Kudus, Elang Murianews (Elmu ) – Sehari menjelang peringatan Hari Museum Nasional (HMN) 2024, di Rembang, Jumat (11/10/2024) digelar seminar tentang Raden Ajeng (RA) Kartini. Bertempat di Museum RA Kartini, dengan menampilkan dua perempuan sebagai nara sumber. Eka Ningtyas dengan Jejak Kartini Dalam Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) dan Litia Iqliyah Dorojah menuturkan lewat Figur dan Imajinasi Perempuan Dalam Perspektif Arkeologi,
Sedang sehari sebelumnya (Kamis , 10/10/2024 )di Jakarta diselenggarakan peluncuran Buku Trilogi Kartini: Sebagai Pelopor Emansipasi diterjemahkan dan disunting Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1993-1998 Wardiman Djojonegoro serta diterbitkan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Buku yang berisi kumpulan surat-surat terlengkap dari RA Kartini ini terdiri atas tiga jilid yang saling melengkapi dengan total 1.500 halaman.
Jilid I yang berjudul Kartini: Kumpulan Surat-surat1899-1904 menyajikan 179 surat Kartini dan 11 artikel memoar yang diterjemahkan dari bahasa Belanda. Koleksi ini menampilkan pandangan Kartini tentang pendidikan,kebebasan, dan hak-hak pe-rempuan.
Jilid II berjudul Kartini: Hi-dupnya, Renungannya, dan Cita-citanya. Buku ini menyajikan biografi Kartini yang didasarkan pada karya Sitisoemandari Soeroto dengan refleksi tambahan dari Wardiman Djojonegoro tentang harapan dan cita-cita Kartini.
Sementara jilid III yang berjudul Inspirasi Kartini dan Kesetaraan Gender Indonesia menyoroti perjuangan Kartini dalam konteks kesetaraan jender di Indonesia. Delapan bidang yang menjadi fokus meliputi ekonomi, kesehatan,pendidikan, stereotipe, kelembagaan, partisipasi perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan perlindungan pekerja migran.
Menurut Wardiman Djojonegoro, seperti yang dikutip dari Harian Kompas,pada 1899, Kartini mulai menulis surat dengan salah satu yang paling terkenal adalah suratnya untuk Stella. Buku ini menyajikan surat Kartini secara lengkap,termasuk yang belum pernah ada di buku atau referensi mana pun.”Buku jilid II merupakanpemikiran Kartini, tetapi saya pikir tidak akan lengkap bila tidak disertai biografi. Selama ini, biografi tokoh terkenal seperti Kartini hanya dibuat oleh Pramoedya Ananta Toer dan Siti Soemandari Soeroto.Saya juga minta izin untuk mengutip riwayat hidup Kartini dalam buku yang dibuat Siti Soemandari,” ujarnya. Ia menambahkan , dahulu Kartini memiliki pandangan dan berjuang untuk emansipasi perempuan di Indonesia. Akan tetapi, saat ini perjuangan tersebut meluas menjadi kesetaraan jender.Inspirasi tersebutlah yang menjadi landasan dan pembahasan di buku jilid III.
Pembahasan terkait budaya patriarki juga dituangkan dalam buku ini. Namun, Wardiman mengganti kata ”patriarki” dengan ”stereotipe” untuk lebih memberikan gambaran tentang pandangan laki-laki dan perempuan di sejumlah wilayah di Indonesia. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama serta mendominasi dalam berbagai peran yang ada di masyarakat.
Secara umum, buku Trilogi Kartini bukan sekadar dokumentasi sejarah, melainkan juga cerminan perjalanan panjang RA Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan yang tetap menginspirasi generasi saat ini. Buku ini juga memberikan wawasan baru tentang Kartini sebagai sosok intelektual yang berani melawan norma-norma sosial pada zamannya. Sedang menurut Eka Ningtyas, mereka yang mengenal RA Kartini dalam perjuangannya sangat menghormatinya, tetapi lebih dari itu, kekaguman terhadapnya semakin tinggi di kalangan orang yang bisa mengenalnya lebih baik dalam kehidupan pribadinya.
Dengan wawasan yang luas dan pemahaman hidup yang mendalam, kepergiannya merupakan kehilangan besar bagi Jawa, khususnya bagi masyarakat lapisan bawah. Kehilangan ini hanya akan sulit diperbaiki oleh mereka yang berusaha mengikuti jejaknya.””Tidak diragukan lagi, setiap orang akan sangat menghargai usaha luhur wanita pribumi yang luar biasa ini. Lebih banyak pendidikan dan pengetahuan yang diperoleh oleh para bangsawan pribumi hanya akan memperkuat hubungan antara bangsawan lokal dan penguasa kolonial” ujarnya.
