Kudus, Elang Murianews- Rapor merah bagi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus. Khususnya dalam menangani sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo Kecamatan Jekulo. Sekitar 12-13 kilometer sebelah timur kantor pusat pemerintah kabupaten.
Rapor merah muncul akibat program yang digulirkan masing masing kepala Dinas PKPLH tidak fokus dan tidak saling melengkapi , atau berkesinambungan. Bahasa kasarnya tidak paham. Tidak profesional.
Itu dimulai ketika dengan entengnya, Sumiatun sebagai Dinas PKPLH yang semula bernama Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Ciptakaru) membangun taman dan 10 gazebo di dalam komplek TPA Tanjungrejo yang diresmikan Bupati Kudus Mustofa Desember 2016. Menelan biaya Rp 11,4 miliar bantuan dari Gubernur Jawa Tengah. Termasuk pembangunan talud, jembatan timbang, pagar dan sebagainya.
Memang pembangunan itu membuahkan “hasil”, Kudus meraih Adipura Kencana .” .”Ini merupakan cerminan dari semakin tingginya kesadaran masyarakat Kudus akan arti kebersihan dan keindahan lingkungan,” tutur Mustofa.
Sedang Sumiyatun menyatakan :TPA Tanjungrejo akan mampu menjadi wahana rekreasi. Khususnya bagi anak anak untuk mengetahui proses pengelolaan sampah .Pihaknya akan bekerja sama dengan instansi terkait atau mengundang rombongan anak taman kanak-kanak untuk datang ke TPA.
Dan awalnya memang benar, lumayan banyak anak-anak, remaja, hingga orang tua yang berdatangan ke Taman TPA. Aneka jenis bunga, gazebo menjadi daya tarik. Apalagi bau sampah yang biasanya menyengat hidung, nyaris tidak berbau lagi.
Entah disadari atau tidak, pembangunan taman beserta gazebonya seluas hampir satu hektar itu tentu saja “memakan” sebagian luas TPA yang tercatat 5,6 hektar. Itu artinya mempersempit luasan lahan yang seharusnya memang untuk tempat pembuangan sampah.
Padahal gelontoran sampah dari masyarakat dan pasar tradisional, tetap mengalir ke TPA. Bahkan volomenya terus meningkat. Tepat pada 1 Agustus 2018, Agung Karyanto dilantik menjadi Kepala Dinas PKPLH menggantikan Sumiyatun. “Saya akan tetap mempertahankan dan bahkan akan mengembangkan Taman TPA, karena ” tuturnya usai pelantikan.
Sedang pasokan sampah terus bertambah dan tumpukan sampah semakin menggunung, sehingga pada pertengahan 2019, TPA Tanjungrejo dinyatakan kelebihan sampah. Dinas PKPLH segera “berteriak kepada bupati maupun ketua DPRD. Meminta daan untuk membeli tanah di seputar TPA sebagai upaya per;uasan dan sekaligus penyelamatan . Namun Dengan alasan tidak ada dana, maka “teriakan” itu lenyap “tertelan sampah”.
Apa boleh buat. Dinas PKPLH jalan terus. Akibatnya taman TPA yang sebenarnya cukup cantik dan menarik ini terpaksa “ditabrak”. Kemudian dihancurkan – diratakan dengan tanah pada awal 2022. Sebuah keputusan Agung Karyanto yang cukup “berani”, tetapi sekaligus “menelan” ucapannya sendiri bahwa taman akan dilestarikan. Dan sebelumnya, yaitu dengan munculnya pagebluk Covid-19 per Maret 2020, taman TPA sudah semakin meredup. Tidak lagi dikunjungi banyak warga dan juga tidak lagi dirawat.
Kemudian Agung Karyanto juga lengser pada 13 Juli 2022 digantikan Abdul Halil . Dan tahun anggaran 2023, Dinas PKPLH memperoleh kucuran dana dari APBD Kudus sebesar Rp 6 miliar untuk pembelian lahan guna perluasan TPA Tanjungrejo.
Anehnya, Halil menolak, dengan alasan tidak butuh lahan, tetapi alat berat. Dengan alat berat baru Halil berkeyakinan mampu menyelamatkan TPA . Akhirnya Pemkab dan DPRD “mengalah”. Dana dikembalikan ke kas daerah lebih dahulu. Baru pada tahun anggaran 2024 dikeluarkan anggaran pembelian alat berat (boldozer) senilai Rp 4,2 miliar untuk penangana sampah di TPA Tanjungrejo., Alat berat itu diserahkan dan dioperasikan menjelang akkhir Oktober 2024.
Namun kenyataannya, kasus kelebihan beban di TPA Tanjungrejo tetap tak mampu tertangani tuntas. Bahkan Dinas PKPLH melalui Kepala UPT TPA Tanjungrejo, berkilah masih butuh beberapa alat berat baru lagi. Butuh tambahan tenaga kerja baru dari 15 menjadi 50 orang. Butuh pula tamabahan biaya operasional yang dinggap tidak memadai.
Padahal jika Sumiyatun mau melanjutkan program pembuatan pupuk granul yang dirintis kepala PKPLH lama kemungkinan besar menjadi lain . Sebab pupuk granul yang berbahan baku sampah TPA mampu mengerem laju pertambahan sampah antara 15-20 meter kubik/ ton/hari untuk dijadikan pupuk kompos.
Sebenarnya sudah mampu berproduksi dan sudah terbukti cukup baik untuk pemupukan aneka jenis tanaman. Namun karena tidak disertai “payung hukum”, ,maka pupuk granul TPA Tanjungrejo tidak bisa dipasarkan untuk umum. Pembangunan pupuk granul itu sendiri menghabiskan biaya Rp 1,9 miliar yang berasal dari bantuan pemerintah pusat melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah 2012. Lalu untuk mengoperasikannya dibutuhkan dana lagi sekitar Rp 450 juta, yang baru terpenuhi dalam APBD Kudus 2013.
Sedang pada awal 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga membantu satu unit Pusat Daur Ulang (PDU) berkapasitas 10 ton/hari, Namun sampai saat ini Kamis 9 Januari 2025, PDU yang terletak di selatan dinding Pasar Baru Wergu bagai hidup segan mati tak mau. Penyebabnya kekurangan tenaga kerja dan pasokan sampah. Itulah perjalanan TPA Tanjungrejo di era Kepala Dias PKPLH ditangani Sumiyatun, Agung Karyanto dan Abdul Halil, yang sebenarnya juga ditandai sisi gelap lainnya.. (Sup)