Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Penambangan Golongan C ilegal di Desa Tanjungrejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Jekulo Kabupaten Kudus dalam beberapa hari terakhir memicu banyak pejabat/dinas/instansi/departemen terkait ramai-ramai berkomentar. Termasuk kalangan anggota DPRD Kudus. Terutama ketika dikaitkan dengan “keselamatan” Bendung Logung yang mampu menampung air sebanyak 20 juta meter kubik. Air tersebut menjadi urat nadi kehidupan petani di Jekulo dan sebagian kecil di Kecamatan Mejobo dengan luas lahan hingga 5.000 hektar. Dari luas sawah tersebut, sekitar 2.000 hektar diantaranya berupa perluasan.
Namun sebenarnya penambangan Galian C tersebut sudah berjalan sejak awal 2023 dan Elmu melakukan liputan pada Jumat siang (7/7/2023). Lokasinya di Dukuh Slalang Desa Tanjungrejo. Sebagian besar wilayah pedukuhan ini menjadi bagian utama Bendung Logung yang dibangun pada tahun 2014- 2018. Dengan biaya Rp 641 miliar yang berasal dari APBN. Atau menjadi pusat genangan air. Sedang sebagian genangan berada Dukuh Sintru Desa Kandangmas Kecamatan Dawe. Bendung Logung yang ditangani PT Waskita Karya dan Nindya Karya .
Sampai sekarang belum/tidak diketahui secara pasti berapa yang sebenarnya luas wilayah Dukuh Slalang yang masih tersisa. Dan apakah berada di titik aman dari bendung yang baru “berusia “ tujuh tahun ini. Namun manurut keterangan dari Sumarsono, salah satu penduduk Dukuh Slalang dan juga “karyawan” pengelola Bendung Logung Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana, lahan yang dijadikan penambangan tersebut milik penduduk dukuh setempat. Sedang pengusaha penambangannya bernama Nurul, juga warga dukuh Slalang. “ Saya tidak tahu nenahu apakah penambangan itu legal atau ilegal. Saya juga tidak begitu akrab dengan Pak Nurul. Maklum pebedaan ekonomi dengan kami sekeluarga sangat jauh. “ tuturnya saat dijumpai tengah berjualan di warung kecil di ujung timur bendungan, Senin ( 23/6/2025).
Masih menurut Sumarsono, pengusaha ini membantu kas RT, RW setiap bulan sekali. Namun dia tidak mengetahui besar kecilnya dana yang dikucurkan. Begitu pula membantu warga lain yang membutuhkan. Termasuk membangun jembatan. Sedang lokasi penambangan Galian C yang diributkan akhir akhir ini menurut Sumarsono masih cukup jauh. Paling tidak di luar sabuk hijau Bendung Logung, yang sebagian besar telah ditanami tanaman tanaman keras. Khususnya buah-buahan. “ Jika seandainya bukit lokasi penambangan itu rata dengan tanah pun tidak berpengaruh signifkan terhadap bendungan. “ tambahnya.
Menyinggung terjadinya rembesan air bendungan, Sumarsono membenarkan dan sekaligus menunjukkan lokasinya, yaitu di seputar warungnya. Rembesan air tersebut ke luar dari lubang pori pori tembok tebal waduk. Volumenya relatif kecil. Mirip kucuran dari kamar mandi. Menggenangi alur jalan selebar sekitar 4- 5 meter.Dengan ketinggian/kedalaman sekitar 10 centimeter. Menjadikan seputar lokasi sedikit becek, tapi tidak berpengaruh besar terhadap perjalanan motor dan mobil. “Sudah ditinjau pejabat dari BBWS Pemali Juwana. Dan dipastikan samasekali tidak membahayakan bendung maupun warga. Itu rembesan alami. Bukan akibat dari penambangan Golongan C yang lokasinya juga berjauhan.Namun pihak BBWS akan segera membenahi. Paling tidak jalan yang panjangnya hanya beberapa puluh meter akan diperkuat dengan beton bertulang,” tuturnya sembari memperingatkan bukan berarti pihaknya membela usaha galian C. Sebab itu samasekali bukan ranahnya.
