Resik Resik Sungai Gelis Dan Tebar Pesona

elangmur - Sabtu, 21 Juni 2025 | 08:15 WIB

Post View : 98

Tanggul sungai Gelis- dijadikan tumpukan sampah dan bangunan rumah bagian belakang (dapur/kamar mandi) Foto Sup ( 18 Juni 2025)

Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Dalam dua minggu terakhir Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Kudus  yang diketuai Bupati Kudus, Samani Intakoris  berbaur langsung dengan , dinas/instansi, perusahaan, mahasiswa , hingga komunitas lingkungan,untuk resik- resik Sungai Gelis dan Sungai Tumpang.

        Kegiatan serupa juga pernah dilakukan pimpinan daerah, dinas /instansi terkait  yang terdahulu dan semua  itu patut dihargai. Namun layak pula dipertanyakan, karena kegiatan itu  tidak “garis lurus”. Melainkan bengkak bengkok memanjang tak bertitik. Akibatnya,  bersih- bersih sungai selama ini nyaris tidak efektif - tidak menyelesaikan banyak “kasus” yang melanda sungai ini. Dan diduga (maaf) sekedar “tebar pesona”.

        Sebab, yang “diresiki” hanya di lingkup yang sangat kecil. Padahal misalnya ,Sungai Gelis yang berhulu  di kawasan Gunung Rahtawu Desa Rahtawu Kecamatan Gebog . Bermuara di bangunan pelimpah ( spillway) Dukuh Goleng  Desa Pasuruhan Lor Kecamatan Jati Kudus dan panjangnya  sekitar 33,05 kilometer.

Bangunan di dalam sungai - itu terjadi di sejumlah titik di Sungai Gelis Desa Rahtawu Kecamatan Gebog Kudus, Foto Sup ( 26 Agustus 2024).

           Dari panjang sungai tersebut, sebagian besar  tidak bertanggul. Baru sekitar delapan kilometer yang telah dinormalisir, yaitu dari  seputaran jembatan  sebelah barat SMA Taman Siswa Desa Demaan- hingga seputar Jembatan Kencing. Sungai ini tercatat memiliki 13 anak sungai.

           Ketika menelusuri sepanjang 8 kilometer yang telah dinormalisasi sejak sekitar 3-5 tahun terakhir,  pada Selasa – Rabu ( 17- 19 Juni 2025),  pendangkalan alur sungai yang menonjol. Di banyak titik ditemukan, lahan lahan lapang di kanan kiri dalam  tembok beton bertulang, sehingga alur sungai menyempit. Kemudian di sepanjang tembok pengaman kanan kiri, terlihat banyak sekali pralon maupun bis beton dari ukuran kecil, menengah dan besar. Fungsinya sebagai sarana pembuangan limbah rumah tangga hingga  limbah industri rumah tangga.

Bis beton dan pralon- sebagai sarana pembuangan limbah rumah ke Sungai Gelis Foto Sup ( 18 Juni 2025).

            Selain itu ditemukan banyak titik timbunan sampah dan  ceceran sampah . Kemudian tanaman bambu yang dibiarkan tumbuh liar. Padahal bila  ditanam secara teratur, dipangkas  secara periodik,  menjadi penguat tanggul alami . Sedang jumlah  rumah penduduk – terutama  dinding belakang- baik yang bertembok bata maupun anyaman bambu atau  kayu, yang  melewati tanggul sungai , relatif sedikit.                                  

Terbagi empat titik

            Lalu ketika membaca  hasil tulisan yang tertuang dalam jurnal teknik lingkungan Universitas Diponegoro Semarang  (2017), Sungai Gelis terbagi menjadi empat segmen.  Yaitu (1) Rahtawu- Jembatan Desa Jurang  sepanjang 16 kilometer,  (2) Jembatan Desa Jurang – Bendung Kedung Gupit Desa Panjang (6 kilometer), (3) Bendung Kedung Gupit – Jembatan Ploso (3 kilometer) dan Jembatan Ploso – Jembatan Jati Kulon (Kencing) (4 kilometer).

