Kudus, Elang Murianews (Elmu)- Bencana banjir masih menjadi acaman utama setiap musim penghujan bagi warga Dukuh Goleng Desa Pasuruhan Lor Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Sebab berada di sisi Sungai Wulan yang berhulu di Pintu Pembagi Banjir Wilalung Desa Kalirejo Kecamatan Undaan (Kudus) dan Sungai Gelis yang berhulu di Gunung Rahtawu Kecamatan Gebog (Kudus).
Kondisi Sungai Wulan sepanjang sekitar 48 kilometer dalam sepuluh tahun terakhir kritis, karena tidak mampu lagi menampung debit banjir di atas 1.000 meter kubik per detik. Bahkan baru sekitar 800 meter kubik/detik air sudah mulai melimpas tanggul. Kemudian melimpas memasuki alur Sungai Gelis.
Sungai Gelis bermuara di spillway ( bangunan pelimpah) yang berada di perbatasan Dukuh Goleng Pasuruhan dengan Dukuh Karanturi Desa Setrokalangan Kecamatan Kaliwungu. Kemudian dialirkan ke Sungai SWD I, yang mengalir melalui Desa Setrokalangan, Banget, Sidorekso Kecamatan Kaliwungu Kudus, terus melaju ke wilayah Kecamatan Mayong, Welahan (Jepaar) kemudin bermuara di Laut Jawa.
Sebagian Sungai Gelis yang total panjangnya 33 kilometer pada tahun anggaran 2020-2021 dinormalisir dengan biaya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 67, 9 miliar. Dengan panjang 5,5 kilometer , terhitung sejak dari Desa Ploso- Jati Kulon, Jati Wetan- Goleng Pasuruhan Lor ( tepatnya di Spiilway Goleng).
Namun menurut sejumlah perangkat Desa Pasuruhan dan warga Goleng, yang dinormalisir hanya sebatas dari jembatan Ploso yang ada pintu airnya hingga “ bibir” jembatan Kecing Jati. Namun yang masuk wilayah Dukuh Goleng hanya dilebarkan ke arah kanan kiri dari 30 meter menjadi 60 meter. Dengan panjang sekitar lebih dari satu kilometer. Tapi “badan” sungai yang dangkal dan penuh lumpur dibiarkan begitu saja – atau tidak dikeruk. Sedang dinding tanggulnya dibuat permanen dari beton bertulan. “Dengan demikian aliran banjir hanya lancar di bagian permukaan. Sedang di dalam sungai terhambat. Lagi pula itu “normalisasi aneh” ini tidak sampai ke bangunan pelimpah,” ujar mereka saat ditemui terpisah Senin ( 4/11/2024).
Keanehan itu mudah dilacak sejak dari bawah jembatan Sungai Kencing. Beberapa meter dari badan jembatan dijumpai sejumlah pohon besar, tinggi dan berdaun lebat. Lalu setelah itu dijumpai tanaman lombok (cabe) dan jagung. Setelah didominasi berbagai jenis tanaman pisang hingga “mulut” bangunan pelimpah. Padahal seharusnya itu bagian dari badan sungai yang berada diantara dua tanggul kanan kiri, sehingga aliran sungai seperti semula sempit dan tersendat. .
Normalisasi aneh ini sebenarnya sudah terjadi sejak awal, karena sebagian warga Goleng protes dan memasang sejumlah “spanduk” yang dipajang diantaranya pepohonan seputar jembatan Kencing. “Itu tanah seluas sekitar 1.200 – 1.700 meter adalah milik warga dan sudah bersertifikat. Namun pemerintah tetap tidak memberikan ganti rugi,” ujar Khirom salah satu warga Dukuh Goleng.
Dalam papan nama proyek yang sempat didokementasikan Elmu, tertulis pekerjaan : normalisasi sungai, pekerjaan tanggul dan pekerjaan revetment . Dan pekerjaan : pengendalian banjir Sungai Gelis yang dimulai awal Agustus 2020 hingga 2021, atau selama 420 hari.
Revetment merupakan salah satu metode pengendalian erosi, dengan struktur terbuka atau terkubur/tertutup. Terbuat dari batu alam atau beton bertulang. Dengan kondisi seperti itu, maka ancaman bencana banjir sangat mungkin masih terjadi. Seperti jebolnya tanggul Sungai Gelis pada awal 2021 dan melimpasnya pengendali banjir awal 2024, yang berakibat semua penduduk Dukuh Goleng Pasuruhan Lor menderita lahir batin.(Sup)