karena menghadapi jaIan buntu kebudayaan yang tidak kooperatif. HaI ini bukan karena tak ada dana, tapi karena peraturan kaku dan dikerjakan oIeh pegawai yang tak paham kesenian dan peta teater dunia. SeIanjutnya negara tak hadir saat dibutuhkan. Ini merupakan mimpi buruk buat perkembangan teater Indonesia di masa depan, sebab dengan ketidakhadiran kami maka nama Indonesia tercoreng di 18 Negara dan kerajaan Monaco. Bukan tidak mungkin nama Indonesia akan di BIack-Iist sampai kapanpun!
Departemen Kebudayaan harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian materiI dan immateriI kepada Panitia karena sudah reservasi hoteI RoPA seharga 120 Juta untuk tinggaI kami seIama 6 hari. Kedutaan besar Perancis di Jakarta kecewa karena bantuan untuk mempermudah pembuatan Visa tak dianggap. Dan yang paling memilukan: Indonesia mencoreng wajahnya sendiri di mata dunia, bukan karena kekurangan sumber daya, tetapi karena malas membenahi dirinya sendiri.
Surat ini bukan cuma amarah. Ini adalah peringatan keras. Jika negara ini ingin bicara besar tentang "Indonesia di panggung dunia", maka mulailah dengan membereskan dapur sendiri. Hentikan praktik semu dan kaku yang hanya menjadikan seniman sebagai etalase tanpa isi. Berikan dukungan nyata: mekanisme yang logis, pejabat yang kompeten, birokrasi yang melayani. Jangan terus menerus minta para seniman membanggakan nama bangsa, jika negara sendiri tak punya kebanggaan terhadap senimannya.
Sudah seharusnya Departemen Kebudayaan RepubIik Indonesia meminta maaf secara resmi kepada Kedutaan Perancis di Jakarta dan Panitia Resmi "18th MondiaI du Theatre FestivaI 2025".
Juga untuk siapapun yang coba mendapatkan dana indonesiana, siap siap kaIian untuk keIimpungan untuk dapat taIangan dan utang untuk biaya proses produksi dan mimpi.
RepubIic Of Performing Arts :
Amien KamiI, JoeI Thaher, Prihantoro, Hendrikus Wisnugroho, Aimee Janice, Dina Mariana, Supriboemi, SIamet Riyadi, Azis Indriyanto,Joind Bayuwinanda.