Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Bagi pengunjung Taman Krida Wisata (TKW) Wergu Wetan Kota Kudus kemungkinan besar tidak tahu menahu tentang adanya sekelompok Rusa totol (Axis axis). Apalagi di seputar kandang yang agak lumayan luas ini tidak ditemukan papan namanya. Dan juga tidak ada pemandu wisata yang “dioperasikan” TKW ini. Padahal rusa sebagai sarana wisata edukasi dan edologi
Diduga rusa totol atau tutul ini pindahan dari komplek Gedung DPRD Kudus Desa Getaspejaten Kecamatan Jati Kudus. Dan hewan itu didatangkan Ketua DPRD Kudus periode 1999-2004 Heris Paryono dari Istana Presiden di Bogor. Namun baru beberapa tahun terakhir direlokasi ke TKW.
Kandangnya berada di ujung barat/utara. Sebagian besar berupa ruang terbuka dan dikelilingi pagar kawat . Terlihat ada bangunan kecil yang berfungsi untuk tempat berlindung dan beristirahat. Sedang jumlah rusa totol ini sekitar tujuh ekor. Sebagian besar sudah bercula dengan banyak cabang, sebagai pertanda hewan ini sudah tergolong tua.
Sedang sejarah Rusa totol kali pertama didatangkan dari daerah perbatasan India dan Nepal ke Indonesia pada tahun 1814 ketika Sir Thomas Stamford Raffles menjabat Gubernur Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Perusahaan Hindia Timur Belanda ( yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602) Kemudian pada tahun 1995, rusa totol ditetapkan menjadi fauna identitas Kota Bogor.
Hewan yang sebagian besar berkembang pinak di seputar halaman halaman Istana Presiden di Bogor, bukan termasuk fauna asli Indonesia. Melainkan hewan endemik Asia Selatan yang berasal dari anak benua India. Khususnya tersebar di India, Sri Lanka, Bangladesh, Bhutan dan sekelompok kecil di Pakistan.
Sedang Pusat Inovasi Agro Teknologi (PIAT) Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta, telah berkomitmen untuk terlibat aktif dalam upaya pelestarian biodiversitas, khususnya melalui konservasi ex-situ.
Dan salah satu fokus utama PIAT UGM adalah melindungi dua spesies rusa, yaitu rusa timor dan rusa totol. Rusa adalah hewan ruminansia serta mamalia yang termasuk dalam famili Cervidae, ditandai dengan tanduk yang bercabang atau sering disebut ranggah. Setiap satu tahun sekali setelah masa kawin, rusa akan melepas ranggahnya.
Pada rusa timor, lepas tanduk biasanya terjadi sekitar bulan Januari hingga Februari, sementara pada rusa totol, periode ini akan sedikit lebih panjang, yaitu hingga bulan Maret.
Rusa timor (Cervus timorensis) adalah salah satu jenis rusa yang berasal dari Indonesia dan menjadi hewan endemik Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Mereka juga tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, rusa timor ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi. Pasalnya, populasi rusa timor kini semakin terancam, termasuk di habitat aslinya.
Ancaman tersebut berasal dari berbagai faktor buatan manusia, antara lain poaching (perburuan liar), kebakaran hutan, pembukaan lahan, perkembangan permukiman penduduk, serta berbagai aktivitas manusia yang berdampak merugikan terhadap padang sabana yang menjadi habitatnya.
Konservasi ex-situ di PIAT UGM dilakukan dengan cara mendirikan fasilitas kandang umbaran. Fasilitas ini mencakup pengelolaan lingkungan, pakan, dan pemeliharaan kesehatan. Selain itu, terdapat pula paket edukasi bagi siswa TK dan SD untuk memberi makan ternak dengan rumput. Per tanggal 18 Januari 2024, total rusa yang dimiliki oleh PIAT UGM berjumlah 12 ekor, terdiri dari 4 ekor rusa timor dan 8 ekor rusa totol.
Sejak tahun 2015, PIAT UGM telah mendapat tanggung jawab dari Universitas Gadjah Mada untuk melakukan budidaya dan melibatkannya dalam program konservasi sebagai spesies yang perlu dilindungi. Di PIAT UGM, penangkaran rusa masih berada pada generasi F1, sehingga tidak dapat diperjualbelikan maupun diolah sebagai bahan pangan.
Secara umum, penangkaran rusa dibagi menjadi tiga generasi, dimulai dari F1 yang merupakan pemanfaatan hasil penangkaran berupa keturunan pertama. Keturunan ini dapat dialihkan kepada penangkar lain sebagai induk. Generasi F2, berasal dari keturunan kedua dan seterusnya, dapat diperdagangkan, sementara generasi F3 dimanfaatkan untuk keperluan pangan.
Melalui konservasi rusa ini, PIAT UGM berharap agar generasi mendatang dapat tetap menyaksikan keberagaman spesies rusa yang saat ini semakin langka. Upaya ini menjadi contoh nyata bagaimana sebuah unit kerja dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati.
Rusa merupakan jenis satwa yang menarik perhatian masyarakat sebagai sarana wisata edukasi dan wisata ekologi. Maka, PIAT UGM turut berupaya untuk mendukung kegiatan pariwisata, selain sebagai upaya untuk mengembangbiakkan rusa.
Sedang Keluarga Sukun Grup Kudus (SGK) merupakan satu-satunya penangkar rusa timor (cervus timorensih), yang dirintis sejak 1993. “Saat itu kami memperoleh cendera mata dari Ketua Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) Sudiono, yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri Kudus, berupa empat ekor rusa timor dan sekarang telah berkembang menjadi 72 ekor,” tutur pengelola penangkaran rusa timor SGK, Deka Hendratmanto, atau lebih akrab dipanggil Anton, 10 April 2011.(sup).