Gonjang Ganjing 44 Kios,10 Los Terminal Bakalan Krapyak

elangmur - Rabu, 31 Juli 2024 | 23:22 WIB

Post View : 380

Biaya Rp 1,9 miliar- untuk membangun 44 kios dan 10 los di komplek parkir terminal wisata/taman parkir Bakalan Krapyak sisi barat per 22 Juni 2024. Dari arah utara. Foto Sup.

Kudus,Elang Murianews (Elmu)- Gonjang ganjing pembangunan 44 kios dan 10 los senilai Rp 1,9  miliar di komplek terminal wisata/taman parkir Bakalan Krapyak  Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus sampai dengan Rabu malam (31/7/2024) belum juga rampung. Bahkan muncul persoalan baru adanya alih fungsi kios menjadi toilet (kamar mandi,WC), jual beli 10 los, hingga adanya kelebihan satu kios. Belum termasuk adanya pungutan Rp 100.000,- per kios yang dilakukan oknum Dinas Perhubungan(Dishub) Kudus, saat seluruh calon penghuni kios dihadirkan untuk pendataan ulang.

                Dari data  yang dihimpun dari para pedagang kaki lima (PKL), maupun dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) serta Dishub  Kudus,  terkesan kuat , kedua instansi ini tidak memperhatikan kelangsungan hidup/ekonomi para PKL Dan lebih mementingkan adanya pembangunan proyek dengan nilai besar, sebab  diduga memperoleh imbalan sebagai pengguna anggaran dari  kontraktor.

            Meski demikian pihak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Seperti Inspektorat, penjabat bupati, hingga DPRD tidak/belum pernah melakuikan sekedar chek ke lapangan. Apalagi menyusuri secara tuntas.

                Sesuai papan nama proyek yang dipasang di bedeng sisi utara,  44 kios dan 10 lapak tersebut dibangun kontraktor pelaksana CV Melati Jaya Pecangaan Jepara. Dengan  konsultan supervisi CV Multiline dan berlangsung sejak 16 Agustus hingga 13 Desember 2023. Sedang biayanya  dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kudus 2023 sebesar Rp 1.960.464.000,- (Rp 1,9 miliar).

           Seharusnya jumlah kios yang dibangun sebanyak 44 unit- sesuai dengan jumlah pedagang dari Taman Menara yang akan menempati.  Namun kenyataannya ada tambahan pembangunan 10 los, tapi tidak jelas(terbuka/transparan) diperuntukkan bagi siapa., sehingga muncul berbagai dugaan bersifat negatif. Misalnya diperjual-belikan

.               Meski Dishub Kudus sebagai pengguna anggaran, tapi tidak diketahui rancang bangunnya seperti apa. Terutama menyangkut tidak adanya fasilitas kamar mandi dan WC. Tidak adanya penegakan hukum tentang penebangan puluhan pohon penghijauan yang dilakukan pihak kontraktor. Tidak adanya  “sumur-sumur”resapan, hingga terbatasnya pipa pralon sebagai sarana pengaliran air ke selokan terdekat. Akibatnya ketika turun hujan muncul genangan yang sulit terserap/tersalurkan.

                Dan ketika pihak Disbudpar menyerahkan daftar calon penghuni kios yang berjumlah 44  orang, termasuk hasil pengundian tempat kepada Dishub, kedua OPD ini tidak cermat dalam menghitung jumlah PKL, kios maupun los.

                Menurut data yang diperoleh dari PKL, seharusnya  jumlah PKLyang digusur dari komplek Taman Menara ke Bakalan Krapyak sejumlah 43. Tetapi jumlah kios yang dibangun 44 unit. Begitu pula pembangunan 10 los sebagai cadangan. Dari sisi inilah sejak awal sudah memunculkan semacam rekayasa. Termasuk penggusuran taman menara yang menelan biaya sekitar Rp 680 juta ditandai aroma tidak sedap. Saat itu pengguna anggaran adalah Disbudpar yang dipimpin Mutrikah.

                Setelah berjalan sekitar tujuh bulan terakhir, sebagian besar diantara 44 kios belum juga ditempati PKL. Satu kios diantaranya tidak diketahui milik siapa, karena yang terdaftar memang hanya 43 orang. Bahkan ketua pagyuban PKL setempat dengan mudah menempati kios yang bukan haknya. Meski ketika diadakan undian tempat sudah dipastikan nomor urut kios sesuai nama masing masing PKL.

              Kemudian pada awalnya 10 los juga kosong melompong, tapi akhirnya hingga  Rabu petang (3/7/2024) seluruh  los sudah terisi penuh perabotan PKL. Dan diiringi  isu terjadinya jual beli kios. “Penjual kios ini pada awalnya berjualan di seputar depan Menara. Entah kenapa kok mereka yang dapat. Lalu dijual ke PKL lain dan penjualnya tetap berjualan di seputar Menara. Mearih untung besar tanpa samasekali mengeluarkan modal. Kecuali kerjasama dengan  oknum tertentu,” ujar beberapa PKL yang ditemui secara terpisah.

            Selain itu setiap PKL harus merogoh kocek sendiri untuk membiayai pembangunan emper, pengadaan listrik dan air bersih. Sebab pihak Dishub tidak memberikan fasilitas. “Dishub yang berjanji untuk “menggiring “ setiap pengemudi bus yang masuk ke arah areal parkir sebelah nyaris tidak pernah dilakukan. Padahal kehadiran penumpang bus yang turun di halaman parkir depan lokasi kami berjualan memungkinkan pada kesempatan pertama untuk mampir ke kios kami, “ tambah para PKL.

