Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Pemkab Kudus telah membangun Citywalk Jalan Sunan Kudus (CJSK) dan menelan biaya Rp 14 miliar yang berasal dari APBD Kudus 2020. Dengan cara sebagian Jalan Sunan Kudus- tepatnya jalan sepanjang 526 meter. Dihitung dari bundaran Alun Alun Simpang Tujuh Kudus, hingga tepi jembatan Kali Gelis ( ke arah barat), mau “disulap” menjadi kawasan perdagangan dan wisata seperti Malioboro di kota Jogja..
Tahun pertama CJSK itu banyak menarik perhatian warga Kota Kretek dan sekitarnya terutama pada malam hari. Lampu penerangan jalan umum (LPJU), lampu hias sisi kanan kiri, lampu dan pernak pernik yang melintang , lampu dari toko, rumah dan pedagang kaki lima nampak gemerlapan.
Entah mengapa, di tahun kedua, tahun ketiga, tahun ke empat, dan menjelang hari raya Idul Fitri akhir Maret 2025 pernak pernik itu tidak nampak lagi. Nyaris tidak ada lagi warga Kota Kretek yang sengaja khusus untuk “menikmati” indahnya “malioboro kudus” Bunga tabebuya yang digadang-gadang akan berbunga dengan warna pink, kuning,putih dan merah, juga belum nampak merebak. Dinas/instansi terkait, seperti Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kudus seakan loyo- tidak bertenaga- tidak bergairah.
Menurut pemerhati lingkungan, Hendy Hendro Minggu malam (5/5/2024), semestinya pemkab Kudus perlu memperbaiki sarana prasarana dan fasilitas yang rusak dan hilang. Serta mengembangkan CJSK menjadi suatu area publik yang menarik untuk menambah keasrian dan keindahan kota Kudus. “ Kita tidak perlu mempermasalahkan siapa pencetus ide awalnya, jika itu dipandang baik dan untuk kemaslahatan masyarakat, kenapa tidak diteruskan,” ujarnya.
Konon, Bupati- Wakil Bupati Kudus, Samani Intakoris- Bellinda yang baru dipantik pada 20 Februari2025 berencana untuk membenahinya. Terlepas dari hal tersebut : secara abstrak, citywalk berarti jalur pejalan kaki di dalam kota.
Malioboro nama sebuah jalan di jantung Kota Gudeg. Yaitu sejak seputar Stasiun Kereta Api Tugu- lurus ke selatan mentok sampai Kantor Pos Besar sepanjang sekitar dua kilometer. Dibangun Pemerintah Hindia Belanda awal abad ke-19 sebagai kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan.
Malioboro sendiri berasal dari bahasa sansekerta malyabhara yang berarti karangan bunga. Adapula beberapa ahli yang berpendapat asal kata nama Malioboro berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal di Jogja pada tahun 1811- 1816 Masehi.
Sedang Jalan Sunan Kudus, mengambil nama dari Sunan Kudus , yaitu sejak Alun Alun Simpang Tujuh ke barat hingga perempatan jalan Jember. Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq sendiri adalah salah satu diantara Wali Sanga (9) yang disemayamkan di komplek Masjid Menara Makam Sunan Kudus di Desa Kauman Kauman kota Kudus. Sekitar 20 meter dari perempatan jalan Menara.
Dan sebelum ditetapkan sebagai CJSK, sudah dikenal sebagai salah satu pusat bisnis. Sebagian besar dihuni warga etnis Tionghoa. Diantaranya ayah-ibunya legenda bulutangkis Liem Swie King. Juga terdapat salah satu diantara rumah kembar milik Raja Kretek Nitisemito, komplek lembaga pemasyarakatan.
Dan di depan lembaga pemasyarakatan- tahanan negara ini, terdapat bangunan rumah kuno yang tercatat sebagai benda cagar budaya.. Termasuk rumah pribadi yang menyatu dengan perusahaan rokok dan masih eksis sampai sekarang. Milik keluarga besar “Bah Agil” yang cukup dikenal di Kudus. Lalu ada makam Pangeran Puger dan isterinya. Itu semua bagai harta yang tidak terkira nilainya dan seharusnya bisa dijadikan sebagai destinasi wisata. Satu kesatuan dengan CJSK.
CJSK dibangun dengan cara antara lain : pelebaran jalan . Trotoar kanan kiri dibangun ulang. Dengan gorong-gorong yang lebih lebar dan dalam, sehingga mempercepat arus pembuanga air hujan ke Sungai Gels. Lalu dilengkapi dengan puluhan tiang lampu hias dari bahan kuningan (diragukan kebenarannya). Dan setiap tiang didesain menyerupai “angkringan soto Kudus”. Khusus di sisi selatan dinding Lembaga Pemasyarakatan (LP) dibangun tempat untuk duduk, tempat nyantai, tempat untuk berfoto ria, atau tempat “kongko –kongko”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kongko sebagai: bercakap-cakap yang tidak ada artinya; mengobrol; Dan kongko-kongko sebagai: duduk santai dengan pembicaraan yang tidak menentu ujung pangkalnya (beberapa orang bersama-sama).
Lalu di sisi utara jalan dibangun puluhan tempat bak tempat cuci bagi pedagang kaki lima yang sebagian besar menjajakan “sega tahu/nasi tahu”- salah satu makanan khas Kudus. Berupa nasi putih atau lontong dengan lauk gorengan tahu bercampur telor ayam dan bisa menambah dengan keripik/peyek udang. Puluhan pedagang kaki lima tersebut , masing masing sempat diberi fasilitas tenda gratis dari salah satu perusahaan rokok di Kudus. Tapi sekarang tinggal kenangan. Mimpi menjadikan CJSK belum juga terwujud.(sup)