Antara Patung Biawak Wonosobo dan Patung Gajah Kudus

elangmur - Jumat, 9 Mei 2025 | 08:09 WIB

Post View : 60

Patung Biawak - di Desa Krasak Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo yang dibangun hanya dengan biaya Rp 50 juta. Foto istimewa.

Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Ketika  patung atau  biawak yang berada di Desa Krasak Kecamatan Selomerto  Kabupaten Wonosobo viral (menyebar dengan sangat cepat dan luas, seolah-olah seperti virus yang menular dari satu orang ke orang lain di internet) lalu teringat dengan Taman Wisata Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Termasuk “replika “ gading gajah di pintu gerbang  desa ini yang terletak di tepi jalan negara Kudus – Pati .

            Patung biawak setinggi 6,7 meter yang dibuat perupa Ari Anto  - kelahiran Wonosobo, 15 Desember 1981, dan banyak dikunjungi warga dan viral di media sosial, karena tingkat kemiripannya nyaris sama  dengan wujud aslinya. Lagi pula biayanya hanya Rp 50 juta. Jauh lebih murah dibanding Tugu Gajah di Gresik, Jawa Timur, yang menelan anggaran Rp 1 miliar. Tugu Pesut di Samarinda, Kalimantan Timur (Rp 1,1 miliar), Taman Wisata Desa Terban  (Rp 450 juta) dan replika  gading gajah yang oleh warga Desa Terban sebagai  “sisil untu” dengan biaya Rp 100 juta.

            Menurut Arianto, seperti yang dikutip dari harian Kompas, Jumat (9/5/2025), pembangunan patung biawak (Varanus salvator ) dimulai pada akhir Januari dan  rampung di pengujung Maret- lima hari jelang Idul Fitri 2025. Selain itu, tidak ada bahan-bahan khusus yang digunakan untuk membuat patung itu. Hanya campuran semen, batu, pasir, dan kerangka besi untuk penguat struktur patung. Ia yakin dengan struktur bangunan dan  kualitas bahan menjadikan patung itu akan bisa awet.

              Bapak dari dua orang anak ini menambahkan,  agar mampu membuat patung yang mirip dengan biawak asli, Ari sampai harus membeli dan memelihara biawak. Selama tiga hari, ia  memperhatikan setiap gerak-gerik biawak hingga setiap bagian tubuh reptil itu. Setelah tiga hari dipelihara, biawak itu kembali dilepaskan ke alam.

              Selain menghabiskan waktu berhari-hari untuk mengamati biawak, Ari juga menyebut, manajemen menjadi kunci keberhasilan dalam membuat patung biawak dengan anggaran yang ada. ”Yang terpenting itu manajemen anggaran dan manajemen orang. Jadi, bagaimana kita bisa menggunakan tidak terlalu banyak orang, tetapi kerjanya efektif. Di satu sisi juga harus diatur supaya dapur saya bisa tetap ngebul,” ucapnya. Selama proses pembangunan , alumnus Institut Seni Indonesia (ISI ) Surakarta 2003 ini  melibatkan enam warga desa setempat,

            Menurut Ari, patung biawak dibangun sebagai sarana pengingat bagi masyarakat akan sejarah hubungan antara biawak dan Desa Krasak. Patung itu juga diharapkan menjadi salah satu ikon Wonosobo. ”Arah gerak patung biawak itu menggambarkan keramahtamahan, menghadap ke jalan atau menyambut kedatangan tamu, para sedulur dari arah selatan, seperti Banjarnegara, Banyumas, Jakarta, dan lainnya.

              Ari berharap, patung biawak yang dibuatnya bisa dinikmati semakin banyak orang dan membuat orang-orang yang melihatnya senang. Selain itu juga diharapkan bisa mendekatkan dunia seni kepada masyarakat setempat. Dengan demikian, masyarakat bisa semakin mencintai kesenian dan memahami seni sebagai sarana edukasi ataupun terapi.”Tugas seniman itu menciptakan, tugas pemerintah itu melestarikan, tugas masyarakat itu merawat dan mendukung. Tugas saya menciptakan patung biawak itu sudah selesai, selanjutnya saya serahkan kepada masyarakat karena itu sudah milik masyarakat untuk dijaga sama-sama,” katanya.