            Dari ke empat  segmen tersebut, maka yang nyaris aman dari pencemaran lingkungan  adalah Rahtawu- Jurang dan Jurang- Bendung Klumpit.  Sedang Kedung Gupit- Jembatan Ploso serta Jembatan Ploso – Jembatan Kencing, lingkungannya  sudah tercemar.

              Lalu itu merunut pada penjelasan  Subiyanto,  staf Pengendalian dan Pendayagunaan Balai Pekerjaan umum sumber daya air  dan penataan ruang Sungai Serang, Lusi, Juwana (Seluna) Kudus, saat sosialiasi Perda nomor 9 tahun 2013 tentang Perubahan atas peraturan daerah Provinsi Jateng nomor 11 tahun 2004 tentang Garis Sempadan di Balai Desa Rahtawu, Selasa (21/8/2018). “.” Ada 23 bangunan di tepi sungai di Rahtawu yang jelas melanggar aturan. Seperti batu cat, itu semestinya juga tidak boleh,” tuturnya.

           Sebagian besar bangunan berupa obyek atau sarana prasarana wisata. Dan Desa Rahtawu baru ditetapkan sebagai desa rintisan wisata melalui  surat keputusan bupati Kudus Hartopo per 2 Juli 2020  dengan nomor 556/121/2020.  Meski  sebagian warga sudah “bergerak dan menabrak “ peraturan perundangan sejak sekitar 2013.

          Sedang Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali – Juwana, Muhammad Adek Rizaldi, dalam pengumunan tertulis bernomor 02/PENG/Ao/2023  tertanggal 16 Januari 2023 tentang Larangan pemanfaatan  ruang bantaran sungai dan sempadan sungai antara lain : BBWS Pemali Juwana tidak pernah memberikan kewenangan kepada siapapun dan pihak manapun dalam bentuk ijin dalam hal pemanfaatan  ruang bantaran dan sempadan sungai  yang tidak sesuai peruntukannya,”

            Ini sebagai wujud pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan, antara lain melalui konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air, sesai Undang Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, dalam pasal 25, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya kondisi tata air daerah aliran sungai, melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan/atau prasarananya, hingga kegiatan yang mengakibatkan terganggunya upaya pengawetan air dan mengakibatkan pencemaran air."

         Namun sampai dengan Sabtu , 21 Juni 2025 atau  selama enam tahun lebih, tidak ada satupun bangunan yang melanggar tersebut ditindak, ditertibkan, apalagi digusur. Bahkan dengan  semakin  melonjaknya jumlah  wisatawan yang berdatangan ke Desa Rahtawu, pihak-pihak yang bersangkutan sengaja  terus mengulur-ulur waktu dan ada dugaan “ dipeti eskan”.

             Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali – Juwana yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap sungai hingga waduk nyaris tidak berdaya menghadapi  banyak kasus yang terjadi di wilayah kerjanya, Oleh karena itu, langkah Bupati Kudus, Samani untuk ikut resik resik sungai,  secara tidak langsung, atau langsung meringan beban BBWS Pemali Juwana. Apalagi resik resik sungai tersebut secara bertahap dibudayakan.

          Misalnya,  setiap hari Jumat  atau hari libur ( hari Minggu) ada gerakan gotong royong bersih-bersih sungai yang  terkoodinir secara rapi. Agar  gerakan ini  tidak kandas di tengah jalan, karena salah satu penyebabnya bosan. Maka bisa  dicegah dengan  adanya lomba  berhadiah.

          Pengalaman saat studi banding ke Malaysia,  di negeri jiran ( negara tetangga dekat) ini memiliki “armada”/ satuan kerja  yang bertugas khusus  setiap hari jam kerja membersihkan sungai dan selokan. De ngan demikian pada umumnya sungai –sungai yang berada  di Malaysia,  terlihat bersih dari  sampah. Dan jernih airnya karena terbebas dari limbah  cair. (Sup).

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single