Jakarta, Elang Murianews (Elmu) -Toleransi tidak bisa menjadi sekadar ungkapan, tetapi juga harus mewujud dalam bentuk saling menghargai setiap perbedaan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian diungkapkan Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam Seminar Natal Nasional 2024,di Auditorium HM. Rasjidi Kementerian Agama Kamis kemarin (19/12/2024 ) dengan mengangkat tema ‘Gereja Berjalan Bersama Negara: Semakin Beriman, Humanis, dan Ekologis’. Seminar antara lain dihadiri Ketua Panitia Natal Nasional 2024 yang merupakan Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Koordinator Seminar Natal Nasional sekaligus anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jacklevyn Manuputty.- seperti yang dikutip dari harian Kompas, Jumat ( 20/12/2024)
Nasaruddin juga mengingatkan, baik pemuka agama maupun negara semestinya mampu mendekatkan masyarakat dengan ajaran agama yang damai dan penuh kasih. Oleh karena itu, implementasi nilai toleransi harus lebih ditekankan melalui pendidikan, dialog lintas agama,dan kebijakan pemerintah yang inklusif.
Apalagi, Indonesia dikenal sebagai negara yang beragam,baik dari sisi agama, budaya,maupun suku. Keberagaman ini mensyaratkan nilai toleransi sebagai salah satu pilar utama persatuan bangsa. Peran penjaga persatuan pun selama ini salah satunya dilaksanakan pemuka agama dengan terus menjaga harmoni antar umat beragama di Indonesia.
Meski demikian, ia menyadari bahwa membangun toleransi untuk merawat persatuan bukan hal mudah. Sebab, tantangan yang dihadapi umat beragama semakin kompleks. Tidak terkecuali konflik dan perang yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Namun, itu tidak berarti masyarakat harus putus asa.Di tengah tantangan berat tersebut, kebersamaan antarumat beragama justru harus di-tingkatkan. Nasaruddin pun mengajak semua pihak agarmenjadikan perayaan Natal2024 sebagai semangat bersama untuk mempererat persatu-an. ”Mari kita buktikan bahwa Indonesia adalah rumah besar yang nyaman bagi seluruh warganya, tanpa memandang perbedaan agama ataupun keyakinan,” tegasnya.
Pelestarian Lingkungan :
Selain itu menurut Nasaruddin : Natal 2024 menjadi momentum untuk menunjukkan ke-berpihakan pada pelestarian lingkungan hidup. Sama seperti negara lain,Indonesia juga berada dalam ancaman bencana akibat perubahan iklim, degradasi lingkungan hidup, dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Semangat keagamaan dapat menjadi salahsatu pendorong bagi masyarakat untuk berkolaborasi menyelesaikan sejumlah permasalahan tersebut.Apalagi komitmen terhadap lingkungan hidup dan kerukunan umat beragama merupakan poin utama di Deklarasi Istiqlal 2024.
Deklarasi dimaksud dibuat saat kunjungan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada awal September 2024. Deklarasi Istiqlal ditandatangani Paus Fransiskus dan Nasaruddin Umar yang saat itu menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal.”Setiap agama harus memperhatikan hubungan teologisdengan pelestarian lingkungan. Kita harus menyadari bahwatindakan kita terhadap lingkungan adalah bagian dari refleksiiman. Kalau lingkungan alam semesta ini rusak, kita pun jugaakanterkontaminasi dampak negatifnya,” kata MenteriAgama..
Sejalan dengan Nasaruddin,Thomas Djiwandono mengatakan, Natal 2024 harus menjadi momentum untuk menunjukkan keberpihakan umat beragama terhadap persoalan lingkungan. Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim,degradasi lingkungan hidup,dan kepunahan keanekaragaman hayati menjadi isu global yang tidak hanya menjadi ancaman di banyak negara, tetapi juga Indonesia.
Natal juga bisa menjadi pemantik bagi umat beragama untuk menyelesaikan masalah sosial lainnya. Sebab, masyarakat Indonesia masih menghadapi sejumlah persoalan, seperti kemiskinan dan kekerasan.”Nilai-nilai agama harus dimajukan untuk mengalahkan budaya kekerasan, kesewenang-wenangan. Lingkungan (juga) harus dirawat, bukan (menjadi) obyek eksploitasi,tetapi dijaga melalui pendekatan yang adil dan berkelanjutan.Nilai ini dapat menjadi dasar yang kuat bagi kita (dalam) ber-bangsa dan bernegara,” ujar Thomas.
Menurut dia, umat beragama dan gereja tak bisa menyelesaikan permasalahan sosial sendiri. Masyarakat dan lembaga keagamaan perlu berkolaborasi dengan negara. Bagaimanapun negara memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyara-kat dan menuntaskan persoalan sosial yang dihadapi.Selain berharap inisiatif ma-syarakat dan lembaga keagamaan, Thomas juga menekankan negara harus lebih banyak menyerap aspirasi mereka. ”Negara perlu mendengarsuara gereja. Gereja, seperti hal-nya institusi keagamaan lain-nya, mewarisi kekayaan ajaran moral yang dapat memberi negara arah untuk dituju dan batasan agar tidak tergelincir kejurang kesewenang wenangan,” (Sup)