Lokasi rembesan hanya beberapa meter dari spillway ( bangunan pengelak) yang sebagian diantaranya dimanfaatkan untuk areal pemancingan. Maupun untuk lokasi pemotretan yang memang masih alami. Apalagi di sisi timurnya, yang masih menjadi “kekuasaan “BBWS Pemali- Juwana” sudah ditanami puluhan mangga jenis unggul berumur sekitar 5 tahun dan siap panen. Sedang lahan milik warga setempat juga ditanami tanaman tahunan, sehingga secara keseluruhan seputar lokasi menjadi indah alami.
Kenapa baru ribut
Terlepas dari hal hal tersebut, mengapa baru sekarang semua ribut. Nurul yang kini juga tengah membangun sebuah Dapur Mandiri Bergizi, pada Senin siang ( 23/6/2025) sempat didatangi Elmu di rumahnya. Namun yang bersangkutan tidak ada di rumah. Menurut penjelasan isterinya, sejak pagi suaminya yang bertubuh sedikit pendek dan gempal sudah meninggalkan rumah.
Kemudian setelah itu dicoba lagi dengan mengkontak melalui Whatsapp (WA) tapi juga tidak direspon. Namun keterangan yang diperoleh Elmu saat liputan Jumat 7 Juli 2023, dari salah pengemudi dump truk yang mengangkut hasil Galian C milik Nurul, lahan milik warga Slalang disewa dengan nilai Rp 450 juta. Salah satu persyaratannya, kedalaman penggalian tidak boleh/dilarang pada rata-rata permukaan tanah untuk lahan pertanian maupun perumahan.
Selain itu Kepala Desa Tanjungrejo, Christian Rahadiyanto sejak awal sampai sekarang selalu menegaskan, apa yang dilakukan penambang adalah ilegal. Dia belum pernah merasa memberikan ijin. Lagi pula pihaknya juga telah melapor ke atasannya. Dari Camat hingga Pemkab Kudus- dalam hal ini di dalamnya menyangkut Dinas PKPLH , Dinas PUPR dan Satuan polisi pamong praja (Satpol PP).
Logikanya ketika itu sudah dilaporkan sejak sekitar dua tahun terakhir, aparat yang dilapori tentunya sudah meninjau ke lapangan. Termasuk kalangan DPRD dan Polres Kudus. Mengapa tidak ditindak- minimal diberikan surat peringatan- bahkan layak ditutup.
Kenyataannya masih jalan terus. Itu menjadi kebiasaan sangat buruk, karena sudah menjadi “rahasia umum” semuanya bisa di 86 ( delapan enam). Awalnya semua pihak ribut, tetapi dalam waktu singkat berubah lagi menjadi adem ayem. Semuanya menjadi aman terkendali.
Selain bisa di delapan enam, yang menjadi tanya ketika dalam peraturan daerah tentang rencana tata ruang dan tata wilayah Kabupaten Kudus periode 2012-2023, kemudiaan berlanjut pada periode 2023-2042, lokasi galian C di Kabupaten Kudus diantaranya Desa Tanjungrejo. Belum diketahui secara pasti apakah ada pengecualian dari ;pihak Pemkab Kudus/Bappeda memberikan catatan khusus/tersendiri jika sebagian Desa Tanjungrejo, khsusunya di Dukuh Slalang dilarang untuk ditambang.
Hal serupa juga terjadi saat Desa Honggosoco Kecamatan Jekulo, dalam RT-RW juga bukan termasuk lokasi penambangan Golongan C. Namun Hananto selaku piupinan CV Elektrikat Daya Utama (EDU) sudah mengantongi ijin untuk penambangan tanah liat dan tanah di Desa Honggsoco seluas 25 hektar.
Termasuk Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTST) Kabupaten Kudus Harso Widodo juga bersuara lantang, satu satunya Galian C yang berijin adalah milik Hananta. Meski pada kenyataannya, ketika belum dioperasikan genap satu bulan, sudah membulkan seorang korban meninggal dunia. Dan sampai sekarang lokasi galian C milik CV EDU masih ditutap pihak kepolisian. Kasus korban meninggal hingga 21 orang ini juga menimpa lokasi galian C legal milik dua perusahaan/yayasan swasta. Akibatnya Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memerintahkan menutup permanen galian C tersebut. (Sup).