Gereja Tua Kayuapu, “Dianaktirikan”.

elangmur - Jumat, 20 Desember 2024 | 21:22 WIB

Post View : 191

Menara/puncak gereja GITJ Kayuapu- masih asli buatan tahun 1846. Foto Sup.

Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Gereja tua  bernama Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ)yang berada di Dukuh Kayuapu Desa Gondangmanis Kecamatan Bae Kabupaten Kudus diduga “dianak-tirikan”  Dinas kebudayaan dan pariwisata (Disbudpar) Kudus. Sebab, pada “usianya” yang ke- 160 tahun , belum/tidak ditetapkan sebagai cagar budaya. Ini berbeda dengan cagar budaya lainnya di Kudus yang tercacat  hingga ditetapkan sebagai cagar budaya.        

Pendeta GITJ Kayuapu- Slamet Haryanto yang bertugas sejak tahun 2007. Foto Sup

           Baru pada sekitar tiga bulan yang lalu Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar ke lokasi . “Hanya sekedar mengoperasikan videonya. Tanpa menanyakan hal-hal lain. Misalnya tentang sejarah dan phisik bangunan,” tutur pendeta GITJ Kayuapu Slamet Suharyanto , Jumat ( 20/12/2014).

                Dengan kinerja semacam itu, dipastikan Disbudpar dan TACBnya tidak profesional. Bila mengacu pada buku Inventarisasi Cagar Budaya yang diterbitkan Balai Pelestarian Cagat Budaya Jawa Tengah 2005 dan buku inventarisasi benda cagar budaya yang diterbitkan Disbudpar Kudus 2007, maka aparat yang ditugaskan di lapangan mendata dengan detil/rinci. Misalnya menyangkut ukuran bangunan, bentuk bangunan, masa/waktu membangun dan sebagainya.

              Disbudpar Kudus yang telah berganti-ganti ditangani kepala dinas, hingga kepala bagian, kepala seksi hingga karyawan  nampaknya lupa dengan salah satu tugasnya. Termasuk  keberadaan TACB, meski baru muncul sekitar  lima tahun terakhir. Padahal pada Pasal 26 (1) undang undang nomor 11/2010 tentang cagar budaya disebutkan : Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya.

              Terlepas dari teledornya Disbudpar dan TACB,  Gereja GITJ Kayuapu telah memenuhi criteria cagar budaya seperti yang tercantum dalam Undang Undang (UU) nomor 11/2010 tentang cagar cagar budaya. Tepatnya di pasal 5 : Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

               Meski GITJ Kayuapu yang dibangun pada 1846 ini beberapa kali mengalami perbaikan, tetapi tidak merubah bentuk, mengacak-acak apalagi membongkar. “ Memang bagian dinding dan tiang sisi kanan kiri gereja “dilepas”. Ini untuk mengimbangi jumlah jemaat yang semakin banyak, sehingga diperluas ke kanan dan ke kiri. Lalu tiang tiang kayu yang semula  berada di bagian dinding diganti. Jika dilihat dari dalam gereja, nampak jelas yang asli dan yang diganti,” tutur Slamet Haryanto.

Ruang dalam GITJ Kayuapu - Desa Gondangmanis Bae Kudus terlihat jelas tiang tiang beton pengganti tiang kayu- sebagai bukti tidak merubah bentuk aslinya.Foto Sup Jumat ( 20/12/2024)

                  Lalu bangunan yang semula bekas  atau aslinya dipergunakan sebagai poliklinik dan berada  beberapa meter sudut belakang kiri gereja,  ditambah dinding bagian depan dan belakangnya. Namun bangunan inti tidak dirubah samasekali. Kemudian berubah fungsi menjadi ruang serba guna.

Bekas poliklinik- yang masih utuh dan dialihfungsikan untuk ruang serba guna. Foto Sup.

            Sedang menyangkut : memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Berikut catatan yang diperoleh Elmu dari berbagai sumber :

              Gereja Injili di Tanah  Jawa (GITJ) Kayuapu,  persembahan dari Administratur pabrik gula  Tanjungmojo  Kecamatan Jekulo (Kudus) Selain pabrik gula Tanjungmojo di Kabupaten Kudus, berdiri pula pabri gula (PG) Besito Kecamatan Gebog dan PG Trangkil Kecamatan Kota Kudus. Namun tinggal PG Rendeng yang hingga sekarang masih tetap berproduksi. “Beberapa tahun kemudian di sampng belakang gereja dibangun sebuah poliklinik,” tutur Ketua Majelis GITJ Kayuapu, Heri S.

               Selain itu GITJ Kayuapu, merupakan rangkaian sejarah kristenisasi Jawa, seperti yang ditulis C Guillot dalam bukunya setebal 243 halaman (cetakan pertama  1985) berjudul Kia Sadrach Riwayat Kristenisasi di Jawa, buku Sejarah Gereja Injili diTanah Jawa  tulisan Sigis Herusukotjo dan L Yoder (1979), Jemaaat Kayuapu abad ke-19 dan awal ke-20 (Pendeta Karmito) Sejarah GITJ ( Panitia Sarasehan Menelusuri Sejarah Gereja Kayuapu,  September 2002).

                Sebelum bangunan gereja berdiri, menurut  C Guilot muncul Tunggul Wulung yang dilahirkan di Jepara awal abad XIX, dengan nama asli Ngabdullah Ada dua versi Tunggul Wulung  asal muasal ia masuk Kristen., tetapi yang pasti  ia datang ke rumah Jellesma di Mojowarno dan diberikan sebuah Kitab Perjanjian Baru.

