Pengolahan Sampah Pager Bumi Desa Menawan

elangmur - Minggu, 5 Januari 2025 | 09:48 WIB

Post View : 512

Komplek pengelolaan sampah Pager Bumi- Desa Menawan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Sabtu 4 Januari 2025. Foto sup.

Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Ketika karut marut persampahan di Kabupaten Kudus yang hingga awal Januari 2025 belum juga terselesaikan, muncul setitik cahaya terang- setitik harapan. Lewat penghargaan dari Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana untuk Desa Menawan Kecamatan Gebog, sebagai Desa Mandiri Sampah (DMS) Muda tahun 2023. Katagori penghargaan  DMS terdiri Utama, Madya dan Muda.

                Sabtu siang ( 4 Januari 2025) Elmu meluncur ke lokasi komplek tempat penampungan sementara,  tempat pengolahan sampah dan sekaligus tempat/kantor pengelolaan sampah yang dikenal dengan nama  Pager Bumi.

                Lokasinya agak jauh dari jalan raya Desa Menawan- Rahtawu dengan lahan yang tidak terlalu luas. Hanya sekitar kurang dari separo luas lapangan sepakbola. Hanya ada satu ruang “kantor” berukuran sekitar 3 x 2 meter. Dengan satu meja yang beralas kain warna coklat dan di atasnya ada tumpukan map dan buku. Satu diantaranya buku tamu. Terlihat dua kursi plastik warna biru yang ditumpuk serta satu kipas angin.

                Cukup menarik di dinding bercat warna krem ini terpasang sebuah Piagam Penghargaan sebagai DMS dari Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana . Lalu ada sebuah vas (tempat bunga) dengan bunga  dari bahan plastik. Lalu juga ada tiga “pohon bunga” warna warni. “Semuanya  hasil karya warga Desa Menawan dan  berbahan baku  dari proses  daur ulang sampah,” tutur Musran.

             Pria berkaos biru muda,bercelana  panjang warna  gelap ini, termasuk salah satu pengurus Pager Bumi, dengan pembina Tri Lestari, yang juga dikenal sebagai kepala desa (Kades) Menawan. Sedang ketuanya Manoto, sekaligus sebagai operator dan dibantu sejumlah staf.

             Selain “kantor”, juga terlihat sebuah garasi, yang berisi  sebuah mobil dan tiga motor roda tiga. “Kendaraan itu dioperasionalkan  nyaris setiap hari. Terutama ketika ada warga yang mempunyai hajat dan  “menghasilkan “ banyak sampah.  Kendaraan itu salah satu diantaranya bantuan dari perusahaan rokok Sukun,” tambah Musran.

                Musran kemudian mengajak dan menunjukkan  ruang terbuka , berisi mesin pemilah , mesin pencacah, mesin pengayak dan  sebuah ruangan kecil di sisi luar dinding ruangan terbuka yang berfungsi sebagai tempat pembakaran sampah plastik. “ Ini contoh benda  hasil pembakaran sampah plastik yang telah tercetak, “ ujarnya. Benda padat, keras, warna hitam itu berbentuk segi panjang dan trapezium.

Benda padat-keras : yang dicetak dalam bentuk segi Panjang dan trapezium. Hasil dari pembakaran plastik foto sup

          Setelah itu pria ramah ini, membeberkan proses penanganan sampah dengan metode Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan ulang), Recycle ( mendaur ulang) (3R). Proses ini juga terpampang dalam selembar  spanduk, sehingga turut mempermudah- memahami  tentang penanganan sampah. “ Jadi sejak diawali sampah  “masuk “ ke mesin  pemilah, maka dibutuhkan waktu sekitar 20-30 hari untuk menjadi pupuk kompos  padat dan pupuk cair. Pupuk  tersebut, sebelum dipasarkan melalui Badan usaha milik desa (Bumdes) Akusoro, ke warga desa kami dan  masyarakat umum, lebih dahulu diuji di laboratorium di Semarang. Lolos dan bersertifikat  Standar nasional Indonesia (SNI)” jelas Musran.

Pupuk kompos- bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) hasil produksi Pager Bumi. Foto sup

             Pupuk padat tersebut dikemas dalam kantong plastik berbobot sekitar 10 kilogram dan harganya hanya Rp 15.000,-. Dan telah terbukti bermanfaat untuk segala jenis tanaman, buah-buahan, sayuran hingga aneka macam bunga.

