Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Senin ( 25/11/2024) menjelang siang, ruang Kelas VIII H Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Desa Rejosari Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus nampak “semringah” dengan dominasi cat putih serta puluhan siswa berseragam . Sisi samping kanan kiri bagian atas berupa jendela kaca memanjang, yang sebagian diantaranya bisa dibuka- ditutup, sehingga sirkulasi udara, cahaya ,bisa”diatur”. Tanpa harus menggunakan pendingin ruangan yang memang tidak dibutuhkan.
Tata ruang kelas berbeda pada umumnya yang berlaku di sekolah sekolah. Yaitu tiga deret. Dua deret memanjang di sisi kanan kiri dan saling berhadapan. Lalu satu deret di sisi belakang, sehingga memunculkan ruang tengah yang kosong. Dan di sisi depan papan tulis, meja kursi guru.
Dengan tata ruang kelas yang demikian, nyaris semua siswa dan guru saling langsung bertatap muka. Dan ruang Kelas VIII H ( semula disebut kelas 2) tergolong ruang kelas baru. Menghadap ke halaman sekolah yang sangat luas. Untuk menuju ruang kelas yang berplafon “non eternit” ini harus melalui sebuah tangga beton, yang sedikit basah terkena percikan air hujan di bagian pojok yang nampak bocor.
Dibangun dari dana aspirasi anggota DPRD Kudus daerah pemilihan (Dapil) 3 Dawe- Jekulo sebesar Rp 160 juta dan bantuan orang tua/wali murid. “ Saya selaku kepala sekolah sama sekali tidak tahu menahu tentang aliran uang. Tahunya tinggal menerima dalam bentuk barang jadi, yaitu sebuah ruang kelas baru yang cukup representatif untuk aktivas belajar mengajar,” tutur Kepala Sekolah SMP 2 Dawe Kudus, Nasripin di ruang kerjanya.
Dengan tambahan ruang kelas baru tersebut, maka jumlah total ruang kelas di SMP yang berada beberapa ratus meter tepi jalan raya menjadi 22 ruang. Dan saat ini ditempati 730 siswa, yang terdiri 398 siswa pria dan 332 siswa putri. Selain 22 ruang kelas, juga terdapat satu ruang perpustakaan, tiga ruang laboratarium, ruang kepala sekolah, ruang guru- tata usaha serta 16 sanitasi. Sanitasi menurut kamus besar bahasa Indonesia : usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat; lingkungan cara menyehatkan lingkungan hidup manusia terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air, dan udara. Ditambah dengan 37 guru.
SMP2 Dawe, adalah salah satu diantara tiga SMP Negeri di Kecamatan Dawe. Dua lainnya SMP 1 di Desa Lau dan SMP 3 di Desa Dukuh Waringin. Ketiga sekolah ini “ membawahi” 18 desa yang tersebar di Cendono, Colo, Cranggang, Dukuhwaringin, Glagah Kulon, Japan, Kajar, Kandangmas, Kuwukan, Lau, Margorejo, Piji, Puyoh, Rejosari, Samirejo, Soco, Tergo, Ternadi.
Sedang Dana aspirasi- sebenarnya tidak ada dalam peraturan perundangan. Dan Dana Program Pembangunan Daerah Pemilihan merupakan istilah resmi dari dana aspirasi. Ini tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Pasal 80 huruf J UU MD3 menyebutkan : Anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan pembangunan daerah pemilihan'. Pasal ini yang dijadikan dasar dari dana aspirasi DPR. Besaran ditahun 2015 ditetapkan Rp 20 miliar/ anggota DPR//tahun untuk pembangunan di daerah pemilihannya.
Di Kabupaten Kudus serba masih abu-abu. Contoh konkrit di dekat pintu masuk ruang kelas VIII H terpasang papan nama kecil bertuliskan : Ruang kelas baru ini dibangun menggunakan APBD tahun anggaran 2024. Kenapa tidak langsung menyebutkan nama anggota DPRD dan besaran uangnya, sehingga tidak memunculkan banyak tanda tanya.
Seperti halnya pembangunan sejumlah kios di komplek terminal wisata religi Bakalan Krapyak, yang dibiayai dana aspirasi dari salah satu unsur pimpinan DPRD. Dan konon kios itu malah dijual belikan.
Selain itu juga tidak ada rencana anggaran belanjanya (RAB), sehingga ketika dana aspirasi yang konon sebesar Rp 160 juta, hanya cukup untuk membangun tembok/dinding dan kerangka atas. Tidak termasuk untuk membangun lantai, plafon dan tangga, sehingga pihak sekolah berupaya untuk mencari sumber dana lain agar bisa membangun tiga hal itu. Sekaligus menghindari bangunan menjadi mangkrak dan mengganggu proses belajar-mengajar. “Kami sudah lebih dahulu berkoodinasi-musyawarah dengan para guru, komite sekolah dan para orang tua-wali murid. Akhirnya muncul kesepakatan para orang tua –wali murid membantu rata-rata Rp 200.000,-“ tambah Nasripin.
Gegara Rp 200.000,- itulah muncullah tuduhan , Nasripin (SMP 2 Dawe) melakukan pungutan liar (pungli). Dan kepala sekolah ini sempat dipanggil- dimintai penjelasan Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora), Ketua Umum Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI) dan DPRD (komisi D). “ Kami juga sudah jelaskan kronologisnya dan tidak ada yang kami tutup-tutupi,” tegasnya.
Nampaknya, “kasus “ ruang kelas baru, termasuk rentetan kasus kerusakan ruang kelas, ruang guru, rumah dinas kepala sekolah, rumah dinas penjaga sekolah dan kasus lain yang masih saja terjadi serta belum tertangani tuntas Disdikpora. Jika setiap kali mumcul kasus tersebut, pasti “lagu lama” kekurangan dana, masih dalam proses dan sabar menanti terdengar menyertainya. (Sup).