Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Polder yang dibangun di sisi kanan Sungai Wulan Desa Jati Wetan Kecamatan Jati Kabupaten Kudus kini mendekati penyelesaian. Dan jika mengacu pada papan proyek, pembangunan dimulai pada 15 Desember 2023 akan berakhir pada 8 Januari 2025. Atau selama 384 hari kerja. Dan kondisi per Rabu (4/12/2024), tinggal menyelesaikan pembangunan lima unit pompa air. Serta pembenahan di kolam retensi. Polder adalah metode penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik berupa saluran drainase, kolam retensi, dan pompa air yang dikendalikan sebagai satu kesatuan pengelolaan. Metode ini juga disebut drainase yang terkendali.
Polder dibangun di desa yang berpenduduk 8.769 dengan biaya Rp 418,5 miliar (mengutip dari laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik(. LPSE ) kabupaten kudus. Merupakan unit kerja yang melayani pengadaan barang dan jasa secara elektronik untuk pemerintah dan pemerintah daerah.) dilatar-belakangi dengan bencana banjir yang nyaris setiap tahun melanda desa ini. Terutama bagi warga desa yang bermukim di seputar tanggul Sungai Wulan.
Dan Sungai Wulan yang panjangnya 48 kilometer tergolong sungai besar. Memanjang sejak dari pintu pembagi banjir Wilalung Desa Kalirejo Kecamatan Undaan , hingga Laut Jawa di wilayah Kecamatan Wedung Dermak.
Sedang di seputar tanggul tersebut menjadi tempat penampungan air dari berbagai desa di Kecamatan Jati. Terutama dari seputar Desa Tanjungkarang, Jetiskapuan, sebagian Desa Jati Kulon, Ploso, Loram Wetan, Loram Kulon, Getas Pejaten, hingga sebagian desa/kelurahan di Kecamatan Kota Kudus.
Air dari segala penjuru tersebut mengalir ke Sungai Kencing1 dan Sungai Kencing 2, lalu menuju penampungan air yang dangkal-penuh lumpur. Kemudian dialirkan menuju Sungai Wulan dengan dibantu dua unit pompa air. Ironisnya dua pompa air selalu bermasalah, karena kekuatannya hanya maksimal 500 meter kubik/detik/pompa. Sering rusak dan juga tidak selalu tercukupi bahan bakarnya (solar).
Dengan dibangunnnya polder, maka Sungai Kencing 1 dan Sungai Kencing 2, dipagar beton sisi kanan kiri. Dengan ketinggian yang berbeda, sehingga bila terjadi banjir tidak meluap. Lalu di seputar rumah-rumah pompa air, dibangun kolam retensi yang luasnya sekitar hampir seluas lapangan sepakbola. Dan konon mampu menampung sekitar ratusan meter kubik.
Lima pompa air itu sendiri masing masing berkekuatan 2.000 meter kubik/detik dan setiap “rumah pompa” dilengkapi pintu pintu air , yang bisa diatur tinggi rendahnya menyesuaikan pasokan air. Dan tidak semuanya dibuang ke Sungai Wulan, tetapi sebagian ditampung di kolam retensi. Kolam inilah ke depan dijadikan sebagai tempat wisata lokal, yang mampu menampung ratusan warga secara berssamaan. Terutama setelah musim hujan berlalu.
Dari hasil “blusukan” beberapa kali ke proyek pembangunan polder tersebut, terlihat jelas sosok aliran sungai Kencing 1 dan Sungai Kencing yang berubah menjadi gagah dan kokoh. Begitu pula sosok rumah pompa air dan kolam retensi yang sebagian diantaranya disisakan untuk tanaman penghijauan.
Sedang diantara sela-sela tembok/dinding sungai, terlihat beberapa hektar sawah yang saat ini tengah ditanami padi. Sebagian diantaranya di bagian tengah persawahan, dibangun jalan beton yang bisa dilewati motor secara leluasa. Dan juga nampak terlihat sejumlah proyek perumahan yang telah dibangun sejak lebih dari 5-10 tahun lalu.
Dengan selesainya pembangun polder, maka dalam beberapa tahun ke depan warga desa dan penghuni perumahan di wilayah Desa Jati Wetan, Tanjungkarang dan Jetiskapuan bakal terhindar dari bencana banjir. Bahkan jika warga, pemerintah desa, pemerintah kecamatan hingga kabupaten mulai menggulirkan program penanganan “kebersihan” polder secara rutin.
Polder butuh penanganan rutin, karena Sungai Kencing 1 dan Sungai Kencing 2, selama ini selalu menjadi tempat pembuangan aneka macam sampah. Termasuk aneka jenis limbah rumah tangga, limbah ternak, limbah industri, tanaman enceng gondok hingga limbah rumah sakit. Saat ini saja (Rabu, 4/12/2024), kondisi air Sungai Kencing 1 dan Sungai Kencing 2 sudah didominasi limbah, dengan warna keabu-abuan. Dan selama ini pula, Indonesia dikenal sebagai “pintar “ membangun, tetapi tidak peduli untuk merawatnya. Kebiasaan buruk yang seharusnya secara bertahap dilenyapkan.(Sup).