kami sudah berlangsung bertahun-tahun. Jadi TPA harus ditutup. Mana solusinya, tolong dijelaskan sekarang,” tambah Abdul Padi,
Lalu muncullah Kepala PKPLH Kudus, Abdul Halil yang didampingi Kepala UPT TPA Tanjungrejo, Eko Warsito. “Saya akan segera membersihkan sampah yang berada bekas jalan seputar taman. Dengan tujuan agar armada truk sampah bisa leluasa masuk hingga di sisi selatan. Mari kita berdialog di dalam kantor UPT” ujarnya. Namun diprotes dan diteriaki warga karena itu bukan solusidan sekedar basa basi saja. Abdul Halilpun terdiam tidak berkutik.
Mengejar Fee.
Abdul Halil sangat berperan ketika menolak APBD Kudus 2023 sebesar Rp 6 miliar untuk perluasan TPA Tanjungrejo. Sebab akan lebih baik dan efsien jika diwujudkan untuk pembelian alat berat. Hali berhasil dan pada Oktober 2024, Dinas PKPLH Kudus diganjar Rp 4, 2 miliar dari APBD 2024 untuk pembelian sebuah bulldozer.
Ternyata bulldozer warna kuning tersebut tidak mampu ,menangani sampah seperti yang dijanjikan Halil, Bahkan menurut kalangan “orang dalam” sendiri, Hali diduga hanya sekedar mencari “fee” (imbalan) dalam jual beli bulldozer sekitar 10-30 persen. Atau paling tidak menerima Rp 400 juta.
Jika memang benar menerima fee sebesar itu seharusnya masuk ke kas negara /daerah. Namun menurut peraturan perundangan yang berlaku, fee aatu lebih tepatnya gratifikasi memang menjadi larangan bagi setiap pejabat/ aparat sipil negara (ASN). Selain itu Halil diduga juga menjual sejumlah pohon turus jalan di seputar desa Puyoh Kecamatan Dawe kepada warga desa setempat seharga Rp 5 juta tunai. Dan kasus penebangan kayu yang melibatkan oknum swasta dan Dinas PKPLH Kudus, masih dalam proses pihak Polres Kudus. Ada empat warga yang sudah dimintai keterangan. Sudah berjalan beberapa bulan lalu dan sampai sekarang belum diketahui kelanjutannya. Catatan lain, Halil juga pernah berurusan dengan Badan Pemeriksa Keuangan.(BPK)
Halil yang Kamis pagi mengenakan baju putih sempat “dijepret” media saat bersama Bupati Kudus terpilih Samani Intakoris di depan pintu besi TPA Tanjungrejo ketika poses “penyegelan”. Banyak pihak yang mempertanyakan kehadiran Samani. Sebab , ia bersama Wakil Bupati Kudus terpilih sampai saat ini belum dilantik. Lalu sudah ada dan dilantik penjabat Bupati Kudus, Herda Helmijaya, per Senin 13 Januari 2025. (Sup)