Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Alase ijo, wetenge wareg adalah slogan kelompok tani Wanarejo Dukuh Kaliwuluh Desa Gondoharum Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus yang artinya hutannya hijau perutnya kenyang. Dan mereka berangan-angan menjadi dukuh Agroforesti atau wanatani.
Wanatani adalah : perpaduan antara tanaman keras (jangka panjang: pohon-pohonan) dengan tanaman semusim (pertanian jangka pendek). Atau perpaduan tanaman utama (sumber pangan, komoditas ekonomi) dengan tanaman sampingan. Juga perpaduan dengan pemeliharaan ternak. Angan angan itu ada dasarnya. Yaitu lahan seluas sekitar 250 hektar, yang sebagian besar tanah milik Perum Perhutani Kesatuaan Pemangkuan Hutan (KPH) Pati, namun sudah diserahkan pengelolaannya kepada kelompok tani Wanarejo yang mengacu program Perhutanan Sosial , serta dituangkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan nomor P 83/MenLHK/Setjen/Kum 1/10/2026.
Menurut pasal 1 PermenLHK tersebut : Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.
Dari lahan seluas 250 hektar tersebut yang terbagi menjadi sembilan blok, sejak tahun 2020, sebanyak 57 hektar diantaranya sudah mulai ditanami aneka macam tahunan. Seperti mangga, jeruk pamelo, alpukat,nangka, jengkol dan sawo. Meski baru diminati 90 anggota dari total anggota kelompok tani Wanarejo yang berjumlah 337 orang. “Kami bisa memaklumi , karena terganjal sudut pandang yang berbeda. Jadi memang tidak semudah membalik telapak tangan,” ujar Ketua kelompok tani Wanarejo, Mashuri (50)
Dan sebelum penanaman, pihak kelompok tani Wonorejo, lebih dahulu menggandeng pemerintah desa Gondoharum, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Bakti Lingkungan Djarum Foundation ( BLDF). . Lembaga inilah yang kemudian turun tangan mendampingi dalam berbagai bentuk pelatihan, bantuan sarana prasana, hingga kajian ilmiah.
Kajian ilmiah itu menyangkut pola tanam, antara tanaman keras/tahunan dengan tanaman semusim. Tanaman keras yang paling cocok dengan kondisi lahan adalah mangga (mangifera indica). Selain itu mangga pangsa pasarnya masih terbuka , serta nilai jualnya tergolong tinggi.
Lalu agar tanaman keras tersebut tidak mengganggu tanaman semusim, yang didominasi tanaman jagung, maka jarak tanamnya dibatasi – ditentukan 10 meter. Dengan pola ini, maka tanaman tahunan dan tanaman musiman bisa seiring sejalan, serta saling melengkapi, Artinya hutan kembali hijau. Kembali ke fungsi pokoknya : sebagai konservasi, lindung dan produksi. Sebagai wujud pengelolan hutan lestari.
Selain kembali menjadi ijo royo royo dan sebagian tanaman semusim mampu menghasilkan produksi-nillai tambah yang signifikan, menjadikan “rasa penasaran” warga lain yang semula belum tersentuh “hatinya” untuk bergabung dengan anggota kelompok tani Wanarejo akhirnya menyatu. “ Sekarang pada posisi Senin (24/2/2025) kami sudah memiliki 337 orang anggota dan seluruh lahan seluas 250 hektar sudah tertanami 26.000 pohon. Dari jumlah tersebut 60 persennya adalah tanaman mangga , yang sudah berbuah perdana dan dipanen pada September 2024,” tambah Mashuri.
Hasil panen mangga itu, menjadikan warga Dukuh Kaliwuluh memiliki sumber penghasilan baru. Menambah penghasilan dari sumber lama dari tanaman semusim- utamanya tanaman jagung. Lalu masih ditambah penghasilan “sporadis” ternak kambing. “Jadi tidak berlebihan jika kami berslogan Alase ijo, Wetenge wareg . Dan itu sudah terwujut serta akan kami kembangkan terus hingga mencapai titik maksimal sebagai basis wanatani di Kabupaten Kudus,” ujar Mashuri penuh keyakinan. (sup).