Kudus,Elangmuria-news- Amburadul penanganan retribusi pedagang obrokan di Pasar Baru Wergu Kudus. Meski besarannya hanya Rp 2.000,- /pedagang/hari. Tetapi setiap pedagang tidak pernah diberikan tanda terima bukti pembayaran dari petugas pasar. Dan petugas yang berinisal R ini sejak beberapa waktu terakhir tidak masuk kerja. Diduga, karena masih membawa uang setoran pedagang yang belum diberikan kepada koordinator pengelola Pasar Baru.
Selain itu pedagang obrokan yang seluruhnya berdagang ayam tersebut tergolong “liar”, karena tidak memiliki Surat Izin Pendasaran (SIP) dari Dinas Perdagangan. Tetapi sudah beroperasi sejak beberapa tahun terakhir. Mereka semula berada di luar Pasar Baru dan berpotensi untuk “merusak” harga ayam di pasar yang terletak di perbatasan Desa Loram Wetan Kecamatan Jati dengan Kelurahan Wergu Kulon dan Wergu Wetan Kecamatan Kota Kudus. Sehingga agar tidak terjadi “perusakan” harga, mereka diperbolehkan berjualan di Pasar Baru. Lokasinya berdekatan dengan los jual beli ayam.
Koordinator Pengelola Pasar Baru, Didik Soneta yang ditemui di ruang kerjnya, Senin ( 1/4/2024) membenarkan hal itu. “Sedang yang menyangkut besaran retribusi berdasarkan peraturan daerah (Perda) tetapi saya tidak tahu “isi”nya. Saya hanya menjalan tugas dari pimpinan kami di Dinas Perdagangan Kudus. Kami menerima setoran dari Pak R yang tidak selalu tepat waktu. Data terakhir yang kami terima terdiri tiga bulan. Setiap bulannnya Rp 20.000,-“ tuturnya sembari memperlihatkan bukti setoran yang dikirim ke Dinas Perdagangan,
Pria berkacamata minus ini menambahkan, dengan mengutip penuturan Pak R, setiap pedagang obrokan tidak selalu membayar sama Rp 2.000,- per hari, tetapi juga ada yang hanya membayar Rp 1.000,- saja. Sedang jumlah pedagangnya tidak diketahui secara pasti per harinya. Diduga jumlahnya puluhan orang.
Meragukan
Pak R sendiri beberapa kali dihubungi tidak merespon. Sedang sejumlah pedagang ayam yang ditemui terpisah, Selasa 2 April 2024 mengaku kecewa tentang “kasus” retribusi pedagang obrokan. “ Besaran retribusi mereka (pedagang obrokan) tidak ditentukan berdasarkan luasan tempat. Sebaliknya kami ditentukan atas dasar luasan tempat berjualan, yaitu 2 x 2 meter. Padahal mereka berjualan dengan menggunakan dua keranjang atau lebih yang ditaruh di atas motor. Banyak pula yang menggunakan mobil. Meski sama sama membayar Rp 2.000,-, kami yang dirugikan,” tutur Yanto.
Yanto mengaku memiliki empat los, sehingga harus membayar retribusi 4(tempat) x Rp 2.000,- ( retribusi ) x 30 hari = Rp 240.000,-. Lalu retribusi tempat bubut ayam : 2 (tempat) x Rp 3.000,- (retribusi) x 30 hari = Rp 180.000,-. “Masih ditambah biaya keamanan Rp 2.000,- per lima hari. Saya juga mengeluarkan biaya sendiri untuk menguruk lahan yang becek. Termasuk “mematikan” rumput –rumput liar seputar lokasi,” ujarnya.
Kepala Bidang Pengelolaan Pasar Dinas Perdagangan Kudus Albertus Harys Yunanto, yang ditemui terpisah membenarkan retribusi yang diberlakukan terhadap pedagang obrokan tersebut berdasarkan Peraturan Daerah ( Perda ) Kabupaten Kudus Nomor 3 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Perda Kabupaten Kudus nomor 12 tahun 2011 tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah. Khususnya di Pasal 8 yang menyebutkan : .(c ) untuk pedagang kaki lima sebesar Rp 2.000,- per meter persegi per hari dan (d) untuk kegiatan komersial sebesar Rp 2.000,- per meter persegi per hari. Tetapi tidak menjawab pertanyaan yang menyangkut “kasusnya”.(sup).