Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Dinas kebudayaan dan pariwisata (Disbudpar) Kudus harus berbicara dalam konteks pelestarian cagar budaya jembatan Karangsambung. Namun “berbicaranya aneh”, karena jembatan itu bukan atau belum Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB).
Hal itu terungkap, ketika Elmu konfirmasi kepada Moh Rosyid selaku dosen ilmu sejarah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus dan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar Kudus, Edi Supratno secara terpisah Selasa (10/12/2024), tentang pembongkaran total jembatan Karangsambung.
Jembatan Karangsambung terletak di perbatasan Desa Besito Kecamatan Gebog dengan Desa Bae Kecamatan Bae Kudus. Dibangun pada era kolonial abad XVI- XIX dan tergolong cagar budaya. Hal ini merujuk undang undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
Pada BAB III : KRITERIA CAGAR BUDAYA( Bagian Kesatu Benda, Bangunan, dan Struktur) pasal 5 disebutkan : Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Menurut Moh Rosyid, jembatan di satu sisi sebagai urat nadi kehidupan warga dan di sisi lain sebagai cagar budaya, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kudus sebagai instansi yang berwenang harus bersuara dalam kontek pelestarian cagar budaya. “Bila kondisi fisik jembatan memungkinkan tetap digunakan, maka menambah jembatan baru di samping jembatan lama agar cagar budaya tetap lestari. Sebaliknya bila tidak memungkinkan dipertahankan, maka perlu rundingan antara Disbudpar dengan PUPR. Hal ini yang belum menjadi pembicaraan yang dipahami atau diketahui publik” ujarnya.
Sedang menurut Edi Supratno, jembatan Karangsambung bukan /belum termasuk Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB). “Walau jembatan tersebut memiliki nilai historis tersendiri, namun itu bukan termasuk ODCB. Itu berdasarkan cek data dari teman di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus yang memegang data” tuturnya.
Namun data tersebut samasekali tidak diungkapkan. Dan berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 1 tahun 2022 tentang register nasional dan pelestarian cagar budaya : ODCB adalah benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya.
Pencarian ODCB melalui penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan: Bekerja sama dengan lembaga penelitian di bidang arkeologi milik Pemerintah Pusat dan/atau lembaga pendidikan di bidang arkeologi milik Pemerintah Pusat; Menggunakan pendekatan metode dan prosedur Penelitian arkeologi dan disiplin ilmu bantu lainnya sesuai dengan karakteristik objek kajian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11 (1) Menteri berkewajiban melakukan pencarian terhadap ODCB. (2) Gubernur dan bupati/wali kota dapat melakukan pencarian ODCB setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Tak terbantahkan
Padahal menurut catatan Elmu, sebelum istilah ODCB muncul, Disbudpar Kudus, sebenarnya untuk kali pertama sudah menerbitkan Buku Investarisasi Benda Cagar Budaya Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Situs Menara Situs Muri dan sekitarnya pada tahun anggaran 2007.
Buku ini disusun Tim Iventarisasi Benda Cagar Budaya yang terdiri dari penasihat Brata Subagya, ketua Ahfas Muntohar, wakil ketua Sancaka Dwi Supani, sekretaris Suyanto. Anggota Ngasirun, Gozali, Arif Joko Cahyono dan Dinol Haq Amin.
Dalam buku setebal 74 halaman ini memang tidak ada yang spesifik menulis tentang keberadaan Jembatan Karangsambung. Namun itu ada kaitannya dengan rumah sinder pabrik gula, gedung balai benih/balai ternak yang dibangun pada abad ke XVI- XIX dan terletak di Desa Besito.Sementara jembatan Karangsambung berada sekitar beberapa ratus meter sebelah barat dari rumah sinder dan gedung balai ternak.
Buku yang diedarkan terbatas tersebut sebenarnya sedikit banyak memperjelas Keputusan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Provinsi Jawa Tengah, Drs Endjat Djaenuderadjat per 27 November 2005.
Keputusan BP3 tersebut menetapkan daftar benda cagar budaya tak bergerak Kabupaten Kudus 2005 sebanyak 89 buah.. Dengan rincian jenis : 10 masjid, 2 (dua) gapura, 8 (delapan)makam, 1 (satu)pabrik, 10 rumah/rumah tinggal, 14 gedung, 2 (dua) gereja, 1 (satu) stasiun kereta api, 1 (satu) paleolik (prasejarah), 33 rumah adat, 2 (dua) kelenteng, 2 (dua ) situs, 1 (satu) gua. Dari 89 benda cagar budaya tersebut satu diantaranya dianulir, yaitu Gedung KNPI di Jalan Acmad Yani nomo 6 dicoret. Dengan alasan keliru.
Menurut Sancaka Dwi Supani yang ditemui pada Rabu ( 11/12/2024), bangunan itu- termasuk jembatan Karangsambung , mempunyai nilai sejarah dan arsitektur gaya khas. “ Seharusnya dilestarikan karena juga terkait dengan ilmu pengetahuan sosial tentang sejarah pabrik gula (PG) di Kudus sekitar tahun 1880” tuturnya.
Sebelum PG Rendeng berdiri pada tahun 1840, tambah Supani daerah Besito dan Gondosari sudah berdiri lebih dahulu pabrik gula. Meski masih serba tradisional. Seperti pengangkutan hasil tebangan tebu dengan lori dan lori itu ditarik dengan kerbau. Meski tahap berikutnya lori ditarik/dijalankan dengan lokomotif. “Ini juga termasuk sejarah alat transportasi PG” katanya.
Masih menurut Supani, dengan lengsernya Brata Subagya yang kemudian digantikan Abdul Hamid, Hadi Sucipto, Sunardi, Yuli Kasiyanto, pelaksana tugas Rahma Hariyanti, Wahyu Haryanti, Bregas Catursasi dan Mutrikah, belum lagi memunculkan buku baru tentang benda cagar budaya di Kudus. Atau sekitar 17 tahun terakhir.
Namun pada sekitar tahun 2019, Disbudpar Kudus sempat “memiliki” Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang diketuai Edi Supratno. Dan menurut UU nomor 11/2010 tentang cagar budaya, TACB adalah Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.
Lalu : Tenaga Ahli Pelestarian ( orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya.)
Ada pula Kurator (orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggung jawab dalam pengelolaan koleksi museum) Dan Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.
Di bagian pendaftaran inilah sebenarnya salah satu kunci pembuka tabir Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Diduga bagian pendaftaran inilah yang tidak bekerja maksimal ( tidak turun ke lapangan dan tidak punya data lengkap) untuk membuka sosok lebih dahulu tentang jembatan Karangsabung, yang menjadi konteks. Itu belum lagi menyangkut obyek lainnya. Padahal semua ini dimanatkan dalam UU nomor 11/2010 tentang cagar budaya.(Sup).