Kudus , Elang Murianews (Elmu)- Arkeolog senior Harry Widianto (67), sangat menyayangkan rusak dan tidak terawatnya Gardu Atraksi Situs Patiayam Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus.”Itu hasil penggalian saya saat itu. Temuan langka, karena ditemukan dalam kondisi hampir utuh komponen rangka gajahnya. Sepeninggal Balai Arkeologi (Balar) Jogja, saya pikir baik-baik saja. Sayang sekali. Mestinya, yang paling bertanggungjawab adalah Dinas setempat, “ tegasnya ketika dihubungi Elmu, Minggu ( 27/7/2025).
Harry Widianto, adalah lulusan Jurusan Arkeologi Universitas Gajah Mada (UGM) 1983. Gelar master 1990 dengan tesis berjudul Polymorphisme des Dents des Homonides de Jawa. Dan gelar doctor diraih pada 1993 melalui desertasi tentang keanekaragaman fosil fosil manusia purba di Indonesia berdasarkan temuan –temuan terbaru yang berjudul Unite et Diversite des Hominides de Java Presentantion de Restes Humains Fossiles Inedits. Gelar S2- S3 didapat dari program paleoantropologi di Institut de Paleontologie Humaine, Museum National d’Histoire Naturelle, Paris Perancis. Pernah menjabat sebagai Kepala Balar Jogja, Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba, dan terakhir pensiunan Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Serta beberapa kali memimpin penelitian hingga ekskavasi di Situs Patiayam.
Seperti yang dilaporkan, Elmu, Sabtu ( 26/7/2025), Dibalik peresmian pameran temporer cagar budaya Abirama Purbakala Patiayam, Jumat (25/7/2025), ternyata gardu atraksi Situs Patiayam di Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus- sekitar 1,5 kilometer utara komplek museum,kantor,balai desa, dalam kondisi rusak. Terutama tembok dinding depan bagian bawah sebagian besar retak dan sebagian lagi jebol.
Sedang bangunan induk yang nyaris berupa kaca tembus pandang, berbingkai kayu, dengan dominasi cat warna putih, sebagian besar tertutup rimbunnya daun pohon yang berada di komplek bangunan (dalam pagar).
Diduga gardu atraksi tersebut rusak, karena akar salah satu pohon besar menerjang pondasi pagar. Sementara aliran air dari atas mengucur tanpa kendali ke sisi tembok kanan, sehingga secara bertahap mengikis tembok dan fondasi bangunan.
Selain itu, jalan selebar satu meter, yang berupa undhak-undhakan, terbuat dari cetakan beton, menuju gardu atraksi kondisinya juga berantakan. Sehingga secara keseluruhan, gardu atraksi saat ini mangkrak. Awalnya dibangun pada tahun 2012 , lalu direnovasi sekitar tahun 2020..
Menurut Balai Arkeologi Jogyakarta, gardu atraksi tersebut merupakan sebuah bangunan yang berfungsi untuk melindungi temuan fosil-fosil yang terakumulasi dan masih relatif dalam suatu susunan anatomis dari satu individu jenis Stegodon trigonocephalus hasil penelitian, temuan dan ekskavasi Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2007.
Temuan hasil ekskavasi tersebut sengaja dipertahankan di tempat aslinya atau tidak dipindahkan karena bertujuan untuk menampilkan temuan fosil fauna yang berada dalam konteks lapisan pengendapannya yaitu pada Formasi Slumprit, berumur sekitar 700 ribu tahun yang lalu.
Sudah dilaporkan
Jamin, selaku ketua karyawan Situs Patiayam yang dihubungi Elmu, Minggu malam ( 27/7/2025) mengatakan : Untuk kebersihan tetep terus pak. Untuk bangunan itu urusan pimpinanan pak. Kami sudah laporan dan sudah di survei tinggal para pimpinan yang punya kebijakan pak,” ujarnya.
Tetapi Jamin tidak menjelaskan, siapa yang dimakaud sosok pimpinan. Apakah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Mutrikah (Tika), atau kepala bidang atau kepala seksi. Selain itu juga tidak memperinci kapan dia membuat laporan. Laporan itu tertulis atau lesan. Serta kapan pimpnan melakukan survei. Dan jika benar Jamin melakukan kebersihan, nampaknya juga dipertanyakan, karena bukti di lapangan bertolak belakang.
Selain itu menurut mantan kepala seksi sejarah museum kepurbakalaan (Rahmuskala ) Disbudpar Kudus, Sancaka Dwi Supani, yang dihubungi terpisah, Jamin dan sejumlah temannya yang kini setiap harinya sebagai karyawan lepas Situs Patiayam, lebih dahulu ditetapkan sebagai juru pelihara (jupel) Situs Patiayam. “Saya juga kecewa berat dengan kinerja pejabat Disbudpar termasuk para jupelnya. Tidak hanya gardu atraksi yang dibiarkan begitu saja (pembiaran), tapi juga banyak hal lainnya,” (Sup)