Rahtawu Siap Menerima Tamu Lebaran

elangmur - Minggu, 7 April 2024 | 17:32 WIB

Post View : 627

Rapat koordinasi- pemerintah desa Rahtawu dengan dinas/instansi terkait menyangkut persiapan menyambut Lebaran- Idul Fitri 2024. Foto Istimewa.

Kudus,Elangmurianews- Desa Wisata Rahtawu Kecamatan Gebog Kudus, siap menerima kunjungan wisatawan dalam rangka liburan Lebaran-Idul Fitri 2024. Dan mentargetkan mampu menyedot pengunjung hingga sekitar 30.000 orang selama sepekan. Terhitung sejak hari ke-3 hingga hari ke-10.

                Target tersebut menurut Kepala Desa Rahtawu Didik Rasmadi, Minggu (7/4/2024) cukup realistis, karena desa wisata ini memiliki cukup banyak  destinasi wisata. Seperti Puncak 29, Abiyoso Natas Angin sebagai jalur pendakian gunung. Rahtawood highland, air terjun kali banteng, kulineran di sepanjang sungai. “Masih ditambah berbagai lokasi wisata religius. Dari pertapaan/petilasan Eyang Sakri hingga Eyang Mada/Gajah Mada, Kami juga belajar dari kekurangan dalam penyambutan pada even-even sebelumnya “ ujarnya.

                Puncak sanga likur (29) atau Saptorenggo dengan ketinggian . 1.602 meter di atas permukaan laut. Salah satu diantara tiga puncak tertinggi dari Gunung Muria. Dua puncak lainnya, Argo Jembangan Desa Japan 1.529 meter dan Rahtawu Desa Rahtawu 1.500 meter.

Sedang Bunton- menjelang Puncak 29 Desa Rahtawu Kecamatan Gebog Kudus November 2023 Foto istimewa

              Sebelum mencapai Puncak , menurut Mantri Kehutanan RKPH Ternadi,  Nur Hamid,  terlebih dahulu melewati hutan lindung Bunton. Saat ini ditumbuhi berbagai jenis pohon/kayu. Seperti Tegaron, Mranak, Jangkar, Lo, Gantungan, Laban, Pakis , Dadap dan Salam. Termasuk berbagai jenis batuan ukuran besar besar. Tidak terlalu luas, tapi kondisinya cukup terjaga, sehingga otomatis  sumber mata airnya juga tidak terganggu. “Di sini juga ada sendang- tepatnya belik Bunton. Ukurannya hanya  sekitar 150 x 80 centimeter saja. Tapi airnya yang sangat jernih ini  sering dikomsumsi warga yang hendak naik menuju Puncak Sangalikur (29). Konon airnya berkhasiat”

Tradisi Megalitik

                Menurut hasil penelitian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Balai Arkeologi Jogya tahun 1988/1999, di Desa Rahtawu terdapat  tradisi satu syura adalah peninggalan tradisi megalitik yang berkembang antara 2.500 – 1.500 tahun sebelum Masehi (untuk gelombang tua) dan lebih kurang 1.000 tahun sebelum Masehi ( untuk gelombang muda).

Unggulan- salah satu obyek wisata Desa Rahtawu, 5 Agustus 2022.

                Megalitik asal kata “mega” artinya besar dan “lithos” artinya batu, sehingga artinya batu besar dan  maksudnya adalah peninggalan purbakala yang berupa batu-batu besar “Namun inti pokok pengertian megalitik sebenarnya tidak terletak pada ukuran batunya yang besar- besar, melainkan pada latar belakang pendiriannya, yaitu pemujaan arwah nenek moyang” tutur Diman Suryanto selaku ketua tim survei/penelitian .

                Dari hasil penelitian menunjukkan  adanya hubungan yang erat antara upacara pemujaan nenek moyang dengan monumen-monumen dari batu kecil , batu besar atau bahan lain. Bahkan  dapat dilakukan tanpa monumen samasekali.

                Sedang manifestasi ide megalit  telah begitu  meresap  dalam segala segi kehidupan masyarakat sepanjang  masa, sehingga  tanpa upacara yang lengkappun  orang dapat  dianggap melakukan upacara megalitik. Seperti  kebiasaan semedi (meditasi) di depan onggokan  atau timbunan batu.

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

img single