             Patung biawak ini adalah hasil karya ketiga untuk umum , Dua lainnya patung kuda dan patung ganesha-  patung artistik untuk penginapan. Sedang biawak, adalah satwa endemik Desa Krasak, yang hingga sekarang masih hidup lestari di wilayah tersebut. Selain itu, di Desa Krasak ada sebuah jembatan peninggalan masa kolonial yang diberi nama Jembatan Miyawak. Miyawak adalah istilah yang digunakan masyarakat setempat untuk menyebut biawak.

Gajah Purba

             Sedang tugu wisata Terban, dibangun  di dekat jembatan beberapa puluh meter dari komplek Museum Patiayam dan Kantor-Balai Desa Terban.Atau  sekitar 500 meter dari jalan raya Kudus- Pati kilometer 12. Dibangun juga dari dana aspirasi- APBD Kudus  2016 sebesar Rp 475.011.000 dan digarap CV Eka Jaya.  Ini merupakan tugu wisata ke-4 yang dibangun bersamaan dan dibiayai dari dana aspirasi. Tiga tugu wisata lainnya adalah  berada di Desa Jepang Kecamatan Mejobo, Desa Kaliwungu Kecamatan Kaliwungu dan Desa Wonosoco Kecamatan Undaan

             Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus, Yuli Kasianto ,  bentuk atau desain gerbang khusus itu disesuaikan dengan kekhasan –keunggulan masing-masing desa yang bersangkutan. “ Desa Terban disesuaikan dengan keunggulan desa setempat yang dikenal sebagai Situs Patiayam, salah satu situs yang sejajar dengan Situs Manusia Purba Sangiran (Sragen) yang telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia. Primadona Situs Patiayam adalah gajah purba (  stegodon trigono chepalus), sehingga desainya gerbangnya berupa tiga ekor gajah dengan gadingnya dengan bahan kuningan,” tuturnya 3 Januari 2017.

         Berdasarkan penjelasan  Kepala Balai Arkeologi (Balar) Jogja, Siswanto,  ukuran dan bentuk  replika gajah purba sebaiknya berdasarkan temuan fosil stegodon trigono chepalus di Situs Patiayam Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Fosil gadingnya yang pernah ditemukan berukuran 2,73 meter dan 3,70 meter. Sedang tingginya diperkirakan rata-rata tiga meter,”. Supaya  lebih proporsional , replika gadingnya satu banding satu dan juga bentuk tubuhnya,” tuturnya.

           Namun melihat kenyataan di Tugu Wisata Terban, “tiga ekor” gajah yang dibangun selain ukurannya relatif kecil, juga seluruh badannya sangat tipis- atau hanya setebal lempengan besi sebagai bahan bakunya. Sedang “asesoris” tugu hanya sebatas lampu hias (sudah lama rusak) dan sejumlah eneka jenis bunga.

Tugu Wisata Desa Terban- Kecamatan Jekulo Kudus dibangun dengan dana aspirasi APBD Kudus 2016 sebesar Rp 450 juta. Foto sup. (September 2023)

             Sementara tugu berbentuk  gading gajah, yang dibangun sebelum pembangunan tugu wisata, malah lebih parah. Dilhat dari sisi bentuk , ukuran yang tidak menggambarkan  keaslian gading gajah, serta biaya pembangunan  yang tumpang tindih- tidak diketahui secara pasti besarannya. Rumornya mengahbiskan biaya Rp 100 juta. Masih beruntung , karut marut pembangun Tugu Wisata dan Tugu “tertutupi” dengan dibangunnya Museum Situs Patiayam yang berisi berbagai koleksi temuan fosil selama puluhan terakhir ini. Serta ikut “cawe-cawenya”  Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat beserta tim arkeloginya, yang sempat  terjun ke lapangan dan menemukan sejumlah fosil. Kapan Situs Patiayam viral ? Itu nampaknya lebih tergantung pada Pemkab Kudus- khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisatanya sebagai ujung tombaknya. (sup)

Tugu Gading Gajah- di pintu gerbang Desa Terban- yang oleh warga setempat sebagai " sisil/slilit untu". Dibangun dengan biaya sekitar Rp 100 juta. Foto sup ( September 2023)

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single