Kudus, Elang Murianews (Elmu) –Keberadaan jembatan apung di Sungai Wulan dipastikan tidak akan tergusur. Meski saat ini proses normalsasi sungai pada posisi Senin sore (21/7/2025) sudah merambah di seputar jembatan apung.
Kepastian tersebut disampaikan Eko ( bukan nama sebenarnya) salah satu karyawan bagian pemgawasan pada kontraktor normalisasi Sungai Wulan, yang ditemui di seputar pos penarikan retribusi yang berada di sisi kiri Sungai Wulan- masuk wilayah Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak. “ Kami tidak akan menggusur jembatan apung tersebut. Hanya saja butuh penyesuaian. Mengingat lebar Sungai Wulan yang dinormalisir rata-rata lebarnya 80 meter. Lalu ada lambiran sungai dan tanggul sungai,” tegasnya.
Sedang dua orang petugas retribusi yang ditemui terpisah menyatakan tidak tahu menahu, apakah jembatan apung itu dibongkar dan dihentikan operasinya. Atau tetap “dilestarikan”. “Kami belum ada instruksi dari pimpinan. Dan yang pasti sampai hari ini (Senin 21/7/2025) aktivitas warga pengguna jembatan apung masih normal-normal saja. Juga tidak ada isu jembatan apung dihentikan operasinya,”
Jembatan apung dibangun/dioperasikan pada Desember 2022, dengan biaya sekitar Rp 500 juta yang seluruhnya berasal dari pihak swasta. Jembatan ini menghubungkan, antara Desa Kedungwaru Lor, Kedungwaru Kidul, Tugu Lor dan Desa Kotakan Kecamatan Karanganyar dengan Desa Setrokalangan dan desa wilayah Kecamatan Kaliwungu Kudus.
Jembatan apung ini sejak dioperasikan, baru sekali “bermasalah”, ketika sebagian jembatan sengaja dilepas dari mata rantai. Hal ini untuk menghindari kerusakan parah jembatan, karena liran sungai dipenuhi aneka jenis sampah. Dan itu hanya berlangsung beberapa jam saja. Kemudian kembali normal .Jembatan apung menyesuaikan debit/ketinggian air Sungai Wulan. Nyaris dioperasikan sepanjang 24 jam, karena dilengkapi dengan lampu listrik. Termasuk jalan selebar sekitar 1,5 meter yang terbuat dari paving block. Dan diperkirakan setiap hari dilalui 1.000 – 2000 orang, yang sebagian besar naik motor. Setiap motor dikenakan retribusi Rp 2.000,-.
Sebagian besar pengguna jembatan adalah warga di ke empat desa di wilayah Kecamatan Karanganyar yang bekerja sebagai buruh industri rokok serta industri lain. Selain itu juga untuk berbelanja ke Pasar Jetak, berobat ke Puskesmas, rumah sakit swasta. Atau ingin meneruskan perjalanan ke kota Kudus maupun ke Jepara.
Jembatan apung juga mempersingkat jarak tempuh, dibanding dengan cara memutar yang berjarak sekitar 10 kilometer (lewat jembatan Tanggul Angin, di perbatasan Desa/Kecamatan Karanganyar Demak dengan Desa Jati Wetan Kecamatan Jati Kudus) dan lebih dari 25 kilometer ketika melalui jembatan di perbatasan Kecamatan Mijen Demak dengan Kecamatan Welahan Jepara).
Sebelum dibangun jembatan apung, atau sejak puluhan tahun lebih dahulu dibangun jembatan “ogal agil” atau jembatan sesek karena terbuat dari anyaman bambu di bagian bentangan bawah, atau juga disebut jembatan bongkar pasang. Sebab, ketika kondisi Sungai Wulan pasang /banjir, maka jembatan itu dibongkar. Kemudian sebagai gantinya dioperasikan sebuah perahu kayu tanpa mesin. Digerakkan dengan dua galah bambu – yang dioperasikan dari ke dua ujung. Serta dibantu dengan seutas tali panjang dari tanggul sisi kanan hingga sisi kanan.(sup).