Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Sabtu sore (22/2/2025) Pemkab Kudus menggelar Tari Kretek di seputar Alun Alun Simpang Tujuh yang akan diikuti sekitar 1.600 penari. Dan bakal tercatat sebagai rekor Museum rekor dunia Indonesia (Muri). Rekor menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti : hasil terbaik, jumlah terbanyak atau terbaik.
Tari Kretek merupakan tari kreasi baru khas Kudus yang hidup, tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Merupakan tari hiburan atau tari penyambutan, bisa menjadi pementasan pembukaan atau penutupan, tergantung dari acara yang digelar. Diciptakan seniman Endang Tony beserta suaminya Supriyadi pada tahun 1986. Dan pertama kali dipentaskan pada waktu peresmian Museum Kretek, 3 Oktober 1986 yang dipentaskan 500 orang penari sekaligus.
Sedang gagasan Tari Kretek muncul dari Gubernur Jawa Tengah Soeparjo Roestam ketika meletakkan batu pertama Museum Kretek dan menyakasikan potensi kontribusi usaha kretek, dalam menggerakkan perekonomian daerah. Gagasan tersebut diterima baik Pemkab Kudus (Bupati Kudus, Kolonel Inf Soehartono) yang kemudian menugaskan Kepala Seksi Kebudayaan Kudus Dwijo Sumono, untuk menindak lanjuti dan akhirnya mempercayakan kepada seniman Endang Tony dan suaminya Supriyadi. “Saya sekitar dua minggu terjun langsung ke lokasi para buruh rokok di perusahaan rokok Djarum untuk menyerap nadi aktivitas serta latar belakang kehidupan pekerja dan perusahaan,” tutur Endang Tony, pemilik Sanggar Tari Puring Sari yang didirikan pada tahun 1980.
Tari Kretek , mengandung nilai agama yang terkandung dalam pada salah satu kostum dan aksesoris yang dikenakan pada penari perempuan yaitu caping kalo. Yang dipakai dikepala penari perempuan berbentuk bulat, memiliki makna bahwa setiap manusia wajib berpasrah dan berserah diri secara bulat kepada Sang Maha Pencipta. Caping kalo (nacapi kuping) yang berarti supaya manusia mampu menutup telinga terhadap suara_suara negatif yang merugikan kehidupan.
Nilai estetika, pada tari kretek terdapat pada gerakan saat penari perempuan memainkan tampah sebagai propertinya, yakni gerak napeni. Gerak yang dilakukan saat kedua tangan memegang tampah dan tampah diayunkan ke atas dan ke bawah lalu ke kanan dan ke kiri dengan perlahan, disinilah bergerak menggunakan tampah lebih dominan dan terlihat nilai estetikanya.Selain unik, menari menggunakan tampah memiliki ciri khas yang jarang ditemukan pada tarian lainnya.
Selain pada properti, terdapat pula nilai estetika pada salah satu kostum yang menonjol, yaitu caping kalo atau tutup kepala, salah satu kostum tersebut juga bisa dikatakan memiliki nilai estetika yang tinggi dan juga unik, sebab bentuk tutup kepala yang menyerupai tampah tersebut dapat membuat penari terlihat lebih cantik saat memakainya.
Nilai etika sering dikaitkan dengan nilai moral, akhlak dan budi pekerti manusia. Hubungan nilai etika pada tari kretek dapat digambarkan pada salah satu gerakannya yakni sembahan, gerak sembahan juga dilakukan sebagai nilai etika, yaitu penghormatan penari putri terhadap penari putra, jika dijelaskan pada kegiatan di dalam pabrik yaitu tentang buruh rokok yang patuh dan memberikan penghormatan terhadap mandor yang tugasnya mengawasi berjalannya proses pembuatan rokok.
Selain itu terdapat pula pada dua aksesoris yang dikenakan penari yakni Suweng beras kecer/Babon angkrem. Aksesoris ini merupakan aksesori yang dikenakan oleh penari perempuan yang memiliki makna agar jangan berbuat gegabah, jangan tergesa_gesa berbuat meskipun dibakar kerasnya suara dan informasi yang membangkitkan amarah. Tutup telinga rapat-rapat dan redam suara negatif meskipun menyakitkan hati, karena semua cercaan, hinaan dan cemoohan serta ejekan adalah pundi-pundi kebahagiaan.
Sedangkan pada aksesoris selanjutnya yakni blangkon/ikat kepala yang dikenakan penari putra yang memiliki arti agar bersikap lebih terbuka dan jangan suka memberi perintah kepada orang lain. Lindungi otak dari segala gangguan, ikat seerat mungkin tekad demi kebagusan (kebaikan).