Dandhangan, Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

elangmur - Selasa, 18 Februari 2025 | 09:36 WIB

Post View : 320

Gerbang - tradisi Dandhangan di Jalan Sunan Kudus, awal Maret 2024. Foto sup.

Kudus, Elang Murianews (Elmu) –Rabo besok (19/2/2025) tradisi Dandhangan  akan dibuka dan berlangsung hingga Jumat (28/2/2025). Sebuah tradisi menyambut kehadiran bulan Ramadan di Kabupaten Kudus. Tahun ini ditandai dengan kehadiran 450 lapak yang sebagian besar  berada di Jalan Sunan Kudus  dan menyajikan berbagai jenis-macam dagangannya, sehingga di seputar lokasi muncul bagai pasar tiban.- pasar dadakan.

Tabuh bedhug- di puncak Menara Kudus yang dilakukan Penjabat Bupati Kudus Hasan Chabibie awal Maret 2024 Foto istimewa.

             Dandhangan – konon berasal dari bunyi bedhug – dhang-dhang-dhang yang ditabuh di seputar Masjid Al Aqsa atau Al Manar sekaligus pengumuman  langsung dari Jafar Shodiq alias Sunan Kudus  tentang awal dimulainya Ramadan . Masjid ini menurut  buku Kudus Purbakala Dalam Perjoangan Islam  yang ditulis Sholichin Salam, dibangun Sunan Kudus tahun  956 Hijriah atau tahun 1549 Masehi.Jika mengacu pada tulisan Sholichin Salam tersebut, maka “umur “ Dandhangan”  sudah mencapai 476 tahun.

              Namun menurut :  menurut Ahmad Kastono Abdullah Hasan (Aka Hasan), peneliti sejarah Kerajaan Demak Bintoro dan Walisongo,  Jafar Shodiq lahir di Demak pada tahun 1441 Masehi (M) dan meninggal di Kudus pada tahun1550 M.- dalam usia 109 tahun. Beliau  menetap di Kudus baru pada tahun 1525, sehingga “umur” Dandhangan malah jauh lebih “tua”, yaitu  500 tahun lalu. Atau lima abad lalu.

Menara &Masjid Al Aqsa - menjelang pagi pada buka luwur 2024. Foto sup

              Dan terhitung sejak Selasa ( 6/12/2021) ditetapkan Kementerian pendidikan kebudayaan riset teknologi (Kemendikbudristek) sebagai Warisan Budaya Tak Benda( WBTb). Bersama dengan  289 WBTb lainnya dari berbagai kota/kabupaten di seluruh Indonesia. WBTb itu sendiri kali pertama dilaksanakan pada tahun 2013.

              Menurut Menteri Dikbudristek  Nadiem Makarim, penetapan WBTb Indonesia ini adalah upaya pemerintah pusat dalam menjaga nilai-nilai asli dari bangsa Indonesia."WBTb merupakan filosofi, sumber pengetahuan, dan juga identitas bangsa Indonesia. Kebudayaan adalah sesuatu yang hidup dan menghidupi, memberi kita nyawa dan budi,"  ujarnya.

              Lalu “Mas” Nadiem Makarim menegaskan , penetapan WBTb tidak boleh berhenti hanya sampai penyerahan sertifikat WBTb. Tetapi harus menindaklanjutinya dengan aksi-aksi nyata dalam melestarikan dan memajukan kebudayaan Indonesia.

Selain Dandhangan, ada  12 acara serupa yang digelar di berbagai kabupaten/kota di Indonesia : Yaitu, seperti yang dikutip dari Detim.com,

  1. Meugang (Aceh) ditandai dengan cara menyembelih kambing, kerbau, atau bahkan sapi sebelum memasuki bulan puasa.Telah berlangsung sejak 1400 Masehi.
  2. Marpangir (Sumatera Utara) bentuk pembersihan diri, dengan ramuan seperti bunga-bunga dan jeruk purut.
  3. Malamang (Sumatera Barat)-dengan membuat lemang berbahan ketan, santan, daun pisang dan bambu.
  4. Pacu Jalur (Riau)- tepatnnya di Kabupaten Kuantan Singingi menggunakan kapal panjang yang digerakkan beberapa orang dewasa. Nantinya, setiap peserta akan bertanding menuju garis akhir dan para pemenang akan dilombakan hingga mendapatkan juara.
  5. Bebantai (Jambi) : tradisi membantai atau memotong hewan seperti kerbau dan sapi.
  6. Ziarah Kubro (Sumatra Selatan) : kegiatan zirah massal ke makam-makam para ulama dan pendiri kesultanan Palembang Darussalam, atau kerap juga disebut 'waliyullah'.
  7. Belangiran (Lampung) : mandi suci dengan syarat air langir, bunga tujuh rupa, setanggi, dan daun pandan.
  8. Nyorog (DKI Jakarta) memberi bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua.
  9. Papajar (Jawa Barat) rekreasi dan makan-makan. Bersama di atas tikar.
  10. Padusan (Yogyakarta) termasuk sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah :berduyun-duyun membasuh atau mandi di sumur atau sumber-sumber mata air.
  11. Beli Emas (Jawa Timur)- tradisi menyambut Ramadan yang satu ini berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Ditandai dengan masyarakat akan belanja perhiasan emas .
  12. Mattunu Solong (Sulawesi Barat) : beramai-ramai menyalakan pelita (cahaya). Pelita yang telah ditempatkan pada seluruh bagian rumah, di antaranya pagar, halaman, anak tangga, pintu masuk hingga dapur.(sup).

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single