Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Kehidupan dalang wayang klithik Sutikno (45) masih tetap mengenaskan. Penghasilan sebagai dalang tidak mampu untuk menopang kehidupan keluarganya, yang terdiri sang isteri Siti Umaiyah, dan dua anak Adita Aji Pramono yang biasa dipanggil Adit, serta Ahmad Tino Muzaqi atau Tino. “ Saya hanya punya “secuil” ladang di tepi hutan , yang tidak layak dijadikan sumber penghasilan, sehingga saya harus bekerja serabutan. Begitu pula isteri membantu meringankan beban hidup kami bekerja di salah satu apotek,” tuturnya Kamis (31/7/2025).
Mereka menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Desa Wonosoco Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus, tergolong warga miskin, sehingga memperoleh Program Keluarga Harapan (PKH). “Benar Pak, sudah sejak dulu dapat bantuan dari pemerintah,” tutur Kepala Desa Wonosoco Setyo Budi, Kamis ( 31/7/2025).
Jika merunut dari kali pertama bertemu dan bertandang ke rumah Sutikno pada Rabu (24/2/2021), atau empat tahun terakhir, maka program PKH belum mampu mengentaskan kehidupan keluarga ini. Belum berhasil meningkatkan status keluarga miskin menjadi keluarga mandiri.
Meski kehidupan yang serba pas-pasan ini, tetapi Sutikno tetap setia menggeluti sebagai dalang wayang klithik (Waki).”Saya selalu teringat pada pesan almarhum ayah saya- yang juga dikenal sebagai dalang Waki, agar tetap melestarikan Waki. Jadi saya selalu mengasah ketrampilan bersama para pengrawit dan pesinden. Memberikan pelatihan kepada murid SMP Satu Atap dan warga desa yang berminat,” tambah Sutikno.
Tidak hanya Sutikno yang pantas untuk “diacungi jempol”, tetapi juga kepada sebagian besar para pengrawit dan pesindennya yang usianya tidak muda lagi. Kehidupan seharinya-harinya yang juga sebagai petani, buruh tani, buruh serabutan, tidak menyurutkan mereka untuk bersama-sama melestarikan Waki. “Saya khususnya, maupun teman grup Waki, bersyukur, sejumlah anak muda mulai tertarik pada Waki. Seperti “ tukang kendang” saya sudah digantikan anak muda,”
Melihat penampilan Waki selama sekitar dua jam saat pentas di Taman Krida Kota Kudus, dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-52 Perkumpulan Insan Purnakaryawan Pendidikan dan Kebudayaan (IPPK) tingkat Provinsi Jawa Tengah, tidak terlihat adanya kesedihan. Mereka larut dalam sebuah pertunjukan yang serba profesional. Mengetengahkan segenap hati nuraninya untuk nguri-nguri atau lebih jauh mengembangkannya kesenian tradional ini. Meski sepi dari penonton dan bertolak belakang dengan kehidupan mereka. Memang nelangsa benar kehidupan Wayang Klithik Desa Wonosoco. Semoga ada tangan-tangan penyelamat, sehingga kesenian langka ini tidak terdegradasi- tidak punah.(Sup).