Lalu menurut Litia Iqliyah Dorojah, peran perempuan dalam arkeologi jauh dari kesan dramatis, meskipun bisa juga dianggap sebagai ‘petualangan’. Arkeologi tentang Gender atau Gender dalam Arkeologi? Pembahasan gender di arkeologi menjadi pendekatan alternatif yang dipengaruhi gelombang pemikiran post modernisme sejak tahun 1980-an, seperti juga mempengaruhi banyak bidang ilmu lainnya. Sebelumnya peran perempuan dalam bidang arkeologi masih tergolong minim. Arkeologi dikenal sebagai ilmu yang maskulin, atau ‘boyish club’. Bahkan nyaris tidak ada nama perempuan dalam khasanah penemuan arkeologi pada masa Kolonial (Hindia-Belanda).
Museum RA Kartini Rembang - merupakan museum khusus yang didirikan pada 21 April 1967. terletak di Jalan Gatot Subroto No.8, Rembang. Bangunannya yang didominasi warna hijau putih ini menyimpan 224 buah koleksi barang pribadi milik R.A. Kartini. Seperti tempat tidur, “bathub” pribadi, tempat jamu, meja makan, mesin jahit, lesung, cermin rias dan juga meja untuk merawat bayi. Di sana juga terdapat ruang yang berisi berbagai karya dari pahlawan nasional itu, diantaranya adalah buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, tulisan tangan surat-surat R.A. Kartini yang dikirimkan ke teman-temannya di luar negeri dan lukisan karyanya serta foto-foto dirinya beserta keluarga semasa ia hidup. Koleksi unggulan museum ini adalah tulisan Kartini “Kongso Adu Jago”. Juga terlihat diorama saat membatik dan mengajar.
Dan sejak Kamis (10/10/2024) hingga Sabtu (12/10/2024) di Museum RA Kartini , Dinas Kebudayaan and Pariwisata Kabupaten Rembang, menggelar acara memperingati Hari Batik dan Hari Museum Nasional, yang diperuntukkan secara umum tanpa dipungut biaya. Pada pembukaan acara dipadati ribuan pengunjung, mulai dari pelajar SD hingga SMA. Mereka tidak hanya melihat koleksi museum, tetapi juga menikmati berbagai kegiatan menarik seperti pameran jamu tradisional, belajar menari, hingga membatik.
Hari Museum Nasional itu sendiri, menurut situs Kemendikbud, awal pembentukannya dari acara Musyawarah Museum se-Indonesia (MMI) di kota Malang, Jawa Timur pada tanggal 26-28 Mei 2015. Pertemuan tersebut dihadiri 250 pengelola Museum di Indonesia dan menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya yaitu menetapkan hari museum. Tanggal 12 Oktober dipilih karena mengacu pada tanggal Musyawarah Museum se-Indonesia (MMI) yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 12-14 Oktober 1962.Dan merujuk Kementerian Menko PMK, awal mula museum ada di Indonesia pada 24 April 1778. Saat itu berdiri himpunan Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yang bertujuan untuk memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan.
Lalu pada tahun 1862, Pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No.12 Jakarta. Mengingat jumlah koleksi penelitian terus meningkat, maka pada tanggal 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Baru pada 17 September 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia yang kemudian menjadi Museum Pusat.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2015 tentang Museum, Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Definisi museum berdasarkan konferensi umum ICOM (International Council Of Museums) yang ke-22 di Wina, Austria, pada 24 Agustus 2007 menyebutkan Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat, meneliti, mengomunikasikan, dan memamerkan warisan budaya dan lingkungannya yang bersifat kebendaan dan takbenda untuk tujuan pengkajian, pendidikan, dan kesenangan.
Secara etimologis kata museum berasal dari bahasa latin yaitu "museum" ("musea"). Aslinya dari bahasa Yunani “mouseion” yang merupakan kuil yang dipersembahkan untuk Muses (9 dewi seni dalam mitologi Yunani), dan merupakan bangunan tempat pendidikan dan kesenian, khususnya institut untuk filosofi dan penelitian pada perpustakaan di Alexandria yang didirikan Ptolomy I Soter 280 SM.
Museum mengelola bukti material hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata untuk dikomunikasikan dan dipamerkan kepada masyarakat umum melalui pameran permanen, temporer, dan keliling.
Kebanyakan museum menawarkan program dan kegiatan yang menjangkau seluruh pengunjung, termasuk orang dewasa, anak-anak, seluruh keluarga, dan tingkat profesi lainnya. Program untuk umum terdiri dari perkuliahan atau pelatihan dengan staf pengajar, orang-orang yang ahli, dengan film, musik atau pertunjukkan tarian, dan demonstrasi dengan teknologi(Sup)