Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Spanduk dengan warna dasar kuning, dan sebagian tulisan di dalamnya : Hotel Sato Bangunannya ambles- miring ke barat. . Menarik bangunan saya ikut ambles. Dimungkinkan dapat roboh. Mengancam jiwa. Hati- hati . Nampaknya tidak digubris pejabat di Pemkab Kudus. Maupun aparat penegak hukum (APH), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan hidup, hingga warga setempat.
Padahal hotel yang berada di tepi jalan Pemuda nonor 77, sekitar 200 meter timur Alun Alun Simpang Tujuh Kota Kudus berlantai 7 (tujuh).Dan di lantai tujuh ini terdapat sebuah kolam renang. Luas bangunannya hanya 390 meter persegi. Berbentuk segi panjang -memanjang dari selatan ke utara. Tidak memiliki pagar, sehingga sebagai dinding tembok dan garasinya menyatu dengan salah satu gang di Desa Kramat yang berpenduduk sekitar 2.500 jiwa. Serta terletak hanya sekitar 50 meter dari perempatan jalan raya yang nyaris padat sepanjang 24 jam.
Selain itu ijin mendirikan bangunan (IMB) dicabut dan dibatalkan Mahkamah Agung . Melalui surat dinas nomor 212 PK-TUN/2023 tanggal 15 Desember 2023. “ Saya berani pasang spanduk dengan tulisan tersebut memang itu fakta. Bukan mencari-cari. Dan itu sebenarnya juga merupakan salah satu cara saya untuk memberikan informasi kepada publik-termasuk para pejabat. Tidak/belum ditanggapi. Lha nek ambruk- menimpa rumah dan penduduk – siapa yang bertanggung jawab “ ujar Benny Gunawan Ongkowidjojo, pemilik rumah yang menjadi korban pembangunan Hotel Sato. Yang bertanggung jawab, menurut Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kudus, Harso Widodo adalah pemilik Hotel Sato, Abednego Subagyo alias Ping Ping
Peraturan pemerintah
Sedang menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16/ 2021 tentang peraturan pelaksanaan undang undang nomor 28/2022 tentang bangunan gedung dalam Pasal 1 disebutkan yang dimaksud dengan: Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan latau di dalam tanah dan/atau air, yang berrungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Dengan demikian, Hotel Sato, termasuk bangunan gedung untuk kegiatan usaha. Dan kemudian Peraturan Pemerintah nomor 28/2021 menyebutkan tentang : Pengkaji Teknis adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, yang mempunyai sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli atau sertifikat badan usaha untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi Bangunan Gedung.
Belum diketahui secara pasti apakah di Kudus telah “memiliki” pengkaji teknis. Dan jika ada, apakah pengkaji teknis ini menunggu laporan dari warga lebih dahulu jika Hotel Sato dalam kondisi ambles- miring ke arah barat. Elang Murianews, mencoba menyusuri keberadaan pengkaji teknis ini dengan mendatangi Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di seberang jalan raya selatan Pabrik Gula Rendeng. Hasilnya, bukan menjadi tugas pokok dan fungsinya.
Kemudian disarankan ke Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Jalan Sosrokartono. Dan memperoleh jawaban harus ada laporan tertulis lebih dahulu. Kemudian baru akan dikoordinasikan dengan dinas/instansi lain. Ternyata pada Kamis lalu (29/8/2024), salah satu anggota Satpol PP yang ikut rombongan tamu dari berbagai dinas hingga anggota Polres Kudus dan Polda Jateng, terlihat membawa meteran. Lalu naik ke atas rumah Benny Gunawan Ongkowidjojo. Kemudian Elang Murianews juga menghubungi Bimo, Kepala Bidang tata bangunan dan gedung Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) lewat Whatsapp (WA), tetapi sampai dengan Sabtu pagi (31/8/2024) tidak/belum direspon.
Masih menurut Peratuan Pemerintah nomor 16/2021, bila dikaitkan dengan kasus ambles dan miringnya Hotel Sato, memenuhi unsur Pasal 72 : Yaitu , pemenuhan terhadap ketentuan peninjauan Pembongkaran Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mewujudkan pelaksanaan Pembongkaran yang mempertimbangkan keamanan, keselamatan Masyarakat, dan lingkungannya.
Kasus Hotel Sato, bukan sekedar kasus antara Benny Gunawan Ongkowidjojo sebagai pemilik rumah dengan Ping Ping pemilik Hotel Sato, tetapi juga melibatkan Pemkab Kudus, PTUN, Mahkamah Agung dan sekarang Polda Jateng.
Itu pun belum selesai . Meski sudah berlangsung sekitar empat tahun terakhir. Bahkan bisa molor lagi, karena Harso Widodo sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jabuaten Kudus, mau menyelesaikan dengan “kocok ulang”. Kocok ulang bisa diartikan dirunut ulang sejak awal. Akan tetapi kocok ulang ini diduga justru akan menimbulkan masalah baru. Sementara ancaman ambruknya Hotel Sato semakin mencemaskan. Sebuah kasus yang ditengarahi sejak awal penuh lika liku. Berpanjang panjang . Diiringi dengan aroma uang dan cawe cawenya pejabat tinggi. (Sup)