Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Meski Sungai Gelis di wilayah Desa Ploso Kecamatan Jati Kabupaten Kudus telah ditebari 3.000 ekor benih ikan lele dan 2.000 ekor benih ikan lele, namun pemancing (menangkap ikan dengan alat pancing) kesulitan untuk mendapatkan. Meski para pemancing sudah “berkonsentrasi” penuh beberapa jam menjalankan aksinya. “Jika toh dapat (menangkap) hanya beberapa ekor saja. Itu pun ukuran kecil-kecil dan umumnya jenis ikan wader,” tutur sejumlah pemancing yang ditemui di seputar pintu air Ploso Tambak Lulang, Rabu sore (18/6/2025).
Saat itu terlihat lebih dari 15 pemancing, yang umumnya berusia muda belum berkeluarga. Hanya tiga-empat orang diantaranya yang mengaku sebagai keluarga muda. Sebagian berada di beberapa meter pintu air. Bahkan ada yang berada bagai di tengah air sungai. Dengan duduk di tumpukan sampah . Sebagian airnya berbuih warna putih dan terlihat ceceran sampah plastik.
Sementara yang lain beberapa puluh meter selatan pintu air. Pemancing berada di gundukan tanah yang memanjang dan cukup lebar sehingga bisa menampung puluhan sepeda motor. Airnya sedikit jernih namun terlihat genangan sampah di sejumlah titik.
Kanibal
Para pemancing tidak mengetahui secara pasti penyebab sulitnya menangkap ikan di Sungai Gelis. Namun berdasarkan data yang dihimpun Elmu, pada tanggal 21 April 2025, pihak pemerintah Desa Ploso memperoleh bantuan bibit ikan lele dan nila dari salah satu perusahaan rokok terkemuka di Kota Kretek.
Dengan harapan/tujuan antara lain untuk memulihkan ekosistem sungai, hingga membantu nutrisi warga. Kedua jenis ikan tersebut dipilih, karena lebih mampu bertahan hidup di perairan yang tidak begitu ramah lingkungan. Dibanding dengan jenis ikan lain. Sementara di Desa Ploso dikenal sebagai salah satu sentra industri tahu yang sebagian besar belum memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), sehingga air proses produksi dibuang ke Sungai Gelis.
Dan pada umumnya, bibit ikan Lele sudah bisa dipanen pada umur 2,5- 3 bulan. Sedang bibit ikan Nila berkisar antara 4-6 bulan. Pada saat penebaran bibit ikan lele, hingga beberapa minggu ke depan atau menjelang umur dewasa, ikan lele menunjukkan aksinya sebagai kanibal. Yaitu saling memakan diantara mereka, sehingga populasinya merosot drastis.
Kehidupan kanibal tersebut bisa dicegah signifikan, ketika budidaya ikan lele menggunakan kolam/bak, yaitu memisahkan antara yang berukuran besar dan kecil.Sedang bibit ikan Nila, nampaknya masih “kurang umur” untuk saat ini (Kamis 19/6/2025).
Selain itu, terbuka kemungkinan sebagian bibit ikan tersebut terbawa aliran sungai, tidak hanya mengikuti aliran sungai yang menuju spillway ( bangunan pelimpah) Dukuh Goleng Desa Pasuruhan Lor (Jati). Atau paling tidak terkumpul di aliran sungai seputar jembatan Kencing- mengingat sejak Februari 2025, dimulai normalisasi Sungai Wulan , yang diawali dari wilayah Dukuh Goleng.
Bibit ikan itu juga terbawa-mengikuti aliran air sungai Gelis yang menuju wilayah Desa Jati Wetan hingga perbatasan Desa Tanjungkarang- Jetis Kapuan ( arah kiri/timur). Sebagian lagi yang dialirkan ke arah barat (kanan) menuju wilayah Kecamatan Kaliwungu.
Lumpur
Kemudian yang tidak kalah menariknya, kondisi badan Sungai Gelis yang telah diperkokoh dengan tembok beton kakan –kiri sejak dari pintu air Ploso Tambak Lulang hingga beberapa puluh meter dari Jembatan Kencing, ternyata nyaris semua sisi badan sungai mendangkal lagi.
Ditandai dengan endapan lumpur yang tingginya melebihi permukaan air Sungai Gelis yang terlihat memanjang dan ukuran cukup lebar. Sementara lebar aliran sungai mayoritas menyempit. Diduga ketika proses normalisasi-pengerukan tidak cukup dalam- tidak sesuai standar.
Pada tahun anggaran 2020-2021, sebagian Sungai Gelis dinormalisir dengan biaya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 67, 9 miliar. Dengan panjang 5,5 kilometer , terhitung sejak dari Desa Ploso- Jati Kulon, Jati Wetan- Goleng Pasuruhan Lor ( tepatnya di Spiilway Goleng).
Namun menurut sejumlah perangkat Desa Pasuruhan dan warga Goleng, yang dinormalisir hanya sebatas dari jembatan Ploso yang ada pintu airnya hingga “ bibir” jembatan Kecing Jati. Namun yang masuk wilayah Dukuh Goleng hanya dilebarkan ke arah kanan kiri dari 30 meter menjadi 60 meter. Dengan panjang sekitar lebih dari satu kilometer. Tapi “badan” sungai yang dangkal dan penuh lumpur dibiarkan begitu saja – atau tidak dikeruk. Sedang dinding tanggulnya dibuat permanen dari beton bertulan. “Dengan demikian aliran banjir hanya lancar di bagian permukaan. Sedang di dalam sungai terhambat. Lagi pula itu “normalisasi aneh” ini tidak sampai ke bangunan pelimpah,” ujar mereka saat ditemui terpisah Senin ( 4/11/2024).(Sup)