Bupati Kudus “Kupatan, Ngaku Lepat”

elangmur - Senin, 7 April 2025 | 05:34 WIB

Post View : 159

Bupati Kudus- Samani Intakoris, saat merangkai janur menjadi selongsong ketupat, di trotoar depan Pasar Bitingan Minggu ( 6/4/2025). Foto tangkapan video

Kudus, Elang Murianews (Elmu) – Bupati Kudus, Samani Intakoris nampaknya gemar blusukan. Minggu siang (6/4/2025) berbaur dengan penjual selongsong kupat di seputar Pasar Bitingan . Dengan mengenakan sepatu , celana, kaos lengan panjang, dan topi yang semuanya serba hitam, ikut nimbrung, ikut merangkai janur kuning dan hijau menjadi selongsong ketupat.

          Sedangkan hari ini Senin (7/4/2025), ada empat lokasi yang menggelar tradisi ritual terkait dengan bada kupat- kupatan- di Desa Colo (Dawe), sendang jodo Desa Purworejo (Bae), sendang mbulusan Hadipolo (Jekulo) dan Desa Kesambi (Mejobo).

         Ke empat kegiatan tradisisi ritual tersebut ternasuk katagori Objek Pemajuan Kebudayaan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

         Sedang Objek Pemajuan Kebudayaan adalah unsur Kebudayaan yang menjadi sasaran utama Pemajuan Kebudayaan..Dan Pemajuan Kebudayaan bertujuan untuk: . mengembangkan nilainilai luhur budaya bangsa; Memperkaya keberagaman budaya; Memperteguh jati diri bangsa. Memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa; Mencerdaskan kehidupan bangsa; Meningkatkan citra bangsa. Mewujudkan masyarakat madani. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.Melestarikan warisan budaya bangsa; dan Mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia, sehingga Kebudayaan menjadi haluan pembangunan nasional.

"Pemrakarsa" Parade Sewu Kupat Desa Colo Dawe Kudus- diprakarsai: Khoirul Falah (dumung) Kades Colo, Sochib ( juru kunci makam), Amin Chudhori(seniman)
, Sugiharto (seniman/almarhum), Mutrikah(Kepala Disbudpar) dan dibantu Bupati Kudus Musthofa. Foto dokomentasi istimewa

Makna Ketupat.

          Menurut buku Makna Ketupat dalam Upacara Telung Bulan di Denpasar karya Ni Made Yuliani dan I Ketut Wardana Yasa (2020) yang dikutip Wikipedia, ketupat telah diperkenalkan sejak jaman Hindu-Budha. Penyebutan kupat, akupat, dan khupat-kupatan tercantum dalam Kakawin Kresnayana, Kakawin Subadra Wiwaha, dan Kidung Sri Tanjung.

          Dan sebagai negeri agraris pada jaman Hindu-Budha, ketupat merupakan bagian dari bentuk pemujaan terhadap Dewi Sri- dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris salah satunya di Nusantara.

          Kemudian terjadi desakralisasi dan demitologisasi yang mana Dewi Sri tidak lagi dipuja sebagai dewi kesuburan dan pertanian tetapi hanya sebagai lambang dengan dipresentasikan dalam bentuk ketupat. Hingga akhirnya ketupat merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

         Kupat dari bahasa Jawa : diartikan sebagai , ngaku lepat , atau 'mengakui kesalahan' . Juga berarti laku papat (4 perilaku) yang juga melambangkan 4 sisi dari kupat, yaitu lebaran (pintu maaf), luberan (berlimpah), leburan (saling memaafkan), dan laburan (dari kata Labur; putih, yang berarti 'bersih dari dosa-dosa').

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single