               Setelah itu sempat beberapa bulan tinggal di rumah Jellesma dan selanjutnya ke Semarang bertemu dengan penginjil  Bruckner, Hoezoo, Anthing dan  Jansz.

               Namun Jansz menolak membaptis, sehingga Tunggul Wulung kembali  Mojowarno. Menemui Jellesma, yang kemudian mengajari membaca, menulis, mengajarkan pokok-pokok agama Kristen dan akhir  dibaptis antara 1884 – 1855 dengan nama baptis Ibrahim. Sejak itulah. Ibaratnya tanpa henti-hentinya  mengelilingi Pulau Jawa selama dua puluh tahun memperkenalkan agama Kristen, sehingga tercacat sebagai sejarah Kristenisasi.

                  Desa Bondo  Kecamatan Bangsri (Jepara) dan Kayuapu merupakan salah satu buktinya, yang hingga sekarang masih cukup banyak pemeluk agama Kristen. Era 1904 hingga 1921 sempat terjadi kekosongan  tenaga pelayanan di Kayuapu, sehingga untuk mengatasinya  ditempuh pelayanan jarak jauh  melalui misionaris berkebangsaan Rusia,  Nikolai Thiessen yang tinggal di Margorejo Lalu dilanjutkan  Johan Fast hingga  1928.

                Periode 1929 – 1933  ditangani  Hermann Schmitt dan Gersom Baru  setelah itu, warga negara pribumi, dalam hal ini warga jemaat gereja Kayuapu sendri yang bernama  Radija Nitiardjo  mampu  memberikan pelayanan.

                Lalu dilanjutkan Wigeno Mororedjo yang  bertugas hingga  Gereja Kayuapu  menjadi gereja mandiri  penuh  per 24 November 1940 dan pada  saat diselenggarakan pemilihan umum kali pertama di Indonesia,  jumlah jemaat yang telah dibaptis mencapai 65 dan ditambah  146 anak. Menjelang akhir 2008   total mencapai lebih dari 1.000 jiwa.

                 Mengingat kondisi bangunan GITJ Kayuapu yang sudah uzur dan jumlah jemaat  terus meningkat, maka  dilakukan renovasi pada 2002. “ Semua tiang-tiang penyangga yang telah keropos diganti dengan  cor beton bertulang dan dilebarkan  ke kanan dan ke kiri. Namun bagian atas (kerangka) yang terbuat dari kayu jati ukuran besar masih cukup kuat sehingga tidak diganti. Bekas  poliklinik dimanfaatkan untuk kegiatan jemaat lanjut usia. Lalu membangun Sekolah Minggu 4 lokal, rumah pendeta, garasi , kantor dan sebagainya,” tutur  Heri S, salah satu pengurus GITJ Kayuapu Guna membiayai perawatan  bangunan, operasional, sarana, prasarana, GITJ Kayuapu ditopang dari 11 hektar lahan yang biasanya ditanami tebu (warisan misi Zending) dan persembahan warga.

           Memiliki 13 kelompok pandonga dan setiap tahun baru menggelar tradisi undhuh-undhuh. Awalnya tradisi ini berupa persembahan jemaat berupa aneka jenis hasil bumi, khususnya pertandian dan perkebunan. “Namun dalam beberapa tahun terakhir diganti dalam bentuk uang, karena danggap lebih praktis dan menyesuaikan kondisi serta perkembangan jaman,” tambah Heri S.

Mennonit.

                 Pendeta GITJ Sunan Muria Kudus, Herin Kahadi Jayanto, selaku  pengurus Sinode GITJ menjelaskan, Gereja Kayuapu maupun gereja lain yang berada di wilayah Kudus, Pati,Jepara atau lebih dikenal wilayah Muria, pada umumnya menganut aliran mennonit, yaitu sebuah gerakan Anabaptis era reformasi,dengan salah tokohnya Menno Simons.

              Gereja Kayuapu yang semula dikenal sebagai Gereja Kristen Jawa Muria ini sudah  tercatat sebagai anggota Konferensi Mennonit Sedunia atau Mennonite World Conferenc sejak sekitar 1960.

                Sedang  aliran mennonit sendiri secara ringkas diartikan  membaptis  atas dasar pengakuan iman seseorang yang telah dewasa. Namun pengertian secara luas, menekankan rahmat Allah dihayati dalam cara hidup yang baru  seperti ajaran Yesus Kristus.

                    Masing masing anggota gereja bertanggung jawab  bersama atas kehidupan dan pelayanan. Tidak tergantung pada  negara dan fasilitasnya untuk mengatur  soal iman. serta tidak memakai alat negara  untuk mencapai tujuan

              Gereja Kristen  Jawa Muria ini akhirnya melebur diri menjadi Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) sejak 1965, menyesuaikan  semangat gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia  yang saat itu mengutamakan bahasa Indonesia serta  gereja Kristen Indonesia lainnya.

               Pada saat ini GITJ tidak hanya terdapat di seputar Muria saja, melainkan telah meluas ke Semarang , Lampung dan Jambi dengan jumlah  gereja lebih dari 101 unit serta jumlah jemaat lebih dari 65.000 jiwa.

                Melihat dari dekat  tentang GITJ Kayuapu ini teringat sebuah lagu berjudul Gereja Tua yang dibawakan pemusik Panjaitan Bersaudara (Panbers) menjadi salah satu lagu populer, sehingga menyabet piringan emas pada tahun 1986, Syair lagunya merupakan kisah pribadi Benny Panjaitan semasa sekolah. Antara lain  bercanda di samping gereja tua. Kala itu masih remaja senja itu di gereja tua.Gereja tua  yang perlu adanya kajian teknis arkeologis  sebagai upaya penanganan dan rencana pemanfatannya.(sup).

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single