Bonus Rp 50 Juta Untuk Supriyani Guru Honorer

elangmur - Kamis, 28 November 2024 | 21:52 WIB

Post View : 159

Dengan anak bungsunya. Foto istimewa

Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Kado istimewa berupa uang Rp 50 juta diberikan Dedi Mulyadi, calon Gubernur Jawa Barat  kepada Supriyani guru honorer SD Negeri 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. "Bu Supriyani, saya beri supporting buat Ibu ya Rp 50 juta," katanya dalam siaran pers, Kamis (28/11/2024).Mendengar kabar itu, Supriyani langsung menangis bahagia dan tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada Dedi Mulyadi. Supriyani, hanya menerima gaji Rp 300.000 setiap bulan yang dibayarkan setiap tiga bulan

                 Dalam kesempatan itu, Dedi juga memohon kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) agar memperhatikan Supriyani. Sebab , pada Desember 2024, Supriyani bakal mengikuti tes calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).”Mohon bisa diloloskan Bu Supri sudah lama mengabdi, sudah 16 tahun, dan mengalami proses kriminalisasi yang begitu berat, Ibu Supriyani telah mengalami kepahitan hidup yang mendalam.Dia dikriminalisasi aparat penegak hukum, padahal tidak melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan, " tegasnya

                        Mengutip dari harian Kompas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, membebaskan Supriyani (36), guru honorer yang dituduh memukul anak polisi. Supriyani dinyatakan tidak terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan. Hakim pun memerintahkan memulihkan nama baik guru honorer yang telah mengabdi 16 tahun ini. ”Memutuskan, menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana pada dakwaan kesatu dan kedua. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya,” kata Ketua Majelis Hakim Stevie Rosano, Senin (25/11/2024).

Ketika diputus bebas Foto istimewa.

             Pada sidang tersebut, Stevie didampingi dua hakim lainnya, yaitu Vivi Fatmawaty Ali dan Sigit Jati Kusuma. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap alat bukti yang dihadirkan penuntut umum, baik berupa keterangan saksi anak, hasil visum, dan alat bukti sapu tidak berkesesuaian dengan dakwaan.

                 Menurut majelis hakim, keterangan yang disampaikan saksi anak tidak sesuai dengan alat bukti dan fakta persidangan lainnya. Sementara itu, kesaksian orangtua pelapor dinilai sebagai keterangan bersifat testimoni yang layak dikesampingkan. Hal itu karena keterangan tersebut didapatkan dari anak korban dan tidak berkesesuaian dengan fakta persidangan. Keterangan saksi tersebut pun dinilai tidak memenuhi syarat sesuai Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).”Oleh karena itu, menurut saksi ahli, penegak hukum harus menaruh sikap ekstra hati-hati pada akurasi, terhadap saksi anak-anak, kualitas keterangannya, baik akurasi maupun kelengkapan keterangan,” ungkap salah seorang anggota majelis hakim, Vivi Fatmawaty Ali.

Dipelukan sang suami - Foto istimewa.

              Seperti diberitakan, Supriyani adalah guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Kecamatan Baito, Konawe Selatan. Dia dituduh memukul seorang murid kelas IA di sekolah itu dengan sapu ijuk hingga sang siswa mengalami luka di bagian paha. Kasus pemukulan itu disebut terjadi pada Rabu (24/4/2024) sekitar pukul 10.00 Wita. Siswa yang menjadi korban pemukulan itu merupakan anak dari Ajun Inspektur Dua (Aipda) Hasyim Wibowo, Kepala Unit Intelijen Polsek Baito. Akibat tuduhan itu, Supriyani kemudian dilaporkan ke Polsek Baito dan diproses hukum hingga ke pengadilan.

                  Dalam persidangan, Wali Kelas IA SDN 4 Baito, Lilis Herlina Dewi, mengaku tidak pernah melimpahkan kelas yang diampunya kepada Supriyani. Saat waktu kejadian yang dituduhkan, Lilis melihat Supriyani mengajar di kelas IB dan tidak pernah masuk di kelasnya. Anak korban duduk di kelas I A. Seperangkat aturan hukum yang ada ternyata tak cukup melindungi guru dalam menjalankan tugas profesinya. Perlu mekanisme guna memperkuat perlindungan terhadap guru.

                  Kasus Supriyani, guru honorer yang dituduh memukul anak polisi, membuka mata kita bahwa guru sangat rentan mengalami kekerasan hingga kriminalisasi karena tugas profesinya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah No 19/2017 tentang Guru yang sejatinya telah melindungi guru—dan ini menjadi kewajiban pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan satuan pendidikan—ternyata belum cukup melindungi.(Sup).

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single