Meguru mbangun desa

                Pengelolaan sampah Pager Bumi, lahir melalui  Surat Keputusan Kepala Desa Menawan Nomor 660.2/18/2021 dan merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.  

                Undang undang itu antara lain menyebutkan : bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.

           Bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien;

                Pager Bumi muncul setelah Desa Menawan,  bersama 14 desa lain di kabupaten Kudus ditetapkan sebagai desa wisata pada 21 November 2020. Adapun 15 desa wisata tersebut adalah , Desa Rahtawu, Ternadi, Dukuhwaringin, Kandangmas, Margorejo, Terban, Temulus, Jepang, Loram Kulon, Wates, Wonosoco, Padurenan, Jurang, Kaliputu, dan Tanjung Rejo.

              Pengelolaan sampah  Pager Bumi, juga merupakan bagian dari visi Desa Menawan Meguru Mbangun Desa Kanthi Sedadi . Meguru singkatan dari menawan guyub rukun. Sedadi adalah sehat, emban manah,demokratis, agamis, berbudaya dan inovatif.

               Sejak Pager Bumi ditrapkan, maka  secara bertahap warga Desa Menawan yang berjumlah 6.018 jwa ( terdiri 2.990 pria, 3028 wanita) menjadi anggota Pager Bumi. Dan  saat ini tercatat 400  warga sebagai anggota.

              Itu artinya secara bertahap pula warga  sudah mulai paham tentang  tata cara mengelola sampah, hingga maksud, arti, tujuan dan manfaatnya. Sehingga langsung atau tidak langsung juga merubah pola pikir, pola hidup, kebiasaan yang negatif.

          Perubahan itu berbuah manis, ketika tahun 2023 Desa Menawan meraih Anugerah Desa Wisata Indonesia dari kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif . Setahun kemudian berkompetisi pada Lomba Desa Wisata Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

           Dan sesungguhnya pula Desa Menawan lebih dulu memiliki fondasi kuat di bidang alam dan lingkungan. Berada di atas ketinggian 50 meter di atas permukaan laut. Dengan  luas 8, 26 kilometer dan sebagian besar bertanah latosal coklat.

                Tanah latosol, yang juga dikenal sebagai tanah inceptisol.Terbentuk dari hasil pelapukan batuan beku dan batuan sedimen yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Dengan kondisi tanah seperti itu, maka cukup baik untuk ditanami padi,jagung, kedelai. Juga untuk tanaman perkebunan dan holtikultura.

              Namun pada umumnya penduduk Desa Menawan, yang tersebar di Dukuh Menawan dan Dukuh Kambangan  memilih  menanamn tanaman perkubunan. Seperti durian, sengon, mangga, jambu,jeruk , nangka dan cengkeh. Meski ada sebagian kecil yang menanam jagung dan ketela pohon. Mereka juga lebih intensif memberdayakan sendang Widodari, membangun tempat wisata buatan, membumikan budaya lokal , termasuk kulinernya.

                  Dan kiranya tidak berlebihan pernyataan Kepala Desa Menawan Tri Sulastri, bahwa  Pager Bumi yang menjadi ujung tombak dalam membangun kesadaran masyarakat dan pentingnya pengelolaan lingkungan.

                Elmu juga terkesan dengan salah seorang ibu, anak perempuan dan cucunya, yang dengan ramah dan senang hati  mengantar –menunjukkan lokasi komplek penanganan sampah.

              Ketiganya naik motor, melewati  beberapa ratus meter ruas jalan desa yang beraspal mulus.Kiri kanan dijumpai rumah yang nampak rapi, bersih, dengan pekarangan yang ditumbuhi banyak bunga dan aneka jenis tanaman. Serta kondisi hawa sejuk.

                Sebuah contoh dan bukti, pemerintah desa dan segenap masyarakatnya  mampu menghadirkan program pengeloaan sampah dan memunculkan banyak sekali efek positif. Meski mesin pemilah, pencacah dan ayakan bukan termasuk mesin baru dengan harga mahal. Mereka ibaratnya juga tidak berkaok-kaok, tetapi lebih mengedepankan kinerja dan capaiannya.(sup)

 

.

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single