Kudus, Elang Murianews (Elmu)- “Menghidupkan” Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) mungkin menjadi solusi terbaik untuk memenuhi tuntutan warga maupun pemerintah Desa Tanjungrejo agar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah bebas dari pencemaran lingkungan . Yaitu pencemaran air, tanah, dan udara.
Warga dan pemerintah Desa Tanjungrejo sejak Kamis ( 16 Januari 2025) menutup TPA yang dikelola Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus. Dan sampai dengan Jumat dinihari (24/1/2025) belum dibuka.
IPAL sebenarnya sudah dibangun seiring pembangunan TPA Tanjungrejo pada tahun 1990. Hanya saja Dinas PKPLH tidak rutin mengontrol maupun merawat. Apalagi membenahi untuk menyesuaikan perkembangan teknologi dan bertambah-melonjaknya pasokan sampah. Akibatnya ketika pasokan sampah sudah mencapai 130 ton , IPAL mulai terdesak dan akhirnya tertimbum dan tidak berfungsi. “Anehnya”, untuk memenuhi tuntutan warga , Dinas PKPLH lebih menitik –beratkan mengerahkan 3- 5 alat berat untuk “menata “ gunung sampah, agar mampu menerima lagi pasokan sampah dari warga Kota Kretek.
Padahal , jika mengacu pada data yang disodorkan warga Desa Tanjungrejo, setiap hari paling tidak sebanyak 178 ton sampah “dibuang” ke TPA. Jika itu benar, maka di atas kertas selama sembilan hari terakhir sejak TPA itu ditutup, maka ada 1.602 ton yang sementara “diparkir” di tempat penampungan sementara (TPS) atau di tempat lain di berbagai penjuru Kota Kretek.
Sampah sebanyak itu pasti bakal kembali disetor ke TPA dan akan kembali pula “kasus” pencemaran lingkungan. Sebab salah satu kunci utama untuk membebaskan TPA dari pencemaran lingkungan melalui IPAL
TPA Rawa Kucing.
Dan salah satu contoh konkrit keberhasilan pembangunan IPAl telah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang, di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing. Menurut Penjabat Wali Kota Tangerang Nurdin , IPAL di TPA ini, memainkan peran strategis dalam menangani air lindi.” "Dengan teknologi IPAL, air lindi yang terkumpul melalui sistem drainase khusus diolah secara menyeluruh melalui serangkaian proses fisik, biologis, dan kimiawi. Proses ini memastikan air lindi tidak hanya aman bagi lingkungan, tetapi juga dapat dimanfaatkan kembali melalui sistem resirkulasi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (16/12/2024).
Selain membangun IPAL, untuk menangani TPA Rawa Kucing juga dioperasikan mesin Refuse Derived Fuel (RDF). Mesin ini mampu memilah antara sampah organik dan sampah plastik. Kemudian sampah secara otomatis masuk lagi ke alat pengeringan. Setelah itu sampah akan dicacah atau dipotong. Sampah yang telah dicacah akan menjadi abu, sehingga bisa digunakan untuk menjadi pupuk. Kemudian ada juga sampah yang menjadi residu dan bernilai ekonomis."Inovasi ini adalah langkah nyata kami untuk melindungi lingkungan sekaligus menciptakan sistem pengelolaan sampah yang modern dan efisien," tambah Nurdin.
Eco Lindi,
Sedang untuk menangani lindi, mahasiswa Fakultas Biologi Universtas Gajah Mada (UGM), Rania Naura Anindhita, berhasil mengolah air lindi menjadi formula untuk menetralkan bau sampah bernama Eco Lindi.“Eco lindi ini dibuat dari air lindi dicampur dengan sisa air tebu (molase), asam sulfat, dan katalis organik dan hasilnya terbukti bisa menghilangkan bau tak sedap sampah,” jelasnya
Menurut gadis asal Desa Prasung, Kecamatan Buduran, Sidoarjo Jawa Timur ini, pembuatan eco lindi cukup sederhana dan mudah. Air lindi, molase, asam sulfat dan katalis dicampur dalam satu wadah kedap udara atau tangki. Dalam satu hari bisa memproduksi 10 ribu liter eco lindi. Sedang penggunaannya, cukup disemprotkan ke timbunan sampah. Dalam waktu kurang dari 10 menit eco lindi akan bereaksi menetralkan bau sampah. “Reaksinya sekitar 3-10 menit setelah disemprotkan ke sampah tidak tercium bau lagi,” (Sup).