             Halaman parkir komplek Bakalan Krapyak ini awalnya hanya berada di depan seputar  kantor terminal wisata/ taman parkir atau sisi timur. Para penumpang yang umumnya peziarah setelah turun dari bus melanjutkan perjalanan menuju/ziarah ke komplek Masjid Menara Makam Sunan Kudus dengan jalan kaki atau dengan model angkutan yang ada. Semula ada dokar, becak, namun akhirnya tinggal ojek motor, mobil angkutan khusus trayek Bakalan Krapyak – Menara dan sejumlah angkutan kota yang mendapat dispensasi dari Dishub. Khususnya pada setiap Sabtu, Minggu dan hari libur resmi lainnya.

         Kemudian halaman parkir diperluas ke arah barat, sehingga jumlah/kapasitas tampung lebih besar/lebih banyak. Diperkirakan mampu menampung hingga 200 unit bus antar provinsi. Lalu pada menjelang akhir Desember 2023 selesai dibangun 44 kios dan 10 los di tepi barat halaman parkir perluasan. “Namun petugas terminal tidak rutin mengarahkan sebagian armada bus ke sisi timur timur dan sisi barat tempat parkir. Dibiarkan parkir di sisi timur, sehingga sisi barat tetap relatif sepi sepanjang hari dan malam,” ujar lagi para PKL.

Selain tidak digiring/di arahkan ke  sisi barat,  ternyata di komplek 44 kios dan 10 los  tersebut tidak memiliki fasilitas kamar mandi dan WC. Padahal fasilitas  ini merupakan sarana-prasana vital untuk  peziarah/ wisatawan dalam jumlah besar.

Alih fungsi

             Hal tersebut  mengakibatkan,  salah satu PKL perempuan bernama Hj Masfuah  yang menempati kios nomor 18 nekat merubah fungsi kios menjadi kamar mandi dan WC." Ya benar. Saya memang nekat merubah kios saya menjadi toilet, karena sampean liat sendiri kios baru di sini gak ada fasilitas toiletnya, sehingga setiap ada bus yang masuk ke sebelah barat dan para penumpangnya mau ke toilet jaraknya lumayan jauh- ke arah timur. Atau ke mushola ,” ujarnya. Oleh karena itu,  Masfuah memanfaatkan peluang ini untuk membuka usaha toilet karena memang dibutuhkan para peziarah/penumpang bus. “ Saya kemudian membangun sejumlah kamar mandi dan WC

            Untuk ijin saya kira ini hak saya mau saya pake untuk usaha apapun ya gak masalah. Benar memang saya langsung buat aja tanpa ijin ke dinas. Tapi saya kordinasi sama anggota DPRD Kudus teman saya, yang mengarahkan dan mensuport saya. Dan untuk saat ini ijin sedang saya proses melalui orang kepercayaan saya namanya Mbah Jayadi," tambahnya. "Saya sendiri pernah di datangi Pak Rosi saat proses pembuatan toilet. Pak Rosi memerintahkan  untuk menghentikan pengerjaannya tapi saya tolak. Sebab pengerjaan sudah berjalan empat hari , termasuk persedian bahan bangunannya. Mosok dihentikan,". Rosi nama lengkapnya adalah Rosikhan, tercatat sebagai koordinator Terminal Bakalan Krapyak.

Alih fungsi - Salah satu diantara 44 kios yang berubah fungsi menjad toilet. Foto Amy.

                Kemudian, perempuan yang juga pemilik usaha jenang kudus ini, juga  sempat diminta datang ke Kantor Diashub untuk menanda-tangani surat, tetapi ia menolak. “ Entah apa isi surat itu karena tidak di jelaskan dan tidak juga di bacakan apa isinya, tapi sekilas saya baca intinya suruh menutup usaha toilet ini, jadi saya tidak mau menandatangani." tegasnya.

                Penolakan itu juga didasarkan kenyataan, sampai sekarang Musfuah maupun seluruh PKL Bakalan Krapyak belum/tidak diberikan  surat pernyataan tentang hak dan kewajiban para PKL  maupun Dishub sendiri. Meski sudah ditarik restribusi Rp 107.000,- per bulan per kios.

                Sedang “pemilik “ kios nomor 31, yaitu  seorang janda dengan sejumlah anak enggan memberikan nama dan tidak mau diambil fotonya, tetapi tanpa tedeng aling aling ( secara terbuka) membeberkan semuanya. “Termasuk saya  memang membangun toilet. Namun bukan untuk dikomersialkan. Hanya untuk kepentingan pribadi, karena letak toilet cukup jauh dari kios di sini. Namun jika ada tamu yang kebetulan sedang mendadak butuh ke toilet , ya monggo.”

                Kios yang ditempati beberapa bulan terakhir belum mampu  mengembalikan modal dasar dagangan, bayar pemasangan listrik, air bersih maupun emperan. “ Memang  mulai membaik. Pengadaan toilet itu keharusan untuk memenuhi kebutuhan pedagang maupun pembeli/peziarah/wisatawan.  Juga “pengguringan” armada bus ke areal parkir sisi barat.Adanya “sumur-sumur” resapan seputar areal parkir/kios. Lalu penertiban di kalangan pengurus paguyuban serta berharap peran nyata Dishub untuk ikut “menghidupkan” kami para PKL,” ujar perempuan perempuan bertubuh langsing dan  kios yang cukup bersih ini.(amy /sup